Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan negara-negara kepulauan di Pasifik sangat berkepentingan terhadap Forum AIS. Banyak negara kecil di kawasan itu bisa hilang jika permukaan air laut naik akibat meningkatnya suhu Bumi karena krisis iklim.
Oleh sebab itu, lanjutnya, dalam pertemuan Forum AIS, Indonesia selalu berbagai pengalaman terbaik, seperti soal penanaman kembali tanaman bakau, penanganan terumbu karang, sampah laut, dan digitalisasi. Luhut mengklaim Indonesia bisa menjadi contoh bagi anggota Forum AIS.
BACA JUGA: Biden Janjikan Bantuan Iklim dan Infrastruktur kepada Negara-negara Kepulauan Pasifik"Kita juga ingin menularkan pengalaman dan pelajaran dari kita kepada negara-negara pulau yang pada umumnya negara-negara berkembang. (Negara-negara kepulauan di) Pasifik itu negara berkembang, Madagaskar negara berkembang, selatannya juga negara berkembang. Tidak ada yang negara maju seperti Inggris dan segala macam. Menurut saya, berbagi pengalaman itu tujuan utama kita," kata Luhut.
Terkait penanganan krisis iklim, Luhut menekankan pemerintah tidak akan membuat kebijakan yang akan menghancurkan generasi mendatang. Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam dan Indonesia termasuk salah satu negara yang berhasil menurunkan jumlah sampah plastik di laut hingga 39 persen.
Dia menambahkan pemerintah juga akan membuat sebelas zona penangkapan ikan di laut dan menentukan musim penangkapan untuk menjaga kelestarian sumber daya ikan.
Pelaksana tugas Staf Ahli Bidang Ekonomi, Sosial, dan Budaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Hendra Yusran Siry menjelaskan sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki lebih dari 17 ribu pulau dan dua pertiga wilayahnya adalah lautan dengan garis pantai terpanjang kedua di dunia.
Indonesia juga salah satu negara yang paling banyak memproses sampah di darat, sehingga mengurangi jumlah sampah ke laut. Indonesia juga berhasil menanam bakau di lahan seluas 600 ribu hektare tahun depan dan menurunkan laju deforestasi.
Menurutnya, Indonesia memiliki potensi untuk menghasilkan energi listrik secara ramah lingkungan sebesar 3.600 gigawatt, termasuk panel surya. Indonesia sedang memfinalisasi proyek energi terbarukan sebesar 62 gigawatt dengan Uni Emirat Arab.
Dari 17 ribu pulau yang ada di Indonesia, hampir 80 persennya adalah pulau-pulau kecil (luasnya kurang dari 200 kilometer persegi versi Perserikatan Bangsa-Bangsa). Indonesia juga merupakan daerah pertemuan dua arus penting, yakni Samudera Hindia dan Samudera Pasifik sehingga menjadikan wilayah laut Indonesia sebagai pusat keanekaragaman hayati.
BACA JUGA: Senator Hawaii Dukung Energi Terbarukan untuk Pulau-pulau Kecil di IndonesiaHendra menambahkan tantangannya saat ini adalah bagaimana mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam tersebut. Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki lima kebijakan ekonomi ramah lingkungan di antaranya bagaimana Indonesia melakukan konservasi hingga mencapai 30 persen dari luas perairan Indonesia.
"Saat ini kita baru (melakukan konservasi wilayah perairan Indonesia seluas) 28,9 juta hektare. Targetnya nanti di 2030 (seluas) 32,5 juta hektare dan di 2045 sampai 30 persen dari wilayah perairan kita atau 92,7 juta (hektare). Kedua, bagaimana penangkapan ikan ini dilakukan secara terukur dan berbasis kuota," ujar Hendra.
Karena itu, lanjutnya, jumlah ikan yang boleh ditangkap maksimum 80 persen dari sumber daya ikan yang tersedia.
Menurut pengamat lingkungan sekaligus CEO Landscape Indonesia Agus Sari, jika Indonesia ingin menjadi pemimpin di Forum AIS, Indonesia harus lebih dulu melakukan akuntabilitas. Dia mengatakan tantangan bagi kelautan di Indonesia banyak sekali.
Dia menambahkan sumber daya laut Indonesia luas biasa, jumlah keanekaragaman hayati di perairan Indonesia nomor satu di dunia.
"Tapi tantangannya juga besar. Pertama adalah perubahan biofisiknya. Kelautan Indonesia itu kadang sengaja dirusak, ada pertambangan ilegal dan sebagainya. Kedua, ada perubahan-perubahan biofisik akibat perubahan iklim. Laut yang makin panas temperaturnya, tingkat keasaman makin tinggi akan membuat ikan-ikan itu pindah dari Indonesia," tutur Agus.
Your browser doesn’t support HTML5
Dia menyebutkan tantangan lainnya ialah sampah plastik dan sampah lainnya yang membanjiri lautan yang luar biasa di mana Indonesia pernah menjadi penghasil sampah laut nomor dua terbesar di dunia. Agus juga menyinggung tentang adanya pelanggaran hukum, pencurian ikan, dan sebagainya.
Tantangan terakhir, tambahnya, adalah soal infrastruktur, bagaimana ekonomi ramah lingkungan ini bisa terselenggara dan terfasilitasi dari hulu sampai hilir. Ekosistem pengembangan ekonomi biru atau ramah lingkungan belum lengkap. Jika ada efisiensi dalam pengelolaan sumber daya ikan, maka itu akan meningkatkan produktivitas dan harga.
Agus menekankan penegakan hukum harus dilakukan untuk mencegah dan menindak pencurian ikan. Hal ini dilakukan dengan kerja sama antara aparat keamanan dengan masyarakat lokal. [fw/lt]