Logistik, Beban Berat Ekspor-Impor Sepanjang Pandemi 

  • Nurhadi Sucahyo

Seorang pria berjalan menuju tumpukan kontainer saat banjir rob di Pelabuhan Sunda Kelapa, Jakarta, 7 Desember 2021. (AP Photo/Tatan Shuflana)

Di tengah nilai ekspor yang terus naik, pelaku bisnis dihadapkan pada persoalan pengiriman yang tak kunjung teratasi sejak lebih setahun yang lalu. Pemerintah menjanjikan jalan keluar, dan asosiasi berharap mampu bekerja sama lebih baik untuk mencari terobosan.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menyebut, ada empat tantangan di sektor yang dipimpinnya saat ini. Salah satu yang cukup dominan adalah persoalan logistik. Pasar dunia cukup bergairah menyerap produk Indonesia, tetapi di sisi lain ada masalah pengiriman yang belum dapat diselesaikan.

“Memang masalah logistik ini masih menghantui kita di tahun 2022. Meskipun sudah terlihat konjesti (penyumbatan-red) itu tidak separah dari kuartal kedua dan kuartal ketiga 2021. Mudah-mudahan pada 2022 ini, penyumbatan ini bisa kita selesaikan dengan baik. Dunia bisa selesaikan dengan baik,” kata Lutfi, dalam konferensi pers, Selasa (18/1).

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi. (VOA)

Lutfi juga memastikan, Indonesia kini dikenal sebagai negara produsen barang dengan daya tahan yang baik. Setidaknya itu terbukti dengan pintu perdagangan yang selalu terbuka sepanjang pandemi COVID-19. Karena itulah, banyak negara tetap mengirim pesanan produk yang mereka butuhkan ke Indonesia.

Saat ini sedang terjadi supercycle atau periode lonjakan permintaan untuk beragam komoditas di seluruh dunia. Kondisi ini membuat harga produk cukup bagus.

“Karena supercycle ekonomi ini, salah satu penyebabnya adalah banyaknya uang di market, menyebabkan pertumbuhan yang luar biasa. Di Amerika Serikat inflasinya sudah mendekati enam persen, dan sekarang ini Presiden Biden dalam posisi sangat sulit karena inflasi tinggi, tetapi barang-barang tidak ada karena masalah logistik,” lanjut Lutfi.

Tantang ekonomi kedua, adalah program pengurangan pembelian aset atau tapering di Amerika Serikat. Program ini akan menjadi masalah, tidak hanya bagi Indonesia saja tetapi juga banyak negara di dunia.

“Presiden Xi Jinping baru saja membuat statement, jangan sampai dunia men-taper perekonomian. Karena men-taper ekonomi, sama juga dengan menyakitkan perekonomian dunia,” tambah Mendag.

16 juta dosis vaksin buatan Sinovac diangkut oleh pesawat Garuda Indonesia dari China. (Foto: Biro Setpres)

Masalah ketiga yang harus dihadapi ke depan adalah krisis energi. Jika harga energi terus tinggi, ujar Lutfi, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan akan tertekan. Sedangkan masalah terakhir, adalah COVID-19 itu sendiri.

“Kalau yang keempat ini kita bisa strategikan, maka kita akan bisa selamat dalam menjaga momentum kita ke depan,” ujarnya lagi.

Kadin Upayakan Solusi

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Arsjad Rasjid menyebut, perlu rencana jangka pendek, menengah dan panjang untuk mengatasi persoalan logistik.

Ketua Umum KADIN, Arsjad Rasjid. (VOA)

“Memang kita lagi mencari jalan bersama dengan Kementerian Perdagangan, Perhubungan dan teman-teman asosiasi. Bagaimana untuk memastikan ini, karena ekspor tadi kuncinya juga adalah mengenai logistik,” kata Arsjad.

Konsep yang disebut Arsjad sebagai jalan keluar adalah semangat Indonesia incorporated. Contohnya, pengusaha saat ini tidak bisa lagi melakukan analisa berdasar setiap kontainer yang keluar-masuk. Akan lebih baik, jika ada kesepakatan bersama terkait ekspor.

“Supaya cost of logistic-nya bisa lebih rendah. Jadi ada hal-hal yang bisa kita berkompetisi, ada hal dimana kita bisa bersama-sama supaya menurunkan biaya logistik ini. Supaya ekspornya bisa berlanjut,” tandasnya.

Kadin juga mendorong pelaku usaha kecil atau UMKM untuk meningkatkan ekspor. Pameran bersama akan digenjot, begitu pula rencana pembangunan gudang Indonesia, di negara-negara yang memungkinkan. Seluruh pelaku ekspor dapat memanfaatkan fasilitas ini untuk meningkatkan bisnis mereka.

“Jadi, itu mungkin juga bisa membantu dari konteks ekspornya. Dan memang kendala-kendala paling utama adalah logistik dan pekerjaan rumah bersama yang sedang kita selesaikan,” tambah Arsjad.

Proses Pelabuhan Tak Jelas

Guru Besar Ekonomi, Universitas Indonesia, Muhammad Ikhsan memaparkan, logistik sejak lama memang menjadi masalah bagi ekspor-impor Indonesia. Penelitian yang pernah dilakukan Bank Dunia, kata Ikhsan, menunjukkan bahwa salah satu penyebab biaya logistik Indonesiatinggi, adalah kepercayaan terhadap infrastruktur.

“Karena infrastrukturnya di pelabuhan itu enggak jelas. Bisa sehari, bisa 30 hari, bisa empat hari. Enggak ada yang tahu,” ujarnya dalam acara yang sama.

Guru Besar Ekonomi Universitas Indonesia, Muhammad Ikhsan. (VOA)

Kondisi ini misalnya membuat importir terpaksa memasukkan barang dalam jumlah yang tidak optimal, untuk berjaga-jaga agar pasokan mereka tidak terganggu.

Perbaikan yang dilakukan pemerintah, khususnya di BUMN pengelola pelabuhan, dinilai Ikhsan bisa memperkuat kepercayaan pelaku bisnis terhadap kinerja pelabuhan itu sendiri.

“Tentunya akan punya impact ke pengusaha. Jadi enggak perlu menumpuk stok terlalu banyak atau mengimpor stok terlalu banyak. Karena pelabuhannya sudah bisa diandalkan, maka impornya dalam jumlah yang optimal,” tambah Ikhsan.

Solusi Lewat Kargo Udara

Pemerintah daerah mengambil jalan keluar terkait persoalan logistik kapal ini, dengan pemanfaatan kargo udara. Pada Kamis (13/1) lalu misalnya, untuk pertama kalinya, produk-produk UMKM Jawa Tengah dikirim melalui kargo Garuda Indonesia. Penerbangan pertama melalui Bandara Ahmad Yani, Semarang, itu mengangkut 6,3 ton produk perikanan dan album foto ke Singapura.

“Kami mencarikan produk yang akan dikirim untuk ekspor. Perdana ini ke Singapura. Kita buka peluang dengan visibilitas bisnis yang ada seperti Tiongkok, Jepang, dan lainnya,” kata Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dalam rilis Pemda.

Pejabat Kedutaan Besar China di Indonesia memeriksa paket bantuan China di Bandara Internasional Jakarta, 27 Maret 2020.

Menurut catatan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Jawa Tengah, nilai ekspor perdana melalui kargo udara kali ini Rp 250 juta. Sementara neraca ekspor nonmigas produk Jateng ke Singapura hingga Oktober 2021 mencapai 72 juta dollar Amerika Serikat. Jika dibandingkan periode sama tahun lalu, terjadi pertumbuhan 20 persen mesi di tengah situasi pandemi.

“Produk unggulan ke Singapura adalah furniture, garmen. Ada juga potensi ekspor ke Singapura adalah alas kaki, barang dari kulit. Secara keseluruhan ekspor untuk alas kaki tumbuhnya bagus. Demikian pula dari kulit,” kata Kepala Dinas Indag Jawa Tengah, Muhammad Arif Sambodo. [ns/ab]