Pada tahun 2009, U.S. Preventive Services Task Force, komisi pemerintah yang terdiri dari para pakar, merekomendasikan mammografi kanker payudara setiap dua tahun sekali, mulai usia 50 tahun. Standar sebelumnya adalah satu tahun sekali, mulai usia 40 tahun. Perubahan tersebut menuai kontroversi, dan banyak perempuan serta dokter mereka masih mengikuti rekomendasi yang lama.
Dalam studi terbaru, Diana Miglioretti dari Group Health Research Institute di Seattle dan koleganya meneliti catatan kesehatan sekitar 170.000 perempuan yang menjalani mammografi. Mereka mendapati bahwa sebagian besar perempuan yang melakukan pemeriksaan setiap tahun memiliki hasil positif yang keliru.
"Kami mendapati bahwa lebih separuh dari jumlah perempuan tersebut, setelah 10 tahun menjalani pemeriksaan tahunan, akan diminta untuk melakukan pencitraan selanjutnya, dan hasilnya mereka tidak berkanker. Dan tujuh persen dari perempuan tersebut akan disarankan menjalani biopsi yang hasilnya tidak menunjukkan kanker," tutur Dr. Miglioretti.
Temuan lain dalam studi tersebut menunjukkan bahwa perempuan yang menjalani mammografi setiap dua tahun sekali hanya bertambah sedikit kemungkinannya terkena kanker. "Kami menemukan peningkatan yang sangat kecil dalam kemungkinan menderita kanker payudara stadium akhir pada perempuan yang diperiksa setiap dua tahun, tapi secara statistik tidak signifikan," tambahnya.
Artinya, kejadian itu hanya kebetulan saja. Hasil mammografi yang mencurigakan yang memicu pengujian lebih lanjut mungkin menakutkan, tapi Miglioretti menekankan bahwa sebagian besar perempuan yang dipanggil kembali untuk pencitraan lebih lanjut, atau bahkan biopsi, tidak memiliki kanker payudara.
Dr. Miglioretti menambahkan bahwa salah satu cara untuk mengurangi kemungkinan hasil positif yang keliru adalah menjalani pemeriksaan mammogram dasar sehingga dokter dapat melihat setiap perubahan. "Satu hal penting yang kami temukan yang perlu diketahui para perempuan adalah tersedianya film pembanding saat ahli radiologi menafsirkan mamogram anda sangat mengurangi kemungkinan hasil positif yang salah, ujarnya.
Penelitian Diana Miglioretti dan koleganya ini dimuat dalam jurnal Annals of Internal Medicine."
Dalam studi terpisah yang dimuat dalam edisi jurnal yang sama, peneliti membandingkan mamografi digital dengan film tradisional. Secara keseluruhan, keduanya menunjukkan hasil yang sebanding, tetapi untuk perempuan di usia 40-an, pemeriksaan digital mungkin memberikan hasil yang lebih baik.
Tetapi pemindai digital juga menghasilkan lebih banyak hasil positif palsu, dan editorial dalam jurnal tersebut, yang ditulis oleh Dr Philippe Autier dari Institut Riset Pencegahan Internasional di Perancis, mengatakan bahwa penggunaan mamomgrafi digital secara luas mungkin dapat mengurangi efisiensi pemeriksaan kanker payudara.