Wakil Presiden Ma'ruf Amin mengatakan berdasarkan data Global Innovation Index (GII) 2019, peringkat inovasi Indonesia berada pada posisi 85 dari 129 negara di dunia, kalah jauh dari Singapura yang berada pada peringkat delapan dan Malaysia pada peringkat 35. Di kalangan ASEAN, inovasi Indonesia kedua terendah, di atas Kamboja.
Padahal Amin mengklaim, alokasi anggaran Indonesia untuk inovasi tidak kalah dari negara ASEAN lainnya, seperti Vietnam.
"Indonesia mempunyai alokasi anggaran lebih besar, USD 2.130,3 miliar, dibanding Vietnam. Tetapi jumlah sumber daya peneliti Indonesia hanya 89 orang per 1 juta penduduk. Bandingkan dengan Vietnam yang jumlah penelitinya 273 orang per 1 juta penduduk," kata Ma'ruf Amin dalam peringatan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas) 2020 secara online, Senin (10/8).
Your browser doesn’t support HTML5
Ma'ruf Amin menambahkan, walaupun banyak dihasilkan, masih sedikit produk inovasi Indonesia yang dipasarkan. "Jika inovasi tidak dapat dikomersilkan, maka inovasi tersebut kurang bermakna bagi bangsa ini," tambah Ma'ruf Amin.
Ia juga mengapresiasi terbentuknya Konsorsium Riset dan Inovasi COVID-19 yang telah meluncurkan 57 produk inovasi. Konsorsium ini terdiri dari kementerian-lembaga, rumah sakit, perguruan tinggi, asosiasi profesi kesehatan dan industri. Menurut Ma'ruf, kerjasama antara pemerintah, kalangan akademik dan pengusaha merupakan kunci utama dalam menguatkan inovasi di Indonesia.
Ma'ruf meminta para inovator untuk tetap mengikuti prosedur aturan yang ada dalam pengembangan produk seperti sertifikasi, uji klinis, izin produksi dan edar. Prosedur tersebut, menurutnya, dibutuhkan untuk memastikan keselamatan pengguna.
Peneliti: Riset Indonesia Mulai Membaik
Sementara itu, seorang dosen dalam Kelompok Keahlian Kimia Anorganik dan Fisik, Institut Teknologi Bandung, Grandprix Thomryes Marth Kadja mengatakan, inovasi di Indonesia mulai membaik. Hal tersebut terlihat dari jumlah publikasi ilmiah internasional asal Indonesia yang menjadi nomor satu di Asia Tenggara.
Pada 10 Agustus 2020, jumlah publikasi Indonesia tercatat 27.800 dokumen, di atas Malaysia 21.975 dokumen dan Singapura 15.007 dokumen. Menurutnya, hasil-hasil riset ini bisa menjadi bahan Indonesia dalam mengembangkan inovasi.
"Ke depannya, bagaimana kita menggenjot inovasi. Ya, kita harus menggenjot kualitas riset. Dengan kualitas riset yang baik, ke depannya diharapkan menghasilkan kualitas inovasi yang semakin baik," jelas Grandprix kepada VOA, Senin (10/8).
Namun demikian, menurut Grandprix, masih ada tantangan bagi Indonesia dalam mengembangkan inovasi. Salah satunya, kurang terhubungnya kalangan akademik dengan pengusaha. Hal ini disebabkan riset dan pengembangan industri biasanya dibangun di luar negeri, bukan di tanah air.
Direktur Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan tantangan lain dalam pengembangan inovasi adalah kurangnya sinergi antara kementerian lembaga sehingga pengembangan inovasi di Indonesia tidak maksimal. Ia juga menunjuk luasnya wilayah Indonesia sebagai faktor rendahnya inovasi Indonesia. Infrastruktur dan teknologi digital yang tidak tersebar merata di semua wilayah, katanya, mengakibatkan peringkat inovasi Indonesia menjadi rendah jika dibandingkan negara lain.
"Yang pertama, ada ego sektoral. Dan kedua, tidak satunya tujuan dari kementerian, lembaga dengan perguruan tinggi sehingga hasilnya tidak maksimal," kata Heru Sutadi.
Heru menambahkan Indonesia perlu upaya yang luar biasa untuk mengejar ketertinggalan inovasi dari negara lain. Ia mengusulkan penambahan anggaran riset dan pemerataan infrastruktur teknologi di semua wilayah Indonesia. [sm/ka]