Di blok perumahan di bagian utara New York, para mahasiswa menggali halaman belakang. Penggalian pemakaman warga amerika keturunan Afrika yang berusia ratusan tahun ini dilakukan sebagai bagian dari eksplorasi arkeologi.
Lahan yang sekarang tertutup dengan hamparan rumput hijau di kota Kingston ini, pada tahun 1750 merupakan bagian dari tanah pemakaman untuk para budak. Saat itu pemakaman ini berada di pinggiran kota. Sejumlah orang yang tidak diketahui jumlahnya, dimakamkan di tempat ini, termasuk mereka yang pemakamannya ditolak oleh gereja. Hal tersebut berlangsung hingga akhir abad ke-19, ketika pemakaman tersebut ditutup seiring dengan pertumbuhan kota.
Situs ini sekarang direklamasi dengan nama "Pine Street African Burial Ground", salah satu dari banyak pemakaman yang terlupakan atau terbengkalai bagi warga Afrika-Amerika yang mulai mendapat perhatian. Dalam tiga tahun terakhir, ditemukan sekitar 27 kerangka manusia di tempat ini.
Para pendukung di kota Hudson River ini, membeli properti perumahan yang mencakup sekitar setengah dari pemakaman lama beberapa tahun yang lalu. Rumah itu kini menjadi pusat informasi bagi para pengunjung. Mereka melakukan penggalangan dana untuk mengubah halaman belakang kota tersebut menjadi 'tempat peristirahatan' yang layak. Meskipun nama-nama orang yang dimakamkan di sini mungkin tidak diketahui, mereka berencana melakukan pengujian pada jenazah mereka, untuk mempelajari kehidupan mereka dan mengidentifikasi keturunan mereka.
"Penderitaan orang-orang yang dimakamkan di sini tidak boleh disia-siakan," kata Tyrone Wilson, pendiri Harambee Kingston, kelompok masyarakat nirlaba di balik proyek tersebut. "Kita punya tanggung jawab untuk mengembalikan kehormatan mereka."
Meskipun situs seluas lebih dari 0,2 hektar itu ditetapkan sebagai pemakaman bagi orang-orang yang diperbudak pada tahun 1750, mungkin tempat itu sudah digunakan sebelum itu. Pemakaman berlanjut hingga sekitar tahun 1878, lebih dari 50 tahun setelah New York menghapus perbudakan sepenuhnya. Para peneliti mengatakan orang-orang dimakamkan dengan kaki mereka menghadap ke timur, jadi ketika mereka bangkit pada Hari Penghakiman, mereka akan menghadap matahari terbit.
Jenazah yang ditemukan di properti Harambee ditutupi dengan kain Afrika bermotif dan disimpan di tempatnya. Sisa-sisa yang ditemukan di tanah yang berdekatan digali untuk dimakamkan kemudian di properti Harambee.
Mahasiswa dari State University of New York di New Paltz baru-baru ini menyelesaikan pengawasan penggalian halaman belakang pada tahun ketiga di kota ini, yang letaknya sekitar 129 kilometer ke arah utara dari Manhattan. Para mahasiswa mendapatkan kredit kursus, meskipun Maddy Thomas, mahasiswa jurusan antropologi mengatakan ada keinginan yang sangat kuat dalam melaksanakan misi ini.
"Saya tidak suka ketika ada orang yang merasa sedih/kesal atau dilupakan," kata Thomas saat istirahat. "Dan itulah yang terjadi di sini. Jadi, kita harus memperbaikinya."
Harambee mencoba mengumpulkan dana sebesar $1 juta untuk mengubah halaman belakang yang sederhana menjadi tempat peristirahatan yang mencerminkan warisan Afrika dari orang-orang yang dimakamkan di sana. Rencana tersebut mencakup tiang penanda yang tinggi di tengah halaman.
Meskipun ada tanda pada beberapa makam, namun masih sulit untuk mengetahui siapa yang dimakamkan di sana.
"Beberapa di antaranya, jelas, hanya ditandai dengan batu tanpa tulisan di atasnya," kata Joseph Diamond, profesor antropologi di New Paltz.
Satu-satunya nisan utuh yang ditemukan dengan nama yang masih terlihat jelas adalah milik Caezar Smith, yang lahir sebagai budak dan meninggal sebagai orang merdeka pada tahun 1839 di usia 41 tahun. Seorang peneliti menggali catatan sejarah dan menemukan dua orang lagi yang mungkin dimakamkan di sana pada tahun 1803: seorang pria yang diidentifikasi sebagai Sam dan seorang gadis berusia 16 tahun bernama Deyon, yang digantung di depan umum setelah dihukum karena membunuh putri majikannya yang baru berusia enam tahun.
Pemakaman itu awalnya ditutupi oleh tempat penyimpanan kayu pada tahun 1880, meskipun beberapa batu nisan tampaknya masih berdiri hingga saat itu.
Pada tahun 1990, Diamond melakukan survei arkeologi untuk kota itu dan melihat bahwa pemakaman itu ditandai di peta yang dibuat tahun 1870. Dia dan sejarawan kota itu pergi untuk mencari tahu keberadaannya.
Secara kebetulan, pemilik gedung Pine Street Andrew Kirschner baru saja menemukan serpihan tulang yang terkubur saat menggali di derah bagian depan gedung untuk mencari pipa saluran pembuangan. Dia memasukkan serpihan-serpihan itu ke dalam sebuah kotak. Kirschner mengatakan dia masih menggali ketika Diamond memberi tahu apa yang mereka cari.
"Percakapan dimulai dan kemudian saya berkata, 'Lihat apa yang saya temukan.' Tentu saja, mereka takjub," kata Kirschner, pemilik gedung di sebelah properti Harambee saat ini.
Setelah penemuan itu, Diamond mengatakan masih sulit untuk meyakinkan orang-orang bahwa ada kuburan di Pine Street. Bahkan ada rencana pada tahun 1996 untuk membangun tempat parkir di sebagian besar lokasi itu. Para advokat untuk penggalian jenazah budak ini membeli properti itu pada tahun 2019.
Kisah serupa juga terjadi di tempat lain.
Di Manhattan, Monumen Nasional Pemakaman bagi warga Afrika menandai situs tempat dimakamkannya sekitar 15.000 orang Afrika yang merdeka dan diperbudak hingga tahun 1790-an. Situs itu ditemukan pada tahun 1991 selama penggalian untuk gedung federal. Lebih jauh di hulu Sungai Hudson, lebih dari 100 set kerangka manusia ditemukan saat merenovasi sekolah berusia seabad di Newburgh, yang diubah menjadi gedung pengadilan pada tahun 2008.
Antoinette Jackson, pendiri The Black Cemetery Network, mengatakan banyak dari 169 situs yang tercantum dalam arsip daring mereka, telah dihapus.
"Banyak di antaranya merupakan situs yang di atasnya telah dibangun — menjadi tempat parkir, sekolah, stadion, jalan raya. Yang lainnya kekurangan sumber daya," kata Jackson, profesor antropologi di University of Southern Florida.
Ia menambahkan bahwa pemakaman yang tercantum dalam arsip tersebut hanyalah "puncak gunung es" atau hanya menggambarkan sedikit dari kondisi yang sebenarnya.
Mengingat sedikitnya catatan sejarah di Kingston, para advokat berharap tes sisa-sisa jenazah akan membantu menguak misteri. Analisis isotop dapat memberikan informasi tentang apakah individu tersebut besar di tempat lain — seperti South Carolina atau Afrika — dan kemudian pindah ke wilayah tersebut. Analisis DNA dapat memberikan informasi tentang asal usul leluhur mereka di Afrika. Tes DNA juga dapat menghubungkan mereka dengan keturunan yang masih hidup.
Wilson mengatakan keluarga setempat telah berkomitmen untuk menyediakan sampel DNA. Ia melihat tes tersebut sebagai cara lain untuk menghubungkan orang dengan pusaka mereka.
"Salah satu masalah terbesar yang kita miliki dalam budaya Afrika adalah kita tidak mengetahui sejarah kita," katanya. "Kita tidak memiliki banyak informasi tentang siapa kita." [es/dw]