Keputusan 8 berbanding 1 itu mengatakan bahwa proses vonis hukuman mati di negara itu adalah cacat hukum karena juri hanya memiliki wewenang memberi rekomendasi hukuman mati sementara hakim dapat menetapkan vonis yang berbeda.
Putusan Mahkamah Agung itu berarti narapidana Timothy Hurst, 37 tahun, bisa kembali menjalani pengadilan, dan berpeluang terhindar dari vonis hukuman mati atas kasus pembunuhan manajernya di sebuah restoran ayam goreng di Pensacola pada tahun 1998.
Keputusan itu juga bisa memicu pengajuan banding hukuman baru bagi kira-kira 390 narapidana yang divonis hukuman mati di Florida, jumlah terbanyak kedua setelah California.
Jaksa umum Florida menyampaikan pembelaan bahwa sistem ini dapat dibenarkan karena pertama-tama sebuah juri memutuskan apakah terdakwa memenuhi syarat untuk hukuman mati.
Dampak langsung dari putusan ini terbatas di Florida saja dan tidak menyentuh isu hukuman mati dari sudut pandang konstitusi.
Hakim Agung Sonia Sotomayor yang liberal, menulis atas nama mayoritas Mahkamah Agung, mengatakan hak juri yang tidak memihak dijamin oleh Amendemen UUD AS Keenam serta "mengharuskan Florida untuk mendasarkan vonis hukuman mati Timothy Hurst pada keputusan juri, bukan berdasarkan temuan fakta seorang hakim." [zb/jm]