Mantan Presiden Filipina Benigno Aquino, putra dua ikon demokrasi negara Asia Tenggara itu, meninggal pada Kamis (24/6) setelah dirawat di rumah sakit di Manila.
Pria berusia 61 tahun itu adalah Presiden Filipina dari 2010-2016.
"Dengan kesedihan mendalam, saya menerima kabar pagi ini atas meninggalnya mantan presiden Benigno Aquino," kata hakim Mahkamah Agung Marvic Leonen, yang diangkat oleh Aquino pada 2012, dalam sebuah pernyataan.
"Suatu kehormatan untuk melayani dalam kepemimpinannya. Ia akan dirindukan," sebut pernyataan itu. Dikenal dengan panggilan Noynoy, Aquino mendapat dukungan publik hingga meraih kursi kepresidenan setelah kematian ibunya, pemimpin “People Power" yang dihormati Corazon Aquino. Corazon juga pernah menjabat presiden dari 1986 hingga 1992.
Ayahnya dengan nama yang sama adalah seorang senator yang gigih menentang aturan orang kuat, Presiden Ferdinand Marcos. Dia dibunuh saat pulang dari pengasingan politik pada 1983.
Pembunuhan itu mengejutkan bangsa Filipina sekaligus menjadi pendorong agar Marcos lengser dari jabatannya melalui revolusi "People Power" pada 1986 dan mengantarkan ibunya menjadi presiden.
Aquino adalah anak tunggal yang bekerja di bisnis gula milik keluarga sebelum memulai karier politik pada 1998.
Dia adalah anggota DPR selama tiga periode antara 1998 dan 2007, mewakili Provinsi Tarlac, kawasan pertanian gula di utara Manila.
Dia masih punya bekas luka tembak dari percobaan kudeta militer tahun 1987 terhadap pemerintahan ibunya. Saat itu Noynoy ditembak lima kali dan tiga pengawalnya tewas.
Enam tahun masa jabatan Aquino sebagai presiden tidak lepas dari krisis. Pada tahun kelima masa jabatannya, 44 pasukan komando tewas dalam operasi yang gagal untuk menangkap seorang militan Malaysia yang buron. [mg/ft]