Mahalnya Tiket Pesawat, Pukulan Pedas Pariwisata Lombok

  • Nurhadi Sucahyo

Pelabuhan Bangsal, di mana wisata ke pulau-pulau kawasan sisi barat Pulau Lombok bisa dijangkau. (Foto: VOA/Nurhadi)

Lebih dari satu juta orang sudah menandatangani petisi Turunkan harga tiket pesawat domestik Indonesia di laman Change.org. Suara ini muncul sebagai dampak tingginya harga tiket di Indonesia. Sektor pariwisata pun turut menuai dampak.

Sektor pariwisata Lombok belum pulih benar dari bencana gempa bumi pertengahan tahun lalu. Di tengah upaya untuk bangkit, sektor ini diguncang tingginya harga tiket sejak awal tahun. Ketua Dewan Penasehat Asosiasi Perusahaan Perjalanan Indonesia (ASITA) Nusa Tenggara Barat, Lalu Abdul Hadi Faishal, mengibaratkan mereka seperti sudah jatuh, tertimpa tangga.

"Kami yang di Lombok ini, sudah kena bencana alam gempa, saat proses recovery tertimpa bencana tiket mahal. Sejak Januari 2019 sampai sekarang harga tiket belum bergeming,” kata Hadi.

Pemangku kepentingan pariwisata Lombok sudah beberapa kali berkomunikasi dengan pihak maskapai. Namun menurut Hadi, peran langsung pemerintah tetap dibutuhkan. Masukan dari industri wisata kurang didengar pelaku bisnis transportasi udara, sehingga tidak muncul keputusan terkait harga tiket sampai sekarang.

Padahal, tambah Hadi, persoalan tiket ini merambat ke banyak sektor usaha terkait

Your browser doesn’t support HTML5

Mahalnya Tiket Pesawat, Pukulan Pedas Pariwisata Lombok

“Pada saat kita great sale, saat kita low season, kita punya paket. Dari biro perjalanan bikin paket, hotel sudah kasih diskon, restoran sudah diskon, untuk belanja, makanan, oleh-oleh sudah diskon semua. Yang jadi permasalahan selalu di harga tiket penerbangan yang mahal. Intinya, kembali ke persoalan tiket. Harus segera dinormalkan sebagaimana waktu yang lalu,” ujar Hadi.

Hadi memberi contoh, harga tiket Jakarta-Mataram yang dulu bisa dibeli seharga Rp700 ribu, saat ini paling murah berada di kisaran Rp1,2 juta. Kenaikan serupa juga terjadi untuk rute Bali-Mataram. Hal ini menyebabkan, wisatawan yang ada di Bali enggan meneruskan perjalanan ke Lombok dan sekitarnya. Begitupun sebaliknya.

Keluhan sudah banyak didengar oleh Hadi dari pelaku industri wisata di Lombok. Di sektor perdagangan, pelaku industri rumah berupa oleh-oleh mengeluh turunnya penjualan. Penyebabnya adalah karena perubahan aturan yang menerapkan tarif tinggi untuk bagasi penumpang. Padahal selama ini, wisatawan domestik dikenal royal membeli oleh-oleh.

Perahu-perahu penyeberangan ke Gili Trawangan, Meno dan Air di Lombok Utara. (Foto:VOA/ Nurhadi)

Yang cukup melegakan, tambah Hadi, Menteri Pariwisata Arief Yahya memberi dukungan penuh terhadap persoalan ini. Sayangnya, semua kunci dipegang oleh Kementerian Perhubungan. Karena itulah, pemerintah pusat harus segera bersikap.

Tuntutan penurunan tiket kini menyasar sepenuhnya kepada Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi. Tagar #pecatbudikarya sempat menjadi topik utama di platform media sosial Twitter. Tagar ini menjadi sarana warganet menumpahkan kekesalan, karena upaya pemerintah menurunkan harga tiket pesawat tidak juga menemui hasil.

Di Jakarta pada Rabu (8/5), Budi Karya Sumadi kembali berjanji akan mengupayakan penurunan harga itu. “Tarif batas atas akan kami turunkan. Ya, akan kita turunkan pasti. Besarannya tunggu, tapi pasti kami turunkan,” kata Budi.

Lombok International Airport di Mataram, NTB. (Foto:VOA/Nurhadi)

Budi juga menambahkan, pihaknya sudah bahas berkali-kali mendesak maskapai menurunkan tarif. Namun, diakuinya upaya itu memang belum memenuhi harapan. Salah satu jalan yang akan ditempuh pemerintah adalah menurunkan batas atas harga tiket.

Di Yogyakarta, kenaikan harga pesawat tidak berdampak besar bagi sektor pariwisata. Tidak seperti Lombok yang tergantung pada transportasi udara, wisatawan yang datang ke Yogya bisa beralih ke moda lain. Wakil Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Yogyakarta, Herman Tony menyebut, jalan tol sepanjang Jawa juga turut mengurangi dampak tingginya harga tiket pesawat. “Kami beruntung karena wisatawan tetap bisa datang melalui darat,” kata Herman.

Dia menambahkan, kenaikan tiket pesawat sejak awal tahun sudah menjadi perhatian pelaku bisnis hotel dan restoran di Yogyakarta sejak awal tahun. Apalagi, kenaikan itu terasa tidak wajar nilainya. Masukan ke kalangan maskapai juga diberikan dengan didasari saling pengertian sebagai sesama pelaku bisnis yang mengejar keuntungan. Namun, Herman mengingatkan pihak maskapai, bahwa wisata adalah sektor dengan dampak ikutan yang cukup banyak. Jika industri ini tumbuh dengan bagus, sektor lain akan turut merasakan manisnya.

Salah satu lokasi wisata pantai di Lombok Utara. (Foto:VOA/Nurhadi)

Tingginya harga tiket pesawat kali ini, tambah Herman, bisa menjadi pelajaran untuk mulai membangun sistem transportasi lain yang lebih layak.

“Bagi teman-teman pelaku pariwisata, ini bisa jadi pelajaran supaya tidak mengandalkan single market. Karena dampaknya sangat terasa. Mulai mengemas paket wisata yang tidak melulu mengandalkan penerbangan. Moda transportasi lain harus dimanfaatkan juga. Misal ke Lombok, transportasi laut mulai diperhatikan pemerintah. Kita kan negara maritim, transportasi laut juga bisa jadi wisata, kalau kapalnya bagus,” kata Herman.

Meski diguncang harga tiket pesawat mahal, Herman yakin sektor pariwisata seperti di Lombok dan Bali akan tetap bertahan. Banyak pengalaman menunjukkan, industri ini pernah terpukul tetapi mampu bangkit lagi. Hanya saja tetap dibutuhkan peran serta pemerintah untuk memecahkan persoalan ini. [ns/ab]