Maskapai penerbangan biaya rendah di Asia Tenggara dinilai terlalu jor-joran dalam berekspansi tanpa mengantisipasi berkurangnya keuntungan.
SINGAPURA —
Maskapai penerbangan berbiaya rendah di Asia Tenggara berisiko kehilangan keuntungan akibat membeli terlalu banyak pesawat dalam waktu singkat, demikian dijelaskan seorang bankir penerbangan terkemuka.
Di wilayah ini, sejak dua tahun terakhir, maskapai penerbangan berbiaya rendah memesan pesawat dengan total nilai US$50 miliar, menjadikan pesawat Boeing dan Airbus baru melayani rute-rute baru sekaligus menggantikan peasawat yang lama. Mereka mengandalkan pertumbuhan kelas menengah yang diperkirakan akan semakin sering bepergian lewat udara di tahun-tahun mendatang.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Reuters, Bertrand Grabowski dari DVB Bank Asia Tenggara yang mengepalai divisi pembiayaan aviasi dan transportasi udara bank asal Jerman ini, mengatakan banyak maskapai penerbangan jenis ini salah mengambil keputusan, mencoba meningkatkan pangsa pasar tanpa mengantisipasi kemungkinan berkurangnya margin keuntungan mereka.
"Saya rasa puncak performa sebagian besar maskapai penerbangan berbiaya rendah sudah berakhir, dan mereka harus lebih hati-hati dalam berekspansi. Jika tidak, mereka akan bangkrut karena tidak mampu menghasilkan keuntungan," kata Grabowski, yang telah bekerja di bidang perbankan penerbangan selama tiga dekade.
Kapasitas yang bertambah akan memaksa maskapai penerbangan untuk melayani rute-rute yang kurang menguntungkan, memangkas margin keuntungan mereka.
Maskapai berbiaya rendah seperti Air Asia Bhd, Lion Air, Cebu Air Inc dan Tiger Airways Holdings Ltd telah memesan lebih dari 700 pesawat baru, ujarnya.
"Menurut kami di DVB, jumlah itu terlalu banyak," kata Grabowski yang berkantor di London dan memimpin bank-nya dalam sejumlah transaksi termasuk pembiayaan pesawat terbang untuk Lion Air.
Airbus dan Boeing Co telah mengeluarkan prediksi pemesanan pesawat untuk 20 tahun ke depan, yang memperkirakan mereka akan menyerahkan pesawat senilai $4 triliun, sebagian besar untuk pasar Asia. Sejumlah besar dana tersebut berasal dari bank-bank seperti DVB atau perusahaan leasing.
"Semua orang berpikir tidak hanya pasar yang akan tumbuh, sebuah asumsi yang benar, tapi ‘pangsa pasar saya juga akan tumbuh,’” kata Grabowski.
"Dan 'jika pasar pesaing saya tumbuh, saya harus memastikan bahwa saya punya kapasitas untuk mempertahankan pangsa pasar saya’” dia menambahkan.
AirAsia dan Cebu tidak memberikan komentar untuk laporan ini, sedangkan Lion Air dan Tiger tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar.
Lion Air memiliki keunggulan dibanding pesaingnya karena maskapai ini telah menguasai sekitar setengah dari pasar domestik Indonesia, yang masih sangat mungkin berkembang kata Grabowski.
Perusahaan penerbangan dan pemasok pesawat telah banyak berinvestasi di wilayah yang pertumbuhan penumpangnya melampaui negara-negara maju. Kedua pabrik pesawat terbang utama dunia itu yakin bahwa untuk dua dekade mendatang, dua pertiga dari pesawat baru akan terjual di wilayah Asia-Pasifik.
Terlalu Banyak Pesanan
Grabowski, yang menjadi pembicara pada pertemuan penting industri keuangan pesawat terbang di Dublin minggu ini, merasa sebagian besar pesanan ini terlalu banyak.
"Saya tidak akan kaget jika pesanan 700 pesawat ini akan berkurang menjadi 400, 450. Akan ada sejumlah pembatalan atau penundaan, dan ini hampir pasti akan terjadi," katanya.
Seorang pengamat di Pusat Penerbangan Asia Pasifik mengatakan karena rentang waktu penyerahan peawat baru bisa berlangsung bertahun-tahun, pasar akan tetap mampu menyerap kapasitas baru tersebut.
"Ya, di sejumlah pasar, persaingannya akan ketat dan dapat memengaruhi keuntungan, yang berujung pada konsolidasi pada maskapai-masakapai kecil, bukan yang besar,” kata Brendan Sobie, analis utama di sebuah konsultan penerbangan.
"Melihat kondisi ekonomi secara umum di wilayah ini, kapasitas baru ini akan terserap dan dan maskapai berbiaya rendah memiliki masa depan cerah di sini," katanya.
Maskapai penerbangan mendapat kelonggaran untuk menjadwal ulang pengiriman pesawat, atau menjual dan menyewakan armadanya. Biasanya, mereka membayar peasawat-pesawat baru di saat pengiriman, bukan di waktu pemesanan.
Pada Februari 2012, Lion Air mengonfirmasi tambahan pesanan 230 pesawat Boeing, menjadikan total pemesanan 400 pesawat. Pengiriman pesawat-pesawat ini dijadwalkan antara tahun 2017-2025.
Tony Fernandes, Group Chief Executive AirAsia yakin Asia Tenggara masih akan berkembang, dan sebelumnya mengatakan maskapai penerbangannya akan mampu mempertahankan margin keuntungan.
Sampai November, AirAsia Group memiliki total armada A320 sebanyak 112 pesawat dan menunggu 266 pesawat lagi diserahkan sampai 2026.
Pada Desember, maskapai ini memastikan pesanan senilai $9,4 juta untuk 100 pesawat Airbus, menjadikannya nasabah terbesar pabrik pesawat Eropa tersebut dalam hal jumlah pesawat yang dipesan. (Reuters)
Di wilayah ini, sejak dua tahun terakhir, maskapai penerbangan berbiaya rendah memesan pesawat dengan total nilai US$50 miliar, menjadikan pesawat Boeing dan Airbus baru melayani rute-rute baru sekaligus menggantikan peasawat yang lama. Mereka mengandalkan pertumbuhan kelas menengah yang diperkirakan akan semakin sering bepergian lewat udara di tahun-tahun mendatang.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Reuters, Bertrand Grabowski dari DVB Bank Asia Tenggara yang mengepalai divisi pembiayaan aviasi dan transportasi udara bank asal Jerman ini, mengatakan banyak maskapai penerbangan jenis ini salah mengambil keputusan, mencoba meningkatkan pangsa pasar tanpa mengantisipasi kemungkinan berkurangnya margin keuntungan mereka.
"Saya rasa puncak performa sebagian besar maskapai penerbangan berbiaya rendah sudah berakhir, dan mereka harus lebih hati-hati dalam berekspansi. Jika tidak, mereka akan bangkrut karena tidak mampu menghasilkan keuntungan," kata Grabowski, yang telah bekerja di bidang perbankan penerbangan selama tiga dekade.
Kapasitas yang bertambah akan memaksa maskapai penerbangan untuk melayani rute-rute yang kurang menguntungkan, memangkas margin keuntungan mereka.
Maskapai berbiaya rendah seperti Air Asia Bhd, Lion Air, Cebu Air Inc dan Tiger Airways Holdings Ltd telah memesan lebih dari 700 pesawat baru, ujarnya.
"Menurut kami di DVB, jumlah itu terlalu banyak," kata Grabowski yang berkantor di London dan memimpin bank-nya dalam sejumlah transaksi termasuk pembiayaan pesawat terbang untuk Lion Air.
Airbus dan Boeing Co telah mengeluarkan prediksi pemesanan pesawat untuk 20 tahun ke depan, yang memperkirakan mereka akan menyerahkan pesawat senilai $4 triliun, sebagian besar untuk pasar Asia. Sejumlah besar dana tersebut berasal dari bank-bank seperti DVB atau perusahaan leasing.
"Semua orang berpikir tidak hanya pasar yang akan tumbuh, sebuah asumsi yang benar, tapi ‘pangsa pasar saya juga akan tumbuh,’” kata Grabowski.
"Dan 'jika pasar pesaing saya tumbuh, saya harus memastikan bahwa saya punya kapasitas untuk mempertahankan pangsa pasar saya’” dia menambahkan.
AirAsia dan Cebu tidak memberikan komentar untuk laporan ini, sedangkan Lion Air dan Tiger tidak dapat dihubungi untuk memberikan komentar.
Lion Air memiliki keunggulan dibanding pesaingnya karena maskapai ini telah menguasai sekitar setengah dari pasar domestik Indonesia, yang masih sangat mungkin berkembang kata Grabowski.
Perusahaan penerbangan dan pemasok pesawat telah banyak berinvestasi di wilayah yang pertumbuhan penumpangnya melampaui negara-negara maju. Kedua pabrik pesawat terbang utama dunia itu yakin bahwa untuk dua dekade mendatang, dua pertiga dari pesawat baru akan terjual di wilayah Asia-Pasifik.
Terlalu Banyak Pesanan
Grabowski, yang menjadi pembicara pada pertemuan penting industri keuangan pesawat terbang di Dublin minggu ini, merasa sebagian besar pesanan ini terlalu banyak.
"Saya tidak akan kaget jika pesanan 700 pesawat ini akan berkurang menjadi 400, 450. Akan ada sejumlah pembatalan atau penundaan, dan ini hampir pasti akan terjadi," katanya.
Seorang pengamat di Pusat Penerbangan Asia Pasifik mengatakan karena rentang waktu penyerahan peawat baru bisa berlangsung bertahun-tahun, pasar akan tetap mampu menyerap kapasitas baru tersebut.
"Ya, di sejumlah pasar, persaingannya akan ketat dan dapat memengaruhi keuntungan, yang berujung pada konsolidasi pada maskapai-masakapai kecil, bukan yang besar,” kata Brendan Sobie, analis utama di sebuah konsultan penerbangan.
"Melihat kondisi ekonomi secara umum di wilayah ini, kapasitas baru ini akan terserap dan dan maskapai berbiaya rendah memiliki masa depan cerah di sini," katanya.
Maskapai penerbangan mendapat kelonggaran untuk menjadwal ulang pengiriman pesawat, atau menjual dan menyewakan armadanya. Biasanya, mereka membayar peasawat-pesawat baru di saat pengiriman, bukan di waktu pemesanan.
Pada Februari 2012, Lion Air mengonfirmasi tambahan pesanan 230 pesawat Boeing, menjadikan total pemesanan 400 pesawat. Pengiriman pesawat-pesawat ini dijadwalkan antara tahun 2017-2025.
Tony Fernandes, Group Chief Executive AirAsia yakin Asia Tenggara masih akan berkembang, dan sebelumnya mengatakan maskapai penerbangannya akan mampu mempertahankan margin keuntungan.
Sampai November, AirAsia Group memiliki total armada A320 sebanyak 112 pesawat dan menunggu 266 pesawat lagi diserahkan sampai 2026.
Pada Desember, maskapai ini memastikan pesanan senilai $9,4 juta untuk 100 pesawat Airbus, menjadikannya nasabah terbesar pabrik pesawat Eropa tersebut dalam hal jumlah pesawat yang dipesan. (Reuters)