Luhut: Indonesia Tidak Perlu Latah Berlakukan Segera Transisi Pandemi ke Endemi

Dua pria mengenakan masker berjalan melewati mural bertema virus corona di Medan, Sumatera Utara, Kamis, 17 Februari 2022. (AP/Binsar Bakkara)

Dalam upaya melakukan transisi dari pandemi ke endemi, beberapa negara di Eropa dan Asia mulai melonggarkan pengetatan. Bagaimana dengan Indonesia?

Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan angkat bicara menyusul keputusan beberapa negara yang sudah mulai melakukan transisi dari pandemi ke endemi dengan melakukan berbagai pelonggaran seperti meniadakan karantina bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN) dan menghapuskan kewajiban untuk memakai masker.

Luhut menegaskan bahwa Indonesia tidak perlu mengikuti kebijakan negara-negara tersebut secara langsung dan cepat karena situasi dan kondisi masing-masing negara berbeda.

“Meskipun beberapa negara lain sudah mulai memberlakukan kebijakan pelonggaran untuk transisi ke endemi seperti Inggris dan Denmark hingga Singapura, namun kita tidaklah perlu latah, ikut-ikutan seperti negara tersebut,” ungkap Luhut dalam telekonferensi pers usai Ratas PPKM di Jakarta, Senin (21/2).

Ia menegaskan bahwa transisi dari pandemi menuju endemi di Indonesia akan dilaksanakan secara bertahap, bertingkat dan berlanjut berdasarkan data, indikator kesehatan dan ekonomi.

Sampai detik ini, ujarnya kasus COVID-19 masih terus naik. Untuk di Jawa dan Bali setidaknya ada beberapa daerah yang masih bertahan di level 3 Pemberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), yakni Solo Raya, Semarang Raya, Bali, Jogjakarta, Bandung Raya, Surabaya, dan Malang Raya.

Menko Marves Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan Indonesia tidak akan latah memberlakukan transisi pandemi ke endemi dengan segera seperti negara-negara lain (VOA).

“Penggenaan assestment level di masing-masing daerah ini, disebabkan oleh tingkat rawat inap rumah sakit yang meningkat. Dengan data-data tersebut maka saya meminta kembali masyarakat untuk tidak perlu panik. Yang perlu dilakukan hari ini adalah terus menjaga pola hidup sehat, memastikan sudah divaksin, dan menaati prokes,” tuturnya.

Kelompok Rawan

Dalam kesempatan ini, Luhut juga melaporkan bahwa dari 2.484 pasien yang meninggal sejak omicron terdeteksi di Indonesia, 73 persen diantaranya belum mendapatkan vaksinasi dosis lengkap, 53 persen tergolong lansia, dan 46 persen mempunyai penyakit penyerta atau kumorbid.

Adapun kumorbid terbanyak dalam kasus COVID-19 adalah diabetes melitus. Maka dari itu, untuk mencegah agar tingkat kematian pada pasien corona yang memiliki kumorbid meluas, pihak Kemenkes dengan BPJS Kesehatan akan membangun interkoneksi data. Dengan strategi ini, menurutnya, pasien kumorbid yang terkena COVID-19 akan cepat ditangani dan diselamatkan.

Warga berdiri di bawah spanduk yang mengingatkan warga untuk memakai masker dan tips lainnya dalam mencegah penyebaran COVID-19 saat antre membeli minyak goreng di Bandung,18 Februari 2022. (TIMUR MATAHARI / AFP)

“Oleh karena itu saya ingatkan, kepada teman-teman semuanya yang punya kumorbid khususnya diabetes melitus bila sampai kena, segera menuju rumah sakit , jangan tunggu sampai berlanjut, karena dari data kami menunjukkan rata-rata yang meninggal itu adalah teman-teman yang memiliki kumorbid khususnya diabetes melitus dan sudah terlambat datang ke rumah sakit, dan belum divaksin,” jelasnya.

Pergeseran Puncak Kasus Omicron

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan secara umum kasus COVID-19 di Indonesia masih terus meningkat. Ia menjelaskan ada 13 provinsi yang sudah mencapai puncak delta, yakni Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Papua, Sulawesi Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Barat, dan Sumatera Selatan. Namun, dari itu semua setidaknya lima provinsi yaini DKI Jakarta, Bali, Banten, Maluku dan NTB sudah menunjukan indikasi melandainya kurva kasus.

Dengan begitu, Budi mengamati bahwa sedang terjadi pergeseran puncak kasus omicron dari Jawa dan Bali ke luar daerah.

“Kami juga sudah melihat karena proporsinya Jawa dan Bali sudah menurun, sehingga di luar Jawa, Bali naik sehingga perbandingannya 97 persen Jawa, Bali, 3 persen luar Jawa, Bali. Sekarang sudah menjadi 72 persen dan 28 persen sehingga akan terjadi pergeseran ke sana,” ungkap Budi.

Menkes Budi Gunadi Sadikin melaporkan terdapat pergeseran puncak kasus Omicron dari Jawa dan Bali ke Luar daerah (VOA)

Meskipun di Jawa dan Bali kasus sudah mulai melandai, namun puncak kasus kematian diperkirakan akan terjadi dua pekan setelahnya, sama halnya dengan yang terjadi di negara-negara lain.

Di sisi lain, pemerintah pun akan terus menggenjot vaksinasi COVID-19 terutama bagi kelompok rawan, karena pasien yang meninggal paling banyak dilaporkan berasal dari kelompok rawan utamanya yang belum mendapatkan vaksinasi sama sekali dan vaksinasi lengkap, lansia, dan kumorbid.

Jumlah provinsi yang baru mencapai 70 persen vaksinasi lengkap dilaporkan Budi masih sangat sedikit sekali.

Your browser doesn’t support HTML5

Luhut: Indonesia Tidak Perlu Latah Berlakukan Segera Transisi Pandemi ke Endemi

“Indonesia sudah mencapai angka 189 juta itu artinya adalah 70 persen dari populasi sudah mendapatkan vaksinasi dosis pertama. Sekarang kita harus mengejar agar dosis keduanya bisa naik segera mencapai angka tersebut, agar kita bisa lengkap 70 persen dari populasi mendapatkan vaksinasi dua dosis,” tuturnya.

Indonesia Kapan?

Ahli Epidemiologi dari Universitas Griffith Australia Dicky Budiman mengatakan sebenarnya Indonesia sudah memiliki modal untuk melakukan transisi dari pandemi menuju endemi dengan cakupan vaksinasi yang saat ini terus dilakukan, sehingga menurutnya Indonesia sudah ada dalam koridor yang tepat menuju pemulihan pasca pandemi.

“Jadi saya melihat kita masih on track ke arah pemulihan, dan ini jangan sampai terganggu dan terdistraksi oleh adanya deklarasi itu, karena kalau kita ikut-ikutan itu merugikan kita, akan merusak skema kita. Dan path-nya sudah benar, kalau kita abai, longgar itu akan menimbulkan korban,”ungkapnya kepada VOA.

BACA JUGA: Kapan Pandemi akan Berakhir?

Menurutnya langkah beberapa negara dengan mendeklarasikan sudah bebas pandemi merupakan langkah yang salah. Pasalnya, penentuan status pandemi tetap berada di tangan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Dicky menekankan Indonesia yang saat ini memegang presidensi G20 harus meningatkan kepada dunia, bahwa untuk keluar dari situasi pandemi tidak bisa dengan pendeklarasian segilintir negara, tapi harus bersama-sama. Maka dari itu diperlukan kerja sama yang kuat dari sisi global, regional dan lokal. Apalagi, faktanya bahwa virus COVID-19 ini terus bersirkulasi dan tidak sekalipun melemah untuk saat ini.

“Ini yang harus menjadi pelajaran, karena memang belum siap apalagi kita sebagai negara yang secara kemampuan 3T belum memadai, dan vaksinasi juga belum seperti mereka, ya jangan seperti itu. Tapi setidaknya kita punya prinsip biar lambat asal selamat, tanpa ada banyak korban, dan arahnya pasti ke arah akhir pandemi yang bisa kita capai setidaknya di akhir tahun ini,” pungkasnya. [gi/ab]