Presiden Filipina Ferdinand Marcos, Rabu (28/2), mengatakan bahwa kehadiran kapal-kapal perang China di perairan lepas pantai negaranya “mengkhawatirkan”.
Komentarnya muncul setelah Penjaga Pantai Filipina mengatakan kapal-kapal angkatan laut China terdeteksi pekan lalu ketika pemerintah melakukan misi pemberian pasokan kepada nelayan Filipina di dekat beting Scarborough yang dikuasai China.
Rangkaian terumbu dan bebatuan berbentuk segitiga itu terletak 240 kilometer sebelah barat Luzon, pulau utama di Filipina, dan hampir 900 kilometer dari daratan utama China yang terdekat, Hainan.
China merebut perairan dangkal itu dari Filipina pada 2012 dan sejak itu mengerahkan kapal penjaga pantai dan kapal-kapal lain yang menurut Filipina mengganggu kapal-kapalnya dan mencegah nelayannya mengakses laguna yang kaya ikan di sana.
“Ini mengkhawatirkan,” kata Marcos kepada wartawan sebelum berangkat ke Australia untuk menghadiri KTT ASEAN. “Sebelumnya, hanya Penjaga Pantai China yang beroperasi di wilayah kami. Sekarang angkatan laut mereka telah bergabung, bersama kapal penangkap ikan. Jadi situasinya berubah.”
Dalam insiden terbaru, sebuah kapal milik Biro Perikanan dan Sumber Daya Perairan Filipina menerima panggilan radio dari kapal perang China pada 21 Februari ketika kapal itu berlayar menuju beting tersebut, kata Penjaga Pantai Filipina, Minggu.
Kapal Angkatan Laut China lainnya terdeteksi 18,5 kilometer dari BRP Datu Sanday yang sedang mendistribusikan bahan bakar kepada nelayan Filipina di dekat terumbu karang itu pada 23 Februari, kata penjaga pantai. Penjaga Pantai Filipina juga menuduh kapal penjaga pantai China dan kapal-kapal lain berusaha memblokir Datu Sanday dekat beting Scarborough pada 22 Februari.
BACA JUGA: Pasukan Penjaga Pantai Filipina Tuding Kapal-kapal China Lakukan Manuver “Berbahaya”Marcos menegaskan negaranya akan terus “mempertahankan wilayah maritim kami” dan mengatakan para nelayan Filipina seharusnya diizinkan menangkap ikan di perairan tersebut.
China mengklaim hampir seluruh wilayah Laut Cina Selatan. Mereka mengabaikan keputusan pengadilan internasional yang menyatakan pernyataan mereka tidak memiliki dasar hukum. [ka/aa]