Pihak berwenang, pada Rabu (29/5), terus mencari kawasan yang lebih aman untuk memindahkan ribuan penyintas dari risiko potensi tanah longsor kedua di dataran tinggi Papua Nugini di saat peralatan berat untuk memindahkan tanah mulai berdatangan di lokasi bencana, di mana ratusan orang terkubur masih tertunda, kata para pejabat.
Petugas tanggap darurat mengatakan, hingga 8.000 orang mungkin perlu dievakuasi karena batu-batuan besar, tanah dan pepohonan yang rubuh yang menghantam desa Yambali di wilayah pegunungan di negara Pasifik tersebut pada Jumat lalu, menjadi semakin tidak stabil.
Tanah yang tidak stabil juga berdampak pada respons bantuan kemanusiaan, kata Kate Forbes, presiden dari Federasi Internasional Palang Merah dan Masyarakat Bulan Sabit Merah.
“Saat ini, persoalannya adalah, saya paham, … keamanan dan akses,” kata Forbes kepada para jurnalis di Manila, Filipina.
BACA JUGA: Korban Longsor Capai 2.000 Jiwa, Papua Nugini Minta Bantuan InternasionalPBB memperkirakan 670 warga desa tewas dalam bencana itu yang juga segera membuat 1.650 penyintas menjadi pengungsi.
Pemerintah Papua Nugini menyatakan kepada PBB, bahwa mereka memperkirakan lebih dari 2.000 orang terkubur.
Enam jenazah diangkat dari reruntugan hingga Selasa.
Peralatan pemindahahan tanah dari militer Papua Nugini diperkirakan akan tiba di lokasi pada Selasa setelah dibawa dari kota Lae, 400 kilometer di sebelah timurnya.
Namun rencana itu berubah ketika jembatan antara Wabag, ibu kota provinsi Enga dan bandara terdekatnya di gunung Hagen, ambruk pada Senin malam, dengan penyebab yang belum dijelaskan. [ns/rs]