Sebanyak 23 mantan narapidana terorisme (napiter) di Poso, Sulawesi Tengah, pada Senin (11/10) pagi, mengucapkan ikrar kesetiaan terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
“Menolak untuk terlibat dalam kegiatan dan paham-paham yang bertentangan dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945,” kata Supriadi alias Upik Pagar, mantan napiter yang memimpin pembacaan ikrar tersebut di tepi pantai Iyato, Desa Madale, Poso Kota Utara.
Kepada wartawan, Supriadi, 36, mengatakan ikrar yang dibacakan bersama rekan-rekannya itu merupakan bentuk kesadaran bahwa tidak ada alasan untuk memberontak kepada pemerintah.
BACA JUGA: Polda Sulteng: Operasi Madago Raya Diperpanjang Hingga Desember 2021“Apa yang kita mau perangi? Pertama kita orang Indonesia. Kedua pemerintah ini dalam memenuhi keperluan kita, sudah sangat diberikan. Fasilitas ada. Mau beribadah juga lancar, terus apa yang kita mau tuntut. Untuk apa mau berontak?” kata Supriadi yang pada tahun 2013 lalu divonis empat tahun penjara oleh PN Jakarta Barat karena keterlibatannya dalam pelatihan militer kelompok Santoso.
Dalam kesempatan itu, Supriadi mengungkapkan harapannya agar empat orang anggota kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang tersisa bersedia turun gunung sehingga tidak akan ada lagi jatuh korban khususnya dari warga tidak berdosa.
“Apa yang mereka perjuangkan saat ini saya katakan tidak jelas, mau arah perjuangannya ke mana, untuk apa dan malah menimbulkan banyak korban dari masyarakat, baik itu dari dirinya sendiri, banyak yang dirugikan. Bagusnya mereka itu turun saja. Kami teman-teman eks napiter, kalau mereka turun, kami terima,” imbau Supriadi.
Empat Teroris MIT Diimbau Serahkan Diri
Sebelumnya, Kepala Kepolisan Daerah Sulawesi Tengah, Irjen Pol Rudy Sufahriadi menyerukan para mantan napiter di Poso ikut membantu agar empat orang anggota kelompok MIT untuk menyerahkan diri kepada aparat keamanan. Kempat anggota MIT yang tersisa tersebut adalah Askar alias Jaid alias Pak Guru, Nae alias Galuh alias Mukhlas, Ahmad Gazali alias Ahmad Panjang dan Suhardin alias Hasan Pranata.
“Kalau memang rekan-rekan mantan napi ini bisa berkomunikasi dengan empat DPO (Daftar Pencarian Orang) yang selama ini kita cari, saya menunggu. Mudah-mudahan mereka mau menyerahkan diri,”ujar Rudy yang juga sekaligus sebagai Penanggung Jawab Kendali Operasi Madago Raya, seusai menyaksikan ikrar kesetiaan oleh 23 mantan napiter Poso.
Menurut Rudy, Satuan Tugas Madago Raya saat ini masih melakukan pengejaran terhadap keempat orang anggota kelompok MIT itu di hutan pegunungan Kabupaten Poso, Sigi dan Parigi Moutong.
“Kita berusaha memetakan mereka ada dimana tapi kita juga tetap mengejar, melakukan pengejaran tapi kalau memang bisa, kalau mereka memang bisa berkomunikasi mau menyerahkan diri kita juga menunggu,” jelas Rudy.
Selain upaya pengejaran, Satgas Madago Raya juga membentuk pos sekat di berbagai tempat untuk mencegah kelompok itu turun ke pemukiman masyarakat.
Ribuan Hektare Kebun Kakao Terbengkalai
Gangguan keamanan yang terus dilakukan MIT juga berdampak negatif terhadap kegiatan ekonomi petani kakao di Kecamatan Poso Pesisir, Poso Pesisir Utara dan Poso Pesisir Selatan.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Poso, Suratno, mengungkapkan ribuan hektare areal kebun kakao ditinggalkan petani yang mengkhawatirkan keselamatan diri mereka.
BACA JUGA: BNPT: Jumlah Anggota dan Simpatisan Organisasi Teroris Capai 17.000 OrangUmumnya lahan kebun kakao itu berada di kaki Gunung Biru yang sekaligus sebagai tempat persembunyian dan pergerakan kelompok teroris MIT.
“Kakao kami yang terdampak itu sekitar 18 ribu hektare, tidak bisa dijamah lagi sejak tahun operasi-operasi itu. Jadi banyak yang sudah tidak produktif lagi tidak terurus,” ungkap Suratno, Selasa (5/10).
Your browser doesn’t support HTML5
Menurutnya dengan semakin berkurangnya anggota kelompok itu, mulai memunculkan keberanian petani untuk kembali mengurus kembali lahan-lahan mereka yang sempat terbengkalai setidaknya sejak 2016. (yl/em)