Cho Sung-ho dan Lee Sang-mi, yang sama-sama berusia 32 tahun, telah menjadi sepasang kekasih selama 10 tahun. Keduanya menunjukkan kehidupan mereka yang tinggal bersama, alias kohabitasi, dalam sebuah reality show kencan Korea Selatan berjudul "Living Together without Marriage," yang berarti "Tinggal Bersama tanpa Menikah."
Di Korea Selatan, dengan semakin banyaknya orang yang tidak tertarik menjalin hubungan percintaan, menikah atau membangun keluarga secara tradisional, acara-acara kencan semakin menjamur, menjadi sumber pengalaman tidak langsung bagi mereka yang ingin memenuhi hasrat akan cinta.
Pada 2022 saja, sedikitnya ada 20 reality show kencan yang tayang di seluruh jaringan TV kabel Korea Selatan dan platform video streaming, lebih dari tiga kali lipat jumlah yang ada tahun 2021, menurut data Reuters.“Kenapa saya harus menikah? Saya merasa paling nyaman dengan keadaan saat ini dan tidak begitu paham mengapa saya harus menikah dan melakukan lebih banyak hal seperti mengunjungi orang tua dan mertua setiap musim liburan atau ulang tahun," kata Lee Sang-mi mengatakan kepada Reuters di tengah proses syuting acara televisi yang mereka ikuti.
BACA JUGA: Pertumbuhan Penduduk Bagus, Resesi Seks Belum Singgah di IndonesiaMenurut angka dari Statistics Korea, hanya 50,1 persen warga Korea Selatan yang kini menganggap pernikahan sebagai suatu keharusan. Jumlah pasangan yang baru menikah pun turun 23 persen dalam lima tahun terakhir, sementara rumah tangga nonkeluarga melonjak hingga 75 persen. Tingkat kesuburan Korea Selatan pun yang terendah di dunia.
Lee merasa tidak mungkin menjadi seorang Ibu yang baik sekaligus menjadi dirinya sendiri.
“Jika saya menikah, pernikahan itu akan membuat (suami dan mertua saya) merasa berhak meminta saya memiliki anak. Saya juga ingin menghindari hal itu," ujar Lee
Pasangannya, Cho, masih mengharapkan pernikahan dan memiliki anak. Meski demikian, mantan idola K-Pop yang kini menjadi YouTuber itu mengerti keengganan Lee, mengingat perempuanlah yang biasanya menanggung beban lebih berat dalam mengasuh anak.
“Saya rasa para suami harus banyak mengubah pola pikir atau nilai yang mereka anut, terkait cara membesarkan anak bersama. Tapi sepertinya tidak ada pembagian tanggung jawab yang persis 50:50 untuk membesarkan anak, karena hanya para ibu yang bisa menyusui bayi," ujar Cho.
BACA JUGA: Bukan Kehamilan, Cinta Jadi Alasan Terbanyak Perkawinan AnakBanyak perempuan Korea Selatan merasakan keengganan yang sama seperti Lee. Di antara para perempuan berusia 30-an tahun yang tinggal sendiri, 71 persen mengaku akan terus melajang, menurut survei KB Financial Group pada Oktober lalu yang dilakukan terhadap 2.000 perempuan lajang.
Kim Jin, produser utama acara "Living Together without Marriage mengatakan mereka tidak mencoba mengadvokasi gaya hidup kohabitasi atau mengecilkan hati mereka yang ingin menikah.
“Dengan menunjukkan beragam gaya hidup pasangan dan alasan mereka tinggal bersama alih-alih menikah, kami ingin mengangkat topik kohabitasi di masyarakat, ke permukaan," papar Kim Jin.
Di Korea Selatan, fenomena tinggal bersama di luar ikatan pernikahan semakin diterima masyarakat. Tingkat penerimaan masyarakat tumbuh menjadi 65% dari 46% pada satu dekade lalu. Menurut survei baru pemerintah, hanya 35% warga Korsel yang setuju pada gagasan pasangan kohabitasi boleh memiliki anak.
Di antara mereka yang tinggal dengan pasangan tanpa menikah, 31 persen melakukannya atas alasan keuangan, disusul 19 persen yang melakukannya karena tidak mau terikat oleh institusi pernikahan maupun norma.
BACA JUGA:
Makin Banyak Warga Hindari Pernikahan, Reality Show Kencan Menjamur di Korea SelatanMenurut penonton setia dan pakar acara kencan televisi, alasan banyaknya pemirsa yang menyukai program-program tersebut adalah pemilihan peserta dari kalangan masyarakat biasa yang dianggap lebih ‘nyambung’ dengan pemirsa, daripada aktor atau aktris dalam film dan drama TV.
“Meski angka pernikahan dan kelahiran di Korea Selatan sangat rendah, acara kencan di dunia nyata populer belakangan ini, karena banyak pemirsa yang mengalami ‘efek identifikasi’ lewat perasaan senang seolah mengalami sendiri serta empati emosional dengan menonton reality show kencan," kata Lim Myung-ho, dosen psikologi di Universitas Dankook.
Kim Yu-jin, pemirsa acara "Single’s Inferno 2," acara kencan populer Netflix, menyuarakan hal yang sama saat menghadiri acara temu penggemar program itu.
“Soal kencan, saya cuma punya referensi dari pengalaman pribadi, tapi saya jadi bisa melihat hubungan orang lain lewat program kencan ini. Acaranya juga asyik," kata Kim. [rd/jm]