Ketegangan politik, rasial, dan gender di antara mahasiswa di University of Wisconsin di Madison telah merebak. Kebebasan berbicara dan perbedaan di antara kedua kubu cukup besar.
Seorang mahasiswa senior berkulit hitam, Jasmine Kiah, mengaku tidak merasa aman di kampusnya. Hal ini disebabkan oleh banyaknya poster yang dipampang di Student Activity Center (SAC) atau Pusat Kegiatan Mahasiswa di kampus. Kegiatan ini dilakukan oleh the Badgers, kelompok mahasiswa Republik yang juga disebut College Republicans. Mereka mendukung Presiden Trump.
“Pusat Kegiatan ini seharusnya menjadi tempat dimana semua mahasiswa merasa aman untuk kulit hitam, dan kulit berwarna lainnya. Kami merasa kehadiran kami tidak disukai,” kata Kiah kepada VOA. “Poster bertemakan dukungan untuk Trump itu merupakan ungkapan kebencian," tegasnya.
Kiah melakukan protes dengan menempelkan poster anti-Trump di dinding kaca dari kantor College Republicans yang menghadap SAC. Ketika melakukan protes ini, Kiah juga memutar sebuah lagu protes anti-Trump dengan ponselnya.
Anggota College Republicans mengatakan, mereka merasa tidak aman dan memanggil polisi kampus. Ketika polisi tiba, polisi minta Kiah untuk meninggalkan tempat itu.
University of Wisconsin menerbitkan sebuah pernyataan yang mengatakan, berdasarkan kebijakan kampus, hanya tanda-tanda yang sudah diberi persetujuan sebelumnya oleh Student Activities Office yang bisa diperagakan di kampus. Juga poster tidak boleh ditempelkan di dinding kaca, menurut kebijakan itu.
Insiden ini semakin memuncak ketika GOP Badgers mengunggah sebuah video di Twitter yang menunjukkan Kiah menempelkan poster di luar jendela kantor mereka dan posternya berisi ungkapan “Trump adalah seorang rasis, seksis, homophobi." Video ini mengundang lebih dari 10.500 reaksi, baik pro maupun kontra.
Tetapi Kiah dan kawan-kawannya tetap membela kebebasannya untuk berbicara serta haknya untuk melakukan protes.
“Untuk orang-orang kulit putih tertentu, seorang kulit berwarna dianggap agresif, menakutkan, dan penuh kekerasan. Jadi kalau seorang kulit berwarna melakukan sesuatu yang tidak difahami orang putih, muncul histeria," kata pengguna twitter, Scout.
Mahasiswa junior Nile Lansana, yang bekerja di Student Activity Center, mengatakan, dia menyaksikan insiden ini.
“Jasmine tenang, menunjukkan respek namun yakin dalam melakukan protes. “Tidak toleran” dan “histeria” merupakan uraian salah dari insiden itu.” Lansana menulis kepada VOA, “Yang dia bawakan adalah musik, dan kertas. Juga ada jendela yang memisahkan mereka, dan Jasmine tidak pernah berusaha untuk bicara atau mendekati mereka.”
Komentator politik Charlie Sykes, penyiar di radio konservatif, menanggapi langkah College Republicans ini.
“Saya sudah membaca semua laporan dan berbagi berita itu dengan orang-orang, juga yang berkecimpung di kampus, dan kami berpendapat kalian ini kekanak-kanakan,” katanya dalam Badger Herald.
“Bagi saya tampaknya kalian diserang oleh seseorang dengan kertas dan kata-kata,” kata Sykes.
Kiah merasa dia merasa terancam oleh serangan balik dari pengecam konservatif di universitas, media sosial dan dari pemerintah.
“Saya tidak merusak apa-apa, saya protes secara damai,” kata Kiah. “Kalau itu dilakukan oleh mahasiwa kulit putih, saya rasa hal itu tidak berkembang sejauh ini," lanjutnya. [jm/ii]