Sebuah perahu bermuatan 121 warga Muslim-Rohingya dari Burma tiba di perairan Aceh pekan ini.
JAKARTA —
Ketegangan antara warga Budha-Rakhine dan Muslim-Rohingya telah berlangsung selama puluhan tahun. Aksi kekerasan pecah tahun lalu ketika terjadi serangan-serangan komunal di negara bagian Arakan yang menewaskan ratusan warga Muslim-Rohingya dan membuat 100.000 lainnya mengungsi.
Sebuah kelompok penganut Budha yang marah pekan lalu menarget komunitas warga Muslim-Rohingya di ibukota Rangoon, dan melemparkan batu-batu bata untuk menyerang toko-toko dan sekolah. Belum jelas apa yang memicu aksi kekerasan ini. Beberapa laporan berita menunjukkan warga setempat keliru mengira bahwa sebuah masjid sedang dibangun di tempat itu.
Nyunt Maung Shein, pimpinan Dewan Urusan Agama Islam Burma, dalam sebuah konferensi antar-keyakinan di Jakarta pekan ini mengatakan, meskipun beberapa peristiwa baru-baru ini telah menimbulkan kecurigaan, hubungan antara warga Muslim dan Budha di Burma umumnya harmonis. Ia menambahkan, aksi kekerasan yang terjadi baru-baru ini di Rangoon dipicu oleh sebuah kelompok minoritas. “Ini lebih terkait soal politik. Sebenarnya ini bukan soal krisis agama. Ini merupakan permainan politik yang tidak terkait diskriminasi dan agama,” paparnya.
Mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla sepakat dengan pendapat ini. Jusuf Kalla sempat mengunjungi kamp-kamp Muslim-Rohingya di Burma tahun lalu, dan telah berusaha mengurangi konflik sektarian berdarah di Aceh dan Maluku.
Jusuf Kalla mengatakan seringkali konflik-konflik yang tampaknya dipicu oleh perbedaan-perbedaan agama sebenarnya lebih karena masalah ekonomi daripada isu-isu keyakinan. “Rohingya bukan satu-satunya masalah keagamaan. Rohingya bermasalah secara politik, sejarah, kebudayaan, ekonomi, dan keagamaan. Ini merupakan hal yang kompleks,” paparnya.
Etnis Rohingya yang sebagian di antaranya sudah tinggal di Burma selama beberapa generasi ditolak keberadaannya di Burma. Pemerintah Burma dengan konsisten mengatakan isu Rohingya merupakan soal etnis bukan agama.
Tetapi, ada keprihatinan bahwa status Rohingya yang masih belum selesai akan mengganggu negara yang masih dalam masa transisi politik itu.
Indonesia telah terlibat dalam berbagai upaya guna menyelesaikan isu Rohingya di Burma.
Tahun lalu pemerintah Indonesia menyumbang bantuan bernilai $1 juta untuk meringankan penderitaan di negara bagian Rakhine.
Sebuah kelompok penganut Budha yang marah pekan lalu menarget komunitas warga Muslim-Rohingya di ibukota Rangoon, dan melemparkan batu-batu bata untuk menyerang toko-toko dan sekolah. Belum jelas apa yang memicu aksi kekerasan ini. Beberapa laporan berita menunjukkan warga setempat keliru mengira bahwa sebuah masjid sedang dibangun di tempat itu.
Nyunt Maung Shein, pimpinan Dewan Urusan Agama Islam Burma, dalam sebuah konferensi antar-keyakinan di Jakarta pekan ini mengatakan, meskipun beberapa peristiwa baru-baru ini telah menimbulkan kecurigaan, hubungan antara warga Muslim dan Budha di Burma umumnya harmonis. Ia menambahkan, aksi kekerasan yang terjadi baru-baru ini di Rangoon dipicu oleh sebuah kelompok minoritas. “Ini lebih terkait soal politik. Sebenarnya ini bukan soal krisis agama. Ini merupakan permainan politik yang tidak terkait diskriminasi dan agama,” paparnya.
Mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla sepakat dengan pendapat ini. Jusuf Kalla sempat mengunjungi kamp-kamp Muslim-Rohingya di Burma tahun lalu, dan telah berusaha mengurangi konflik sektarian berdarah di Aceh dan Maluku.
Jusuf Kalla mengatakan seringkali konflik-konflik yang tampaknya dipicu oleh perbedaan-perbedaan agama sebenarnya lebih karena masalah ekonomi daripada isu-isu keyakinan. “Rohingya bukan satu-satunya masalah keagamaan. Rohingya bermasalah secara politik, sejarah, kebudayaan, ekonomi, dan keagamaan. Ini merupakan hal yang kompleks,” paparnya.
Etnis Rohingya yang sebagian di antaranya sudah tinggal di Burma selama beberapa generasi ditolak keberadaannya di Burma. Pemerintah Burma dengan konsisten mengatakan isu Rohingya merupakan soal etnis bukan agama.
Tetapi, ada keprihatinan bahwa status Rohingya yang masih belum selesai akan mengganggu negara yang masih dalam masa transisi politik itu.
Indonesia telah terlibat dalam berbagai upaya guna menyelesaikan isu Rohingya di Burma.
Tahun lalu pemerintah Indonesia menyumbang bantuan bernilai $1 juta untuk meringankan penderitaan di negara bagian Rakhine.