Presiden Prancis, Emmanuel Macron mengatakan pada hari Kamis (23/5) di Kaledonia Baru bahwa ia tidak akan memaksakan reformasi pemungutan suara apa pun di wilayah Pasifik tersebut.
Macron menyusun peta jalan yang menurutnya dapat mengarah pada referendum berikutnya di kepulauan itu.
"Saya berjanji bahwa reformasi ini tidak akan dipaksakan dalam konteks yang ada sekarang, dan bahwa kami akan memberi waktu beberapa minggu untuk meredakan ketegangan dan memulai kembali dialog guna mencapai kesepakatan yang luas," katanya.
Macron menyampaikan hal itu, setelah melakukan pertemuan selama sehari dengan para pemimpin di kedua sisi Kaledonia Baru yang mengalami perpecahan sengit, antara suku Pribumi Kanak, yang menginginkan kemerdekaan, dan para pemimpin pro-Paris, yang tidak menginginkan kemerdekaan.
BACA JUGA: Macron: Polisi Tambahan akan Bertugas di Kaledonia Baru Selama DiperlukanProspek perluasan hak pilih di wilayah itu memicu kekerasan mematikan yang terjadi pada pekan lalu di mana enam orang tewas, dan ratusan lainnya luka-luka.
Kerusuhan terjadi pekan lalu sebagai tanggapan atas rancangan undang-undang yang diperkenalkan di Parlemen Prancis. Rancangan undang-undang itu mengizinkan penduduk kelahiran Prancis yang telah tinggal di Kaledonia Baru selama 10 tahun, untuk memilih dalam pemilihan lokal.
Majelis Nasional Perancis menyetujui tindakan kontroversial tersebut dengan suara 351 banding 153. Rancangan undang-undang itu masih harus disetujui dalam sidang khusus kedua di Majelis Parlemen bulan depan. [ps/rs]