Mahkamah Agung memperberat vonis terpidana kasus suap wisma atlet Palembang, M.Nazaruddin menjadi tujuh tahun penjara (23/1).
JAKARTA —
Mahkamah Agung (MA) menolak kasasi terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Wisma Atlet Palembang, M.Nazaruddin. Putusan ini juga mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
Kepala biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur di Jakarta Rabu (23/1) menjelaskan putusan MA ini memperberat hukuman Nazaruddin yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yaitu empat tahun 10 bulan penjara menjadi tujuh tahun penjara. Selain itu, dalam putusannya, MA juga memberikan hukuman denda Rp 300 juta kepada Nazaruddin.
"Mengadili, menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi 2 Muhamad Nazaruddin. Mengabulkan permohonan dari pemohon kasasi 1 jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Membatalkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta no 31/PIT/TPK/2012-PT DKI TANGGAL 8 Agustus 2012, yang telah menguatkan putusan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 april 2012. Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa Muhamad Nazaruddin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa pidana penjara tujuh tahun dan denda Rp 300 juta," Ridwan Mansyur.
Ridwan Mansyur menambahkan, dalam putusan kasasi itu juga menjelaskan, apabila denda Rp 300 juta tidak dibayar, dapat diganti pidana penjara selama enam bulan. Putusan kasasi itu menurut Ridwan, diambil pada Selasa (22/1), dengan Majelis Hakim kasasi yang diketuai Hakim Agung Artidjo Alkostar dengan dua anggota majelis, yakni Hakim Agung Mohammad Askin dan Hakim Agung MS Lumme.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menerima putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin. Ketua KPK Abraham Samad kepada VOA berharap vonis terhadap terdakwa kasus korupsi seharusnya bisa diperberat supaya ada efek jera terhadap koruptor.
"Ya sebenarnya KPK sebagai institusi penegak hukum, kita berharap vonis-vonis bukan hanya untuk Nazaruddin, tapi semua vonis-vonis kasus korupsi itu harusnya bisa dilihat dalam kerangka lebih mengakomodir rasa keadilan masyarakat. Artinya bahwa kasus-kasus korupsi itu harusnya vonisnya diperberat. Supaya ada efek jera yang diberikan bagi para koruptor," Abraham Samad.
Abraham Samad menambahkan, KPK terus membangun komunikasi dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial agar ada kesepahaman dalam melihat kasus korupsi dalam konteks yang lebih luas.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 20 April 2012 menjatuhkan pidana empat tahun sepuluh bulan penjara dan denda Rp. 200 juta kepada Nazaruddin. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut Nazaruddin dengan pidana penjara selama tujuh tahun. Di persidangan, mantan bendahara umum partai Demokrat itu terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar. Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp. 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga.
Kepala biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur di Jakarta Rabu (23/1) menjelaskan putusan MA ini memperberat hukuman Nazaruddin yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, yaitu empat tahun 10 bulan penjara menjadi tujuh tahun penjara. Selain itu, dalam putusannya, MA juga memberikan hukuman denda Rp 300 juta kepada Nazaruddin.
"Mengadili, menolak permohonan kasasi dari pemohon kasasi 2 Muhamad Nazaruddin. Mengabulkan permohonan dari pemohon kasasi 1 jaksa pada Komisi Pemberantasan Korupsi. Membatalkan putusan pengadilan tindak pidana korupsi pada Pengadilan Tinggi Jakarta no 31/PIT/TPK/2012-PT DKI TANGGAL 8 Agustus 2012, yang telah menguatkan putusan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 20 april 2012. Mengadili sendiri, menyatakan terdakwa Muhamad Nazaruddin terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Menghukum terdakwa pidana penjara tujuh tahun dan denda Rp 300 juta," Ridwan Mansyur.
Ridwan Mansyur menambahkan, dalam putusan kasasi itu juga menjelaskan, apabila denda Rp 300 juta tidak dibayar, dapat diganti pidana penjara selama enam bulan. Putusan kasasi itu menurut Ridwan, diambil pada Selasa (22/1), dengan Majelis Hakim kasasi yang diketuai Hakim Agung Artidjo Alkostar dengan dua anggota majelis, yakni Hakim Agung Mohammad Askin dan Hakim Agung MS Lumme.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menerima putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terkait kasus suap pembangunan Wisma Atlet SEA Games dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin. Ketua KPK Abraham Samad kepada VOA berharap vonis terhadap terdakwa kasus korupsi seharusnya bisa diperberat supaya ada efek jera terhadap koruptor.
"Ya sebenarnya KPK sebagai institusi penegak hukum, kita berharap vonis-vonis bukan hanya untuk Nazaruddin, tapi semua vonis-vonis kasus korupsi itu harusnya bisa dilihat dalam kerangka lebih mengakomodir rasa keadilan masyarakat. Artinya bahwa kasus-kasus korupsi itu harusnya vonisnya diperberat. Supaya ada efek jera yang diberikan bagi para koruptor," Abraham Samad.
Abraham Samad menambahkan, KPK terus membangun komunikasi dengan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial agar ada kesepahaman dalam melihat kasus korupsi dalam konteks yang lebih luas.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 20 April 2012 menjatuhkan pidana empat tahun sepuluh bulan penjara dan denda Rp. 200 juta kepada Nazaruddin. Vonis tersebut lebih ringan dibandingkan tuntutan jaksa yang menuntut Nazaruddin dengan pidana penjara selama tujuh tahun. Di persidangan, mantan bendahara umum partai Demokrat itu terbukti menerima suap Rp 4,6 miliar. Nazar juga dinilai memiliki andil membuat PT DGI menang lelang proyek senilai Rp. 191 miliar di Kementerian Pemuda dan Olahraga.