Presiden Prancis Emmanuel Macron dan pesaingnya yang berhaluan ekstrem kanan Marine Le Pen, Kamis (21/4) bersiap mengadakan kampanye terakhir sebelum pemilihan presiden hari Minggu, setelah perdebatan sengit di mana mereka berselisih mengenai hubungan dengan Rusia dan masalah jilbab.
Debat di televisi selama tiga jam hari Rabu (20/4) memperlihatkan Macron berulang kali berusaha menjatuhkan Le Pen terkait rekam jejaknya, sementara Le Pen berusaha tetap fokus pada kinerja pemerintah.
Dengan invasi oleh Rusia terhadap Ukraina membayangi kampanye, Macron dengan marah memusatkan perhatian pada pinjaman yang diterima partainya Le Pen dari sebuah bank Ceko-Rusia menjelang kampanye pemilunya pada tahun 2017.
Le Pen mengatakan ia “benar-benar seorang perempuan bebas,” dengan menyatakan partainya menerima pinjaman itu karena tidak dapat menemukan pendanaan di Prancis, di mana bank-bank menolak memberinya pinjaman.
BACA JUGA: Macron, Le Pen Bertikai Sengit dalam Debat Pemilu PrancisPerselisihan paling sengit terjadi ke Le Pen mengukuhkan ia tetap berpegang pada kebijakan kontroversialnya melarang penggunaan jilbab di tempat umum, dengan menyebutnya sebagai “seragam yang diberlakukan kaum Islamis.”
Macron menanggapinya dengan mengatakan, “Anda akan menyebabkan perang saudara jika melakukan itu. Saya mengatakan ini dengan tulus.”
Macron diunggulkan untuk menang dalam pemilihan putaran kedua, dengan sebagian besar jajak pendapat memperlihatkan ia unggul lebih dari 10 persen, yang akan membuatnya menjadi presiden Prancis pertama yang meraih masa jabatan kedua setelah Jacques Chirac pada tahun 2002.
Tetapi para analis dan sekutu presiden telah memperingatkan bahwa hasil itu jauh dari kesimpulan terdahulu, dengan berbagai jajak pendapat mengindikasikan bahwa lebih dari 10 persen rakyat Prancis yang berniat memberikan suara belum memutuskan pilihan mereka. [uh/ab]