Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menemukan lima ekor gajah Sumatra mati di Desa Tuwi Pria,Provinsi Aceh. Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto menjelaskan kepada VOA, gajah-gajah mati tersebut ketika ditemukan sudah tinggal tulang belulangnya.
Awalnya, petugas BKSDA Aceh mendapat laporan dari masyarakat tentang temuan gajah mati. Lalu, petugas menuju lokasi kejadian dan menemukan dua ekor gajah sudah tinggal tulang belulang, Rabu (1/1). Dua gajah tersebut ditemukan pada lokasi yang berbeda dengan terpaut jarak 50 meter. Dugaan sementara kematian disebabkan oleh arus listrik. Pada lokasi penemuan gajah ditemukan adanya pagar listrik dengan tinggi sekitar 1,5 meter.
Kemudian besoknya, Kamis (2/1) petugas BKSDA Aceh kembali melakukan pencarian di desa yang sama dan mendatangi enam titik lokasi lain. Ditemukan tiga ekor gajah mati yang juga sudah tinggal tulang belulang. Kematian gajah-gajah tersebut diduga terkena arus listrik. Di sekitar lokasi penemuan tulang belulang gajah ada pagar listrik yang dipasang untuk melindungi perkebunan sawit masyarakat.
"Ada lima ekor gajah dari fisik tengkorak dan rahang. Empat tengkorak dan rahang ditemukan di lapangan serta tulang belulang lainnya. Tapi yang meyakini kami lima ekor itu tadi tengkorak kepala ada empat dan satu rahang. Diduga sementara karena listrik dari pagar-pagar listrik yang ada di lokasi dinaba gajah tersebut ditemukan mati," kata Agus kepada VOA, Kamis malam (2/1).
Lanjut Agus, saat ini kepolisian dari Polres Aceh Jaya masih menelusuri dan mencari tahu pasti kematian gajah Sumatra tersebut. Barang bukti berupa tulang belulang gajah juga turut dibawa pihak kepolisian.
"Itu (indikasi dibunuh) masih diproses oleh pihak Polres Aceh Jaya. Itu perkebunan masyarakat tapi lebih jauh pihak kepolisian yang akan menelusurinya," ucapnya.
Atas kematian lima satwa langka dan dilindungi itu, BKSDA Aceh mengimbau kepada masyarakat untuk menjaga kelestarian alam khususnya gajah Sumatra dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa liar. BKSDA Aceh juga berharap agar masyarakat tidak lagi menggunakan pagar listrik yang bertegangan tinggi untuk melindungi kebunnya. Bukan efek kejut yang ditimbulkan namun bisa membahayakan satwa liar dan juga manusia.
Sementara itu Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI) Aceh, Muhammad Nur mengatakan saat ini masyarakat di wilayah yang kerap dilintasi gajah Sumatra telah menganggap satwa tersebut sebagai hama. Terbukti banyaknya ditemukan pagar listrik untuk melindungi kebun milik masyarakat.
"Pagar listrik itu dipasang pada jalur pelintasan gajah. Itu tempat hidupnya gajah yang memang jalurnya satwa liar tersebut. Artinya warga sudah melihat gajah itu sebagai hama, tidak lagi satwa dilindungi. Ini kondisi yang cukup berbahaya," katanya ketika dihubungi VOA.
WALHI Aceh menilai kematian lima ekor gajah Sumatra di Kabupaten Aceh Jaya merupakan kejadian luar biasa, karena daerah tersebut tidak termasuk wilayah dimana kerap terjadi konflik antara gajah dengan manusia. WALHI Aceh menduga ada yang dengan sengaja membunuh gajah-gajah tersebut. Kata Nur, bukti lain menurut kepolisian tidak ditemukan gading pada saat penemuan tulang belulang lima gajah tersebut.
Your browser doesn’t support HTML5
"Artinya gading itu bisa saja bukan target utama tapi karena satwa itu mengganggu perkebunan sehingga dibunuh denganlistrik. Kami duga ada bisnis gading gajah yang tersembunyi dan terselubung. Pada akhirnya tahu juga publik bahwa di sana ada banyak gajah. Sehari-hari gajah ke Kabupaten Bener Meriah mencari makan tapi hidup populasinya itu di Aceh Jaya," jelas Nur.
Berdasarkan International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) Red List of Threatened Species, gajah yang hanya ditemukan di Pulau Sumatra ini berstatus Critically Endangered atau spesies yang terancam kritis, berisiko tinggi untuk punah di alam liar. [aa/ii]