Mahkamah Agung Filipina, Selasa (8/11) memutuskan bahwa mantan diktator negara itu, Ferdinand Marcos, bisa dimakamkan di taman makam pahlawan nasional.
“Tidak ada hukum yang melarang pemakaman ini,” kata juru bicara Mahkamah Agung kepada para wartawan. Marcos memerintah Filipina dari akhir tahun 1965 hingga awal 1986.
Masa kepresidenan Marcos selama 20 tahun ditandai dengan meluasnya korupsi dan pelanggaran hak asasi manusia untuk membungkam lawan-lawannya. Dia dipaksa lengser dari kekuasaan pada bulan Februari 1986, ketika berlangsung demonstrasi besar-besaran menyusul pemilihan presiden yang diwarnai dengan kecurangan yang meluas. Marcos dan keluarganya kemudian lari ke pengasingan di Amerika.
Marcos dan istrinya, Imelda, dituduh menyalurkan miliaran dolar dari dana pemerintah ke luar negeri.
Marcos meninggal pada tahun 1989 di Hawaii. Pemerintah penggantinya, Corazon Aquino, awalnya menolak untuk mengizinkan jenasah mantan presiden itu dibawa kembali ke Filipina, namun pada tahun 1993 keluarganya membawa jenazah Marcos ke kota asalnya, Batac.
Presiden Filipina yang kini berkuasa, Rodrigo Duterte, bulan bulan Agustus mengumumkan rencana untuk memakamkan Marcos di pemakaman pahlawan di Manila. Langkah ini ditentang oleh banyak orang, termasuk Wakil Presiden Filipina Leni Robredo.
Duterte, yang mendiang ayahnya menjabat dalam kabinet diktator itu, berpendapat bahwa Marcos layak dimakamkan di taman makam pahlawan sebagai mantan tentara dan presiden. [lt]