Penyebab kematian tiga harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae) di Desa Ie Buboh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan, Aceh, akhirnya diketahui. Kepala BKSDA Aceh, Agus Aryanto, mengatakan tiga harimau Sumatera itu mati karena mengalami infeksi akibat luka terkena jerat. Hal tersebut diketahui usai BKSDA Aceh melakukan nekropsi terhadap tiga bangkai harimau itu.
"Tiga harimau itu dugaan sementara mati akibat infeksi luka jerat," katanya kepada VOA, Kamis (26/8).
Agus menuturkan tiga harimau Sumatera yang mati terkena jerat jenis kumparan kawat. Jenis itu diketahui berupa jerat lilitan bertumpuk dan dipasang secara melintang yang berjarak kurang lebih 10 meter.
"Mekanismenya kalau masuk satwa ke situ langsung terlilit. Semakin bergerak kian terikat kencang," ujarnya.
BACA JUGA: BKSDA Sumbar Lepasliarkan Harimau Sumatera ke Hutan Lindung Pasaman BaratKematian tiga harimau Sumatera itu berawal pada Selasa (24/8) sore. Saat itu Kepala Seksi Konservasi Wilayah II Subulussalam menerima laporan bahwa ada harimau Sumatera yang terjerat di Desa Ie Buboh, Kecamatan Meukek, Kabupaten Aceh Selatan.
Menindaklajuti laporan tersebut, tim medis dari BKSDA Aceh langsung bergerak menuju lokasi pada Selasa (24/8) malam. Kemudian, pada Rabu (25/8) pagi tim medis BKSDA Aceh menuju lokasi untuk melakukan penanganan harimau Sumatera yang terjerat.
Your browser doesn’t support HTML5
Namun, pada saat tim tiba ditemukan harimau Sumatera sudah dalam kondisi mati terjerat dengan jumlah sebanyak tiga ekor.
"Tiga harimau tersebut terdiri dari satu induk dan dua anakan," ujar Agus.
Kemudian pada Kamis (26/8), BKSDA Aceh bersama dengan tim inafis dari Polres Aceh Selatan, melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP) dan nekropsi terhadap bangkai tiga ekor harimau Sumatera itu. Berdasarkan hasil olah TKP, posisi ketiga individu harimau Sumatera yang mati terkena jerat ditemukan terpisah di dua titik lokasi.
"Satu titik induk beserta anakan. Lalu, anakan lainnya berjarak kurang lebih lima meter dari titik pertama. Usia kematian untuk harimau di titik pertama induk dan anakan kurang lebih (sudah) lima hari. Sedangkan, untuk yang anakan terpisah kematiannya kurang lebih (sudah) tiga hari," ungkap Agus.
Agus menjelaskan, kondisi tiga harimau Sumatera tersebut sudah mulai membusuk. Induk terjerat di bagian leher dan kaki belakang sebelah kiri. Lalu, satu ekor anakan berada di dekat induk, terdapat jeratan pada leher. Sementara, satu anakan lainnya dalam kondisi terjerat yang mengenai kaki kiri depan dan belakang.
"Untuk indukan berusia kurang lebih 10 tahun. Sedangkan, untuk dua anakan jantan dan betina usianya kurang lebih 10 bulan," jelasnya.
Tim medis BKSDA Aceh juga mengambil sampel isi saluran cerna untuk dilakukan uji laboratorium di Puslabfor Mabes Polri agar mengetahui apakah ada penyebab lain yang membuat tiga harimau Sumatera itu mati.
Menurut Agus, kasus harimau Sumatera terkena jerat di wilayah tersebut merupakan yang pertama kali. Selama ini masyarakat di sekitar kawasan itu telah diberikan sosialisasi agar tidak membunuh satwa liar, termasuk harimau. Namun, kasus kematian tiga harimau Sumatera akibat jerat menjadi hal yang sangat disayangkan.
"Bukan hanya BKSDA saja di wilayah itu ada juga pengelola Tapak Kawasan. Mereka juga sudah bersama-sama melakukan upaya sosialisasi. Ke depan mungkin kami akan lebih tingkatkan lagi bagaimana sosialisasi ke masyarakat sekitar kawasan untuk tidak menggunakan alat-alat jerat, racun, (jerat) listrik, yang dapat melukai bahkan membunuh satwa liar," tuturnya.
BKSDA Aceh mengimbau kepada seluruh masyarakat untuk bersama-sama menjaga kelestarian khususnya harimau Sumatera dengan cara tidak merusak hutan yang merupakan habitat berbagai jenis satwa. Lalu, tidak menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup ataupun mati.
Perburuan Harimau
Sementara itu, Kapolres Aceh Selatan, AKBP Ardanto Nugroho, mengatakan pihaknya belum menemukan indikasi adanya perburuan terhadap harimau Sumatera. Berdasarkan penyelidikan awal jerat yang dipasang oleh masyarakat sebenarnya untuk menjerat hama, seperti babi hutan. Pasalnya, masyarakat terusik dengan kehadiran babi hutan yang merusak lahan perkebunan warga.
"Kami analisis perdalam yang tentunya dari (keterangan) masyarakat sekitar sebenarnya jerat itu untuk menjerat babi hutan. Babi hutan di sana cukup banyak sehingga mereka melakukannya. Tindakan (itu) yang tentunya membahayakan keberlangsungan hidup satwa liar dan juga masyarakat," katanya kepada VOA, Jumat (27/8).
BACA JUGA: Manusia Merasa ‘Terusik’, Perlukah Harimau Sumatera Ditranslokasi?Ardanto menjelaskan pihaknya bersama intansi terkait sebelumnga telah kerap melakukan sosialisasi dan patroli terkait dengan pemasangan jerat yang dilakukan oleh masyarakat.
"Cuma masyarakat masih ingin lahannya supaya tidak terganggu hama mungkin salah satu dari mereka ada juga yang mengantisipasi satwa-satwa yang turun terkait masalah hama atau babi hutan," ujarnya.
"Ini masih penyelidikan awal. Kami masih mengumpulkan bukti-bukti. Kami akan terus melakukan proses penyelidikan," Ardanto menambahkan.
Satwa Dilindungi
Harimau Sumatera merupakan salah satu jenis satwa yang dilindungi di Indonesia berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.20/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar yang Dilindungi.
Berdasarkan The IUCN Red List of Threatened Species, satwa yang hanya ditemukan di Pulau Sumatera ini berstatus spesies yang terancam kritis dan berisiko tinggi untuk punah di alam liar. [aa/em]