Mali Selenggarakan Pemilu Tambahan di tengah Ancaman Jihadis

Seorang perempuan memasukkan surat suara dalam pemilu di Bamako Mali (foto: dok).

Rakyat Mali hari Minggu (19/4) memberikan suara dalam pemilihan legislatif tingkat final untuk memulihkan kepercayaan publik terhadap lembaga-lembaga negara yang bermasalah, meskipun sedang dilanda konflik jihad yang mematikan dan penyebaran pandemi virus korona.

Pemilu berkali-kali ditunda, dan putaran pertama pada 29 Maret dikacaukan oleh serangan jihad dan intimidasi, termasuk penculikan pemimpin oposisi Soumaila Cisse.

"Saya memilih, karena penting, terlepas dari situasi ekonomi. Kami memerlukan anggota parlemen baru untuk mengkonsolidasikan demokrasi kami," kata Moussa Diakite, seorang mahasiswa berusia 23 tahun kepada AFP.

Langkah-langkah yang diambil oleh pemerintah, termasuk jam malam, penutupan sekolah dan pembatasan beberapa kegiatan tetapi warga masih memadati pasar, mesjid, dan angkutan umum.

Kelompok pengamat pemilu, Synergie, mengatakan peralatan perlindungan anti-virus telah dibagikan ke lebih dari 96 persen tempat pemungutan suara (TPS) di seluruh bagian negara bekas jajahan Perancis itu.

Kelompok itu mengatakan 87 persen pekerja TPS yang dikunjungi, mengenakan masker.

Mali, salah satu negara termiskin di dunia, sedang berjuang melawan pemberontakan Islamis yang telah merenggut ribuan nyawa dan memaksa ratusan ribu warga mengungsi.

Pemilu tambahan di negara Afrika Barat yang berpenduduk 19 juta orang itu diadakan untuk mengisi 147 kursi di Majelis Nasional. [my/ii]