Penggiat media sosial mengatakan lebih banyak orang Indonesia perlu didorong menggunakan media sosial untuk menyebarkan informasi dan kepedulian.
Penggiat blog Enda Nasution mengatakan di Jakarta Kamis (12/7) bahwa lebih banyak masyarakat Indonesia perlu didorong untuk menggunakan media sosial, yang diantaranya untuk menyebarkan informasi dan mengajak orang lebih peduli.
Menurut Enda, yang juga direktur pelaksana laman media sosial salingsilang.com, menyatakan banyak pesan singkat dan informasi awal lebih sering muncul dari para pengguna media sosial seperti Twitter, facebook dan lain-lain.
“Orang banyak perlu terus didorong untuk menggunakan [media sosial], karena saat mereka sudah terbiasa menggunakan medianya, begitu ada isu besar yang mereka bisa kita ajak, isu besar yang gampang membuat orang peduli, maka para pengguna media sosial akan mengalihkan orang untuk ikut peduli juga,” ujarnya.
Enda Nasution menjadi salah seorang panelis dalam seminar nasional bertema ”Media Literasi pada Era Digital”, yang digelar dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-18 Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Pengguna media sosial di Indonesia diperkirakan akan mencapai 100 juta pada 2014. Saat ini Indonesia berada di urutan ketiga pengguna twitter terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat dan Brazil. Berdasarkan data yang dikeluarkan salingsilang.com, orang indonesia menghasilkan 1,3 juta kicauan (tweet) per hari.
Sementara itu pengguna facebook di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia.
“Adanya kebebasan berbicara, adanya pertumbuhan ekonomi, tapi secara kultur orang Indonesia senang bercakap-cakap," kata Enda mengomentari perkembangan media sosial di negara ini.
Ia mengatakan perkembangan pengguna media sosial di tanah air sebaiknya dilihat dari sisi positifnya, termasuk yang melibatkan kelompok profesional seperti wartawan, dan para pekerja media resmi, seperti radio, televisi, dan online.
“Daripada kita susah payah mencoba memberantas atau menghilangkan seluruh efek negatifnya yang sulit tercapai, lebih baik kita memaksimalkan unsur positifnya dan itu yang harus dikampanyekan banyak orang, dan tetap mengikuti hukum yang ada.”
Pemimpin redaksi detik.com Budiono Darsono mengatakan bahwa pengguna media sosial terus berkembang dan ia menyarankan untuk menggunakannya untuk menyampaikan hal-hal yang lebih bermanfaat dan produktif .
“Kita kurang produktif, itu tantangan kita. Contohnya saat mengirim tweet sekitar lima atau sepuluh kali, untuk membalasnya itu memakan waktu sejam. Orang mestinya didorong menggunakan Internet itu untuk produktif,” ujarnya.
Bagi sebagian peserta seminar yang datang dari daerah, mulai Aceh sampai Maluku, media sosial bisa menjembatani informasi atau sebagai tempat pelarian bagi pengguna yang kebutuhan informasinya tidak terlayani.
“Sebagian besar warga Maluku terutama di Ambon sulit percaya dengan [pemberitaan] media-media nasional terkait kejadian kerusuhan di Ambon , peristiwa itu terlalu dibesar-besarkan, dan sering disiarkan berulang-ulang,” ujar seorang peserta bernama Aan, 25, dari Ambon.
Terkait dengan aktivitas jurnalis di media sosial, konsultan hubungan masyarakat Maverick dan The London School of Public Relations Jakarta baru-baru ini meluncurkan hasil survei mengenai pola perilaku jurnalis di Indonesia dalam penggunaan media sosial.
Penelitian yang dilakukan dengan melibatkan 321 responden yang terdiri dari jurnalis, jurnalis foto dan editor di 141 media, itu menyebutkan bahwa 91 persen wartawan bergantung pada Internet dalam mencari berita. Selain itu, tujuh dari 10 wartawan mendapatkan ide membuat berita dari Internet.
Sekitar 72 persen wartawan yang menjadi responden mengaku bahwa mereka memonitor, mencari, mendapatkan informasi melalui jejaring sosial seperti Facebook, sementara sembilan dari 10 wartawan di Indonesia memiliki akun Facebook, serta lebih dari setengahnya juga memiliki akun twitter.
Namun dari penelitian itu terungkap bahwa hanya lima dari 10 wartawan yang melakukan verifikasi setelah mendapatkan informasi dari Internet.
Saat ini diperkirakan jumlah wartawan di Indonesia lebih dari 30.000 orang.
Menurut Enda, yang juga direktur pelaksana laman media sosial salingsilang.com, menyatakan banyak pesan singkat dan informasi awal lebih sering muncul dari para pengguna media sosial seperti Twitter, facebook dan lain-lain.
“Orang banyak perlu terus didorong untuk menggunakan [media sosial], karena saat mereka sudah terbiasa menggunakan medianya, begitu ada isu besar yang mereka bisa kita ajak, isu besar yang gampang membuat orang peduli, maka para pengguna media sosial akan mengalihkan orang untuk ikut peduli juga,” ujarnya.
Enda Nasution menjadi salah seorang panelis dalam seminar nasional bertema ”Media Literasi pada Era Digital”, yang digelar dalam rangka Hari Ulang Tahun (HUT) ke-18 Aliansi Jurnalis Independen (AJI).
Pengguna media sosial di Indonesia diperkirakan akan mencapai 100 juta pada 2014. Saat ini Indonesia berada di urutan ketiga pengguna twitter terbanyak di dunia setelah Amerika Serikat dan Brazil. Berdasarkan data yang dikeluarkan salingsilang.com, orang indonesia menghasilkan 1,3 juta kicauan (tweet) per hari.
Sementara itu pengguna facebook di Indonesia menduduki peringkat keempat di dunia.
“Adanya kebebasan berbicara, adanya pertumbuhan ekonomi, tapi secara kultur orang Indonesia senang bercakap-cakap," kata Enda mengomentari perkembangan media sosial di negara ini.
Ia mengatakan perkembangan pengguna media sosial di tanah air sebaiknya dilihat dari sisi positifnya, termasuk yang melibatkan kelompok profesional seperti wartawan, dan para pekerja media resmi, seperti radio, televisi, dan online.
“Daripada kita susah payah mencoba memberantas atau menghilangkan seluruh efek negatifnya yang sulit tercapai, lebih baik kita memaksimalkan unsur positifnya dan itu yang harus dikampanyekan banyak orang, dan tetap mengikuti hukum yang ada.”
Pemimpin redaksi detik.com Budiono Darsono mengatakan bahwa pengguna media sosial terus berkembang dan ia menyarankan untuk menggunakannya untuk menyampaikan hal-hal yang lebih bermanfaat dan produktif .
“Kita kurang produktif, itu tantangan kita. Contohnya saat mengirim tweet sekitar lima atau sepuluh kali, untuk membalasnya itu memakan waktu sejam. Orang mestinya didorong menggunakan Internet itu untuk produktif,” ujarnya.
Bagi sebagian peserta seminar yang datang dari daerah, mulai Aceh sampai Maluku, media sosial bisa menjembatani informasi atau sebagai tempat pelarian bagi pengguna yang kebutuhan informasinya tidak terlayani.
“Sebagian besar warga Maluku terutama di Ambon sulit percaya dengan [pemberitaan] media-media nasional terkait kejadian kerusuhan di Ambon , peristiwa itu terlalu dibesar-besarkan, dan sering disiarkan berulang-ulang,” ujar seorang peserta bernama Aan, 25, dari Ambon.
Terkait dengan aktivitas jurnalis di media sosial, konsultan hubungan masyarakat Maverick dan The London School of Public Relations Jakarta baru-baru ini meluncurkan hasil survei mengenai pola perilaku jurnalis di Indonesia dalam penggunaan media sosial.
Penelitian yang dilakukan dengan melibatkan 321 responden yang terdiri dari jurnalis, jurnalis foto dan editor di 141 media, itu menyebutkan bahwa 91 persen wartawan bergantung pada Internet dalam mencari berita. Selain itu, tujuh dari 10 wartawan mendapatkan ide membuat berita dari Internet.
Sekitar 72 persen wartawan yang menjadi responden mengaku bahwa mereka memonitor, mencari, mendapatkan informasi melalui jejaring sosial seperti Facebook, sementara sembilan dari 10 wartawan di Indonesia memiliki akun Facebook, serta lebih dari setengahnya juga memiliki akun twitter.
Namun dari penelitian itu terungkap bahwa hanya lima dari 10 wartawan yang melakukan verifikasi setelah mendapatkan informasi dari Internet.
Saat ini diperkirakan jumlah wartawan di Indonesia lebih dari 30.000 orang.