Penjualan mobil di India naik empat kali lipat, namun tidak diikuti dengan pembangunan dan peningkatan kualitas jalan raya.
Bahkan di tengah situasi ekonomi yang mendingin, penjualan mobil di India diperkirakan terus melonjak, membuat pemerintah menghadapi tantangan besar untuk membuat jaringan jalan yang sudah kuno lebih modern.
Pergeseran ke arah kepemilikan kendaraan di negara berpenduduk 1,2 miliar tersebut telah mencapai titik balik, didorong peningkatan jumlah masyarakat urban, kelas atas dan pembeli untuk pertama kalinya, menurut firma riset global LMC Automotive.
Jutaan orang “melewati batas kemakmuran ke posisi dimana mereka mampu membeli mobil,” ujar Pete Kelly, direktur pelaksana LMC Automotive di Inggris. Ia menambahkan bahwa “variasi jangka pendek dalam pertumbuhan ekonomi sepertinya tidak akan menghalangi [fenomena ini].”
LMC memproyeksikan penjualan kendaraan ringan – mobil, kendaraan utilitas sport dan truk ringan – akan naik empat kali lipat menjadi 11 juta unit pada 2020 dari 2,7 juta pada 2010, dalam makalah yang dipresentasikan pada konferensi otomotif di New Delhi pada September.
Prediksi lonjakan penjualan tersebut seiring investasi besar oleh produsen mobil global di India, mencapai miliaran dolar untuk mendirikan pabrik karena mereka ingin mengkompensasi pasar di Barat yang telah jenuh.
“Fundamentalnya ada di sini, potensialnya ada sini, jadi kami harus ke sini,” ujar John Chacko, direktur untuk kantor perwakilan Volkswagen Group dari Jerman di India, dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AFP.
Saat ini, 11 dari 1.000 orang India memiliki mobil, dibandingkan dengan lebih dari 500 per 1.000 orang di Amerika Serikat, menurut Masyarakat Produsen Mobil India.
“Membeli mobil tidak saja untuk transportasi, tapi juga sebagai simbol status – untuk memperlihatkan kepada para tetangga bahwa Anda telah memasuki masyarakat yang mengendarai mobil. Ini pertanda Anda sudah ‘sampai’,” ujar Buvneesh Bedi, eksekutif penjualan di sebuah ruang pamer mobil Jepang.
Namun peningkatan jumlah mobil mendatangkan masalah besar bagi India, yang kurang memiliki jalan modern dan jaringan jalan layang, serta polusi udara yang sudah sangat tinggi di beberapa kota.
Kereta lembu, sapi, sepeda dan becak seringkali berebutan tempat dengan mobil dan truk di jalan-jalan yang berlubang dan jalan layang di India.
Kekacauan lalu lintas telah membuat jalanan di India salah satu yang paling berbahaya di dunia. Sekitar 135.000 orang tewas pada 2010 dalam kecelakaan lalu lintas, dan 527.500 terluka, menurut data terakhir dari pemerintah.
“Kota-kota di India tidak pernah dibangun untuk dapat mengakomodasi sejumlah besar mobil,” ujar Sarbojit Pal dari Lembaga Energi dan Sumber Daya di India.
“Yang diperlukan adalah lebih banyak perencanaan dan investasi dari pemerintah dan pemain swasta.”
Namun kemampuan India untuk mengatasi tantangan-tantangan ini diragukan.
Pemerintah memasang target pada 2009 untuk membangun 12 kilometer jalan layang setiap hari, namun komite di parlemen pada Maret menyebut tujuan tersebut “mimpi yang kejauhan” dengan kecepatan konstruksi hanya 10 kilometer.
“Otoritas Jalan Layang Nasional bukan dalam posisi untuk menyelesaikan proyek apapun dalam periode yang telah dijadwalkan, meskipun pembiayaan bukan masalah. Lembaga ini menambahkan proyek demi proyek tanpa mencapai target-target,” ujar komite tersebut.
Bulan lalu, India membuka jalan layang enam jalur sepanjang 165 kilometer yang memotong setengah waktu perjalanan antara New Delhi dan Agra, tempat monumen cinta Taj Mahal berada. Proyek tersebut memerlukan sembilan tahun sampai selesai.
Pemerintah bertujuan menghabiskan hampir US$1 triliun untuk meningkatkan mutu jalanan, bandar udara dan infrastruktur lainnya di India dalam lima tahun ke depan.
Salah satu prioritas pertama adalah pembuatan lebih banyak transportasi publik, ujar Anumita
Roychowdhury, direktur eksekutif Pusat Sains dan Lingkungan di India.
“Bahkan jika orang membeli mobil, mereka memerlukan opsi-opsi lain untuk memakainya,” ujar Anumita.
“Jika tidak, pertumbuhan mobil tidak akan berkelanjutan dari aspek kesehatan, tingkat polusi, asap lalu lintas dan kualitas hidup. Kemacetan di jalanan akan tidak tertahankan.”
Bahkan dengan kekhawatiran akan “defisit infrastruktur” di India, pembeli mobil sepertinya tidak akan goyah karena jalanan yang buruk di waktu yang akan datang, ujar Roychowdhury.
“Kita ada dalam fase tinggal landas,” ujarnya.
Sunil Kumar, 24, merupakan pembeli pertama mobil yang tipikal.
Bekerja sebagai manajer hubungan nasabah dan akan menikah, Kumar mengatakan bahwa ia akhirnya mampu menukar sepeda motornya untuk sebuah mobil kecil – segmen yang paling laris di India, mencapai 70 persen dari pasar.
“Rasanya senang sekali dapat membeli mobil,” ujarnya sambil memegang setir mobil baru yang mengilap di sebuah ruang pamer mobil di Delhi. (AFP/Penny MacRae)
Pergeseran ke arah kepemilikan kendaraan di negara berpenduduk 1,2 miliar tersebut telah mencapai titik balik, didorong peningkatan jumlah masyarakat urban, kelas atas dan pembeli untuk pertama kalinya, menurut firma riset global LMC Automotive.
Jutaan orang “melewati batas kemakmuran ke posisi dimana mereka mampu membeli mobil,” ujar Pete Kelly, direktur pelaksana LMC Automotive di Inggris. Ia menambahkan bahwa “variasi jangka pendek dalam pertumbuhan ekonomi sepertinya tidak akan menghalangi [fenomena ini].”
LMC memproyeksikan penjualan kendaraan ringan – mobil, kendaraan utilitas sport dan truk ringan – akan naik empat kali lipat menjadi 11 juta unit pada 2020 dari 2,7 juta pada 2010, dalam makalah yang dipresentasikan pada konferensi otomotif di New Delhi pada September.
Prediksi lonjakan penjualan tersebut seiring investasi besar oleh produsen mobil global di India, mencapai miliaran dolar untuk mendirikan pabrik karena mereka ingin mengkompensasi pasar di Barat yang telah jenuh.
“Fundamentalnya ada di sini, potensialnya ada sini, jadi kami harus ke sini,” ujar John Chacko, direktur untuk kantor perwakilan Volkswagen Group dari Jerman di India, dalam sebuah wawancara dengan kantor berita AFP.
Saat ini, 11 dari 1.000 orang India memiliki mobil, dibandingkan dengan lebih dari 500 per 1.000 orang di Amerika Serikat, menurut Masyarakat Produsen Mobil India.
“Membeli mobil tidak saja untuk transportasi, tapi juga sebagai simbol status – untuk memperlihatkan kepada para tetangga bahwa Anda telah memasuki masyarakat yang mengendarai mobil. Ini pertanda Anda sudah ‘sampai’,” ujar Buvneesh Bedi, eksekutif penjualan di sebuah ruang pamer mobil Jepang.
Namun peningkatan jumlah mobil mendatangkan masalah besar bagi India, yang kurang memiliki jalan modern dan jaringan jalan layang, serta polusi udara yang sudah sangat tinggi di beberapa kota.
Kereta lembu, sapi, sepeda dan becak seringkali berebutan tempat dengan mobil dan truk di jalan-jalan yang berlubang dan jalan layang di India.
Kekacauan lalu lintas telah membuat jalanan di India salah satu yang paling berbahaya di dunia. Sekitar 135.000 orang tewas pada 2010 dalam kecelakaan lalu lintas, dan 527.500 terluka, menurut data terakhir dari pemerintah.
“Kota-kota di India tidak pernah dibangun untuk dapat mengakomodasi sejumlah besar mobil,” ujar Sarbojit Pal dari Lembaga Energi dan Sumber Daya di India.
“Yang diperlukan adalah lebih banyak perencanaan dan investasi dari pemerintah dan pemain swasta.”
Namun kemampuan India untuk mengatasi tantangan-tantangan ini diragukan.
Pemerintah memasang target pada 2009 untuk membangun 12 kilometer jalan layang setiap hari, namun komite di parlemen pada Maret menyebut tujuan tersebut “mimpi yang kejauhan” dengan kecepatan konstruksi hanya 10 kilometer.
“Otoritas Jalan Layang Nasional bukan dalam posisi untuk menyelesaikan proyek apapun dalam periode yang telah dijadwalkan, meskipun pembiayaan bukan masalah. Lembaga ini menambahkan proyek demi proyek tanpa mencapai target-target,” ujar komite tersebut.
Bulan lalu, India membuka jalan layang enam jalur sepanjang 165 kilometer yang memotong setengah waktu perjalanan antara New Delhi dan Agra, tempat monumen cinta Taj Mahal berada. Proyek tersebut memerlukan sembilan tahun sampai selesai.
Pemerintah bertujuan menghabiskan hampir US$1 triliun untuk meningkatkan mutu jalanan, bandar udara dan infrastruktur lainnya di India dalam lima tahun ke depan.
Salah satu prioritas pertama adalah pembuatan lebih banyak transportasi publik, ujar Anumita
Roychowdhury, direktur eksekutif Pusat Sains dan Lingkungan di India.
“Bahkan jika orang membeli mobil, mereka memerlukan opsi-opsi lain untuk memakainya,” ujar Anumita.
“Jika tidak, pertumbuhan mobil tidak akan berkelanjutan dari aspek kesehatan, tingkat polusi, asap lalu lintas dan kualitas hidup. Kemacetan di jalanan akan tidak tertahankan.”
Bahkan dengan kekhawatiran akan “defisit infrastruktur” di India, pembeli mobil sepertinya tidak akan goyah karena jalanan yang buruk di waktu yang akan datang, ujar Roychowdhury.
“Kita ada dalam fase tinggal landas,” ujarnya.
Sunil Kumar, 24, merupakan pembeli pertama mobil yang tipikal.
Bekerja sebagai manajer hubungan nasabah dan akan menikah, Kumar mengatakan bahwa ia akhirnya mampu menukar sepeda motornya untuk sebuah mobil kecil – segmen yang paling laris di India, mencapai 70 persen dari pasar.
“Rasanya senang sekali dapat membeli mobil,” ujarnya sambil memegang setir mobil baru yang mengilap di sebuah ruang pamer mobil di Delhi. (AFP/Penny MacRae)