Lika Liku Kecap Buatan Bekasi Tembus Pasar Saudi

  • Fathiyah Wardah

Produk kecap yang dirintis Nurjannah sejak tahun 2017 akhirnya dapat diekspor ke Arab Saudi, (Foto: Courtesy/Nurjannah)

Produk kecap asal Tambun, Kabupaten Bekasi berhasil menembus pasar Arab Saudi. Meskipun nilai ekspor perdana baru $37 ribu atau Rp577 juta, kiat UKM ini menyiratkan kegairahan perekonomian di tahun baru 2023.

Nurjannah Dongoran, Direktur CV IKAPEKSI Argo Industri masih tidak percaya dirinya telah mencapai titik ini. Produk kecap yang dirintisnya sejak tahun 2017 akhirnya dapat diekspor ke Arab Saudi, meskipun sebelumnya salah satu toko di Jepang juga telah memasukan produk kecap buatannya walaupun dalam jumlah kecil.

Perjuangan ibu tiga anak ini untuk membawa produk kecapnya tersebut dikenal oleh masyarakat tidak mudah. Ketika muncul pertama kali, penjualan baru dapat dilakukan di ritel seperti 212 Mart dan juga di komunitas yang peduli kesehatan. Pasalnya, kecap Oishii – demikian nama produknya – adalah kecap sehat yang semua bahannya segar dan diolah tanpa pengawet. Yang membedakan kecap tersebut dengan yang lain, kata Nurjannah, adalah cita rasa rempah yang dihadirkan tanpa penguat rasa.

Nurjannah, penggagas kecap Oishii, Bekasi. (Foto: Dok Pribadi)

“Dan dalam proses kami membuat kecap kami tidak memerlukan food additive karena dengan menggunakan misalnya gula sebagai pemanisnya, gula kelapa,” kata Nurjannah.

Menurut Nurjannah, meski kecapnya sehat, tetapi masyarakat pada umumnya masih mempertanyakan kenapa rasa kecap miliknya “berbeda” dengan kecap yang biasa dikonsumsi. Itu dikarenakan produknya tidak menggunakan penguat rasa.

Ia juga menggambarkan tantangan awal yang dihadapinya ketika berupaya menembus pasar lokal, yaitu harga dan persaingan dengan merek kecap yang sudah berada di pasaran. Nurjannah mengaku harus bekerja keras, tidak saja untuk memproduksi dan memasarkan kecap buatannya, tetapi juga mengedukasi masyarakat. Terlebih karena ia tidak memiliki anggaran untuk melakukan riset pasar guna mengetahui respons masyarakat.

Ikut Pameran dan Pelatihan, Dorong Semangat

Pada tahun 2018, perempuan asal Sumatra Utara itu mulai mengikuti berbagai pameran. Di pameran-pameran itu, tidak ada satupun yang mencicipi kecapnya karena dinilai tidak enak. Namun, ada calon pembeli dari Australia yang mendorongnya terus berkarya dan meyakinkan bahwa memasarkan produk di luar negeri tidak sesulit yang dibayangkan banyak orang. Ini menjadi energi positif baginya.

Produk kecap asal Tambun, yang berhasil menembus pasar Arab Saudi. (Foto: Courtesy/Nurjannah)

Setahun kemudian ia mengikuti pelatihan tentang ekspor, yang memberinya pengetahuan tentang dunia baru itu. Dan pada tahun 2020 salah satu toko di Jepang mencoba memasukkan produknya.

Nurjannah mengaku dipertemukan dengan pembeli dari Arab Saudi saat pameran perdagangan Oktober lalu, dan langsung mencapai kesepakatan.

Arab Saudi sendiri merupakan salah satu pasar tujuan ekspor produk-produk nonmigas Indonesia, di antaranya kelapa sawit dan kayu lapis. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor Indonesia ke pasar Arab Saudi mencapai $1,5 juta pada 2019, turun menjadi $1,3 juta pada 2020, dan naik menjadi $1,58 pada 2021.

Pengamat: Krisis Ekonomi Tak Surutkan Industri Makanan

Meskipun dunia dihadapkan pada ancaman resesi global namun pengamat ekonomi di Institute For Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menilai industri, seperti makanan dan minuman, tidak akan mengalami penekanan yang luar biasa. Ini berbeda dengan industri tektil dan alas kaki yang biasanya mengalam tekanan dan penurunan.

Eko mengatakan perkembangan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) saat ini sudah jauh lebih baik dibanding ketika terjadi pandemi. Sekitar 85 persen produk UMKM, tambahnya, diserap oleh pasar domestik, dan baru sekitar 16 persen yang berorientasi ekspor; umumnya di sektor makanan dan minuman, karya seni atau produk “handmade.”

BACA JUGA: Perubahan Iklim Pengaruhi Produksi Kopi di Toraja, Sulawesi Selatan

Makanan dan minuman yang diekspor juga merupakan produk yang spesifik seperti organik dan sehat karena masyarakat di negara-negara maju biasanya sudah sadar tentang kesehatan.

“Rata-rata segmen makanan dan minum, rasa penting dan kesadaran mengkonsumsi. Kalau di Arab Saudi atau negara-negara Timur Tengah yang sudah maju itu kan kesadaran penggunaan bahan pengawet dan lain-lain itu tidak dibolehkan. Artinya demand mereka spesifik untuk produk-produk healthy food,” kata Eko.

Ia menambahkan, produk makanan dan minuman organik yang berorientasi ekspor, memang tidak memusatkan penjualan ke dalam negeri karena belum terlalu tingginya kesadaran mengkonsumsi makanan sehat. [fw/em/ah]