Mantan eksekutif Twitter mengaku, pada Rabu (8/2), di hadapan anggota Kongres Amerika Serikat, bahwa mereka melakukan kesalahan dengan memblokir cerita tentang Hunter Biden, putra presiden Joe Biden, dari platform media sosial tersebut menjelang pemilihan presiden pada 2020. Namun mereka dengan tegas membantah pernyataan pihak Partai Republik bahwa mereka ditekan oleh Partai Demokrat dan penegak hukum untuk menutupi cerita itu.
"Keputusan yang diambil tidaklah mudah," ujar Yoel Roth, mantan kepala bagian integritas dan kemanan Twitter kepada anggota Kongres. "Tidak terlalu jelas apa respons (yang harus diambil) terhadap dugaan serangan siber yang dilancarkan pemerintah dalam sebuah pemilu."
Ia menambahkan, "Twitter telah keliru dalam menangani kasus ini karena kami tidak ingin mengulang kesalahan yang terjadi pada (pemilu) 2016."
BACA JUGA: Sanders: Pemerintahan Biden 'Dibajak oleh Kaum Radikal Kiri'Ketiga mantan eksekutif Twitter itu tampil di hadapan Komite Pengawasan dan Akuntabilitas DPR AS, guna bersaksi untuk pertama kalinya tentang keputusan awal memblokir sebuah artikel New York Post dari Twitter tentang isi laptop milik Hunter Biden. Gedung Putih menuduh sidang itu sebagai upaya anggota "ekstrem kanan" untuk membatalkan pemilu 2020.
Dengan didorong rasa percaya diri terhadap kepemimpinan baru di Twitter yang kini dipegang oleh miliarder Elon Musk, yang dianggap lebih bersimpati kepada kaum konservatif daripada kepemimpinan perusahaan sebelumnya, Partai Republik menggunakan sidang dengar pendapat untuk mendorong teori lama namun tidak terbukti bahwa perusahaan media sosial termasuk Twitter memiliki bias terhadap mereka.
Ketua Komite, James Comer, mengatakan sidang tersebut adalah "langkah pertama panel dalam memeriksa koordinasi antara pemerintah federal dan Big Tech (perusahaan teknologi raksasa) untuk membatasi hak bicara yang dilindungi dan mengintervensi proses demokrasi." [ps/jm/rs]