Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) meyakini investor China tidak akan membawa pekerja mereka dalam jumlah massal ke Indonesia.
Luhut menyampaikan hal tersebut untuk mengomentari hasil temuan Peneliti Pusat Riset Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Triyono baru-baru ini. Dalam temuannya, ia mengatakan pekerja asing China mendominasi jumlah pekerja asing di Tanah Air yang mencapai 59.320 orang atau sebesar 44,49 persen dari total pekerja asing. Padahal investasi China pada 2022 hanya $8,22 miliar, lebih rendah dari Singapura sebesar $13,28 miliar yang menempatkan 1.811 orang atau 1,35 persen. Selain itu, ditemukan pula kekhasan model investasi yang dijalankan China, yaitu diiringi pengiriman besar-besaran tenaga kerja.
"Saya tidak yakin bahwa China akan membawa beramai-ramai pegawainya ke mari. Mungkin dalam bidang-bidang konstruksi yang dianggap perlu cepat karena cost-nya turun, bisa saja terjadi. Anda bawa saja ke sini BRIN, ketemu saya," ujar Luhut menjawab pertanyaan VOA, Jumat (22/12/2023).
Untuk itu, ia meminta peneliti BRIN yang menyoroti jumlah tenaga kerja asal China, datang kepadanya untuk menyampaikan data atau temuan tersebut.
Namun, Kemenko Marves menegaskan jumlah pekerja China di proyek hilirisasi masih bisa dimaklumi karena hanya berkisar 10 persen. Luhut juga menyampaikan perusahaan-perusahaan China merupakan perusahaan yang efisien karena itu mereka akan membayar gaji yang lebih mahal ketika membawa tenaga kerja China ke luar negeri.
Pemerintah sendiri, kata Luhut, juga akan melakukan pengembangan sumber daya manusia dan transfer teknologi. Salah satunya dengan mendorong pekerja lokal untuk mengambil pendidikan yang lebih tinggi agar mendapatkan gaji berkali-kali lipat setelah lulus.
Sebelumnya, Triyono mengatakan pengiriman besar-besaran tenaga kerja China ke Indonesia dapat menimbulkan gejolak di dalam pasar tenaga kerja setempat. Apalagi, pekerja setempat sering kesulitan mendapatkan pekerjaan dalam proyek investasi China. Selain itu, BRIN juga menemukan terjadinya kesenjangan upah antara pekerja China yang lebih besar 13 kali lipat dibandingkan pekerja lokal.
Triyono mengatakan sebaran tenaga kerja China di Indonesia sebagian besar berada di wilayah yang memiliki sumber daya alam yang besar terutama nikel. Hal ini bisa dimengerti mengingat investasi yang disasar China adalah industri logam. Karena itu, menurut data Kementerian Ketenagakerjaan, empat provinsi dengan konsentrasi pekerja China tinggi adalah di Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Tenggara.
Tegakkan Aturan
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengkritisi regulasi Undang-Undang Cipta Kerja yang menimbulkan potensi pelanggaran ketenagakerjaan bagi pekerja asing yang masuk Indonesia. Penyebabnya, kata dia, UU ini memungkinkan bagi pekerja asing dapat masuk Indonesia, baru kemudian mengurus Kartu Izin Tinggal Terbatas (KITAS) atau Kartu Izin Tinggal Tetap (KITAP). Akibatnya, pekerja asing kategori kasar seperti asal China bisa masuk ke Indonesia.
Padahal, kata dia, pekerja asing yang bisa masuk Indonesia seharusnya memiliki keterampilan tinggi dan diwajibkan mentransfer pekerjaan dan pengetahuan kepada pekerja lokal.
"Penyebab utama pembiaran adalah omnibus law. Dulu UU Ketenagakerjaan 2013, seluruh TKA yang memiliki keterampilan, kalau tidak terampil tidak boleh, yang masuk Indonesia harus memiliki KITAP dan KITAS, tertulis Menaker baru bisa masuk. Kalau omnibus law, masuk dulu sambil kerja baru urus KITAP dan KITAS," ujar Said Iqbal kepada VOA, Minggu (24/12/2023).
BACA JUGA: Survei BRIN: Rivalitas AS dan China Menguntungkan IndonesiaIqbal menambahkan hasil pemantauan lembaganya juga menunjukkan upah pekerja lokal jauh lebih rendah dibandingkan upah pekerja China. Menurutnya, temuan tersebut tidak jauh berbeda dengan temuan BRIN soal kesenjangan upah.
Selain itu, Dinas Ketenagakerjaan setempat kesulitan melakukan pengawasan terhadap perusahaan-perusahaan China di berbagai daerah. Kata dia, perusahaan China kerap beralasan pengawasan tersebut menjadi ranah kementerian atau pemerintah pusat. Akibatnya, pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan tidak dapat ditindaklanjuti Dinas Ketenagakerjaan setempat.
"Jadi penelitian BRIN mengonfirmasi temuan-temuan Litbang Partai Buruh dan kSPI. Kami setuju dengan BRIN. Jadi bukan datang ke kantor Pak Luhut, tapi Pak Luhut diajak langsung ke lokasi ketemu karyawan anggota KSPI bersama BRIN," tambahnya.
Iqbal menyarankan pemerintah pusat agar memberdayakan Dinas Ketenagakerjaan setempat untuk menegakkan aturan atas pelanggaran-pelanggaran ketenagakerjaan. Termasuk tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang mengancam pekerja di perusahaan-perusahaan China.
Selain itu, ia meminta pemerintah memastikan agar perusahaan China memberikan upah yang sama kepada pekerja lokal dan pekerja asing China yang memiliki jenis pekerjaan yang sama. [sm/ah]