Mahkamah Agung Amerika Kamis (18/6) memutuskan bahwa pemerintahan Presiden Doland Trump tidak bisa membatalkan apa yang disebut Deferred Action for Childhood Arrivals atau "DACA", yakni tindakan yang ditangguhkan bagi orang yang tinggal di Amerika karena dibawa oleh orang tua mereka sewaktu kanak-kanak. Program ini memberikan perlindungan dari deportasi untuk setidaknya 650.000 anak-anak imigran yang tinggal di Amerika Serikat.
Ketua Mahkamah Agung John G. Roberts yang konservatif bergabung dengan empat hakim agung liberal dalam putusan 5-4. Keputusan ini dipandang sebagai kekalahan bagi Presiden Amerika Donald Trump yang telah berusaha untuk membatalkan DACA selama dua tahun terakhir.
Program ini diciptakan tahun 2012 oleh Presiden Barack Obama, ketika itu untuk melindungi imigran muda yang memenuhi syarat untuk tinggal dan bekerja atau bersekolah di Amerika. Program ini menjadi bagian dari apa yang dikenal sebagai “The Dream Act” (“Undang-undang Impian”) dan para imigran muda itu sendiri disebut sebagai “dreamers” (“pemimpi”).
BACA JUGA: Nasib Imigran Anak-anak Tanpa Dokumen Masih Belum JelasDalam keputusannya untuk kelompok mayoritas, Roberts mengatakan, seperti diputuskan oleh pengadilan yang lebih rendah, bahwa pemerintah tidak mengikuti prosedur yang
disyaratkan oleh hukum dan tidak secara benar mempertimbangkan bahwa mengakhiri program itu akan berdampak pada orang yang berusaha mendapat perlindungan terhadap deportasi, dan kemampuan untuk bekerja secara legal.
Presiden Trump, lewat cuitan di Twitter Kamis (18/6), mengkritik apa yang disebutnya “keputusan mengerikan dan bermuatan politik keluar dari Mahkamah Agung” yang merupakan “tembakan senapan ke wajah orang-orang yang bangga menyebut diri mereka Republiken atau Konservatif.” [lt/ii]