Makam Tentara Sekutu di Pulau Morotai jadi Aset Wisata

  • Yoanes Litha

Lokasi makam di Tanjung Dehe Gila, Desa Juanga, Kecamatan Morotai Selatan, yang disebut sebagai makam tentara AS yang gugur dalam pertempuran perang dunia ke-2 di Pulau Morotai, 25 Maret 2023; (Foto: Dinas Pariwisata Pulau Morotai/ Kalbi Rasyid).

Dijuluki sebagai Mutiara di Bibir Pasifik, Pulau Morotai di Maluku Utara memiliki kaitan sejarah yang kuat dengan Perang Dunia ke-2. Kini, makam-makam peninggalan perang antara pasukan sekutu dan pasukan Jepang pada tahun 1944 itu menjadi aset wisata Pemerintah setempat.

Defense POW/MIA Accounting Agency (DPAA), badan pemerintah AS urusan tentara yang pernah menjadi tahanan perang dan hilang dalam tugas, sebelumnya bulan ini menandatangani kesepakatan kerangka kerja (framework arrangement) dengan pemerintah Indonesia untuk melakukan riset dan survei bersama pencarian warga AS yang hilang di Indonesia saat Perang Dunia Ke-2. Misi tersebut merupakan riset dan survei bersama yang pertama dan diharapkan akan dimulai pada akhir tahun ini.

DPAA adalah badan di bawah Departemen Pertahanan AS yang bertugas membawa pulang tentara AS yang menjadi tahanan perang atau yang hilang saat bertugas.

Menurut Wikipedia, pertempuran Morotai terjadi pada tanggal 15 September 1944 pada akhir perang dunia ke-2. Pertempuran itu dimulai ketika pasukan Amerika Serikat dan Australia mendarat di Morotai bagian barat daya. Basis di Morotai dibutuhkan untuk membebaskan Filipina.

Makam tentara AS yang gugur dalam pertempuran perang dunia ke-2 di Pulau Morotai, 25 Maret 2023. (Courtesy: Dinas Pariwisata Pulau Morotai/ Kalbi Rasyid).

Hingga kini, sisa-sisa peninggalan pertempuran antara pasukan sekutu dan pasukan Jepang yang terjadi di Pulau Morotai, seperti makam dan peralatan perang masih ditemukan. Beberapa di antaranya bahkan telah menjadi koleksi Museum Swadaya Perang Dunia ke-2 “Hilang Nampak Kembali” di desa Joubela, Kecamatan Morotai Selatan
Berdasarkan data Dinas Pariwisata Pulau Morotai, Maluku Utara, terdapat dua lokasi yang diyakini sebagai kawasan makam tentara sekutu, dari Amerika dan Australia yang gugur dalam perang itu, yakni desa Juanga dan desa Pandanga di wilayah kecamatan Morotai Selatan.

“Untuk desa Juanga, dari data yang kita coba hitung itu ada kurang lebih 36 kuburan dan ini informasi yang kita dapat dari masyarakat di sekitar situ yang punya lahan bahwa ini kuburan tentara Amerika kalau yang di Pandanga itu sebagian besar Australia,” kata Kepala Dinas Pariwisata Pulau Morotai, Kalbi Rasyid dihubungi VOA, Rabu (29/3) siang.

Ia mengungkapkan, kondisi makam di desa Pandanga tidak terawat sementara yang berada di desa Juanga cukup bagus. Di lokasi yang kedua, beberapa nisan masih terlihat meskipun beberapa lainnya mulai rusak dimakan usia.

Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai, menurut Kalbi, dalam beberapa tahun terakhir telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga situs sejarah itu agar terhindar dari upaya pembersihan dan penataan kawasan.

Makam-makam tentara sekutu itu, kata Kalbi, menjadi aset wisata bagi pemerintah Kabupaten Pulau Morotai. Banyak wisatawan nusantara dan mancanegara terutama dari Amerika dan Eropa yang datang ke tempat itu, tidak hanya sekedar untuk menyelam tapi juga menyaksikan peninggalan perang dunia ke-2 yang berada di bawah laut.

“Jadi kita punya museum perang dunia ke-2 itu yang di dalam laut juga ada. Misalnya pesawat perang, mobil Willys. Tapi memang sangat dalam, di kedalaman 10 hingga 50 meter, seperti itu,” jelas Kalbi.

Belum Terdokumentasi

Pendiri Museum Swadaya Perang Dunia ke-2 “Hilang Nampak Kembali” Muhlis Eso mengatakan upaya pencarian sisa jenazah tentara Amerika Serikat di Pulau Morotai tidak akan mudah, terutama untuk kecamatan Morotai Utara, Timur dan Selatan karena keberadaan makamnya yang tidak terdokumentasi dengan baik.

“Orang banyak tidak tahu itu kuburan dan orang banyak membuat rumah di sana. Akhirnya banyak tulang-tulang yang mereka dapat tapi ditutup lagi dan dipindahkan dan ada juga yang sudah bercampur dengan kuburan warga. Itu yang sangat sulit kalau buat saya,” kata Muhlis.

Makam tentara AS yang gugur dalam pertempuran perang dunia ke-2 di Pulau Morotai, 25 Maret 2023. (Courtesy: Dinas Pariwisata Pulau Morotai/ Kalbi Rasyid).

Muhlis menceritakan di antara desa Pangeo dan desa Cendana, di Morotai Utara terdapat banyak gua yang di dalamnya diketemukan tulang belulang manusia, namun dia tidak dapat memastikan apakah itu sisa dari jenazah tentara dari Perang Dunia ke-2.

“Saya juga belum tahu apakah itu Amerika, apakah itu Jepang, atau Australia atau lokal Indonesia yang di Morotai, ataukah tulang-tulang manusia purba,” ungkap Muhlis Eso.

Di museum Swadaya Perang Dunia ke-2 “Hilang Nampak Kembali” yang didirikan oleh Muhlis di desa Joubela, Kecamatan Morotai Selatan terdapat ribuan koleksi bersejarah, teremasuk koin uang, tempat makan dan minum, proyektil meriam, peluru, dan senjata api, seperti pistol hingga senjata mesin. Kegiatan mengumpulkan berbagai peninggalan perang di Morotai itu, dilakukan Muhlis sejak berusia 10 tahun. Dengan koleksi yang dimilikinya, Muhlis ingin berkontribusi terhadap pendidikan mengenai sejarah Perang Dunia ke-2. [yl/ab]