Krisis yang melanda maskapai penerbangan terbesar kedua di India mengalihkan sorotan kepada industri penerbangan yang sedang kepayahan di sana.
Sampai setahun lalu, Kingfisher Airlines masih mengoperasikan penerbangan dalam dan luar negeri dan merupakan salah satu perusahaan penerbangan utama di India.
Namun, armadanya tidak dioperasikan sejak awal bulan ini setelah pegawai-pegawai mogok memrotes gaji yang belum dibayar. Walaupun pegawai-pegawai telah kembali bekerja, maskapai penerbangan itu masih menghadapi masa depan yang tidak menentu.
Izin terbang Kingfisher ditangguhkan oleh badan pengatur penerbangan setelah gagal mengatasi bagaimana maskapai penerbangan itu menyediakan layanan yang aman, dapat diandalkan, dan efisien dengan adanya masalah keuangan yang dihadapi perusahaan penerbangan itu. Dalam setahun belakangan, Kingfisher Airlines terus mengalami kerugian sekitar 1,5 miliar dolar dan terpaksa mengurangi operasinya.
Krisis di perusahaan Kingfisher mencerminkan masalah lebih besar yang dihadapi sektor penerbangan India. Para analis mengatakan biaya operasi yang tinggi di India menyulitkan banyak maskapai penerbangan untuk mendapat keuntungan.
Amber Dubey, direktur kedirgantaraan pada kelompok konsultan KPMG India, mengatakan bahwa bahan bakar pesawat di India adalah di antara yang termahal di dunia karena tingginya pajak lokal.
“Tidak ada di mana pun di dunia, hal seperti ini terjadi. Harga bahan bakar 55 sampai 60 persen lebih mahal daripada di bandara-bandara seperti Dubai dan Singapura. Sektor penerbangan kami tidak mungkin melakukannya. Jika hal-hal seperti itu dipajaki sangat tinggi, bisa dibayangkan dampaknya pada produk akhir, yaitu harga tiket,” ujar Dubey.
Para analis mengatakan naiknya harga tiket pesawat mengurangi tingkat permintaan. Hanya satu dari enam maskapai penerbangan India yang mencatat laba dalam tahun-tahun belakangan.
Pemerintah baru-baru ini melonggarkan kebijakan-kebijakan investasi dan mengizinkan maskapai-maskapai penerbangan asing membeli saham maskapai penerbangan domestik sampai 49 persen. Ini mungkin bisa menolong industri yang sedang mencari sumber pendanaan.
Dubey mengatakan, investor-investor, khususnya dari Timur Tengah dan Asia Timur, tertarik akan potensi pasar industri penerbangan jangka panjang India.
Di antara maskapai penerbangan yang sedang mencari kemitraan asing untuk menyelamatkan nasibnya adalah Kingfisher. Namun, para analis mengatakan sulit bagi maskapai penerbangan yang sedang terpuruk itu mencari mitra untuk mendapatkan modal.
Namun, armadanya tidak dioperasikan sejak awal bulan ini setelah pegawai-pegawai mogok memrotes gaji yang belum dibayar. Walaupun pegawai-pegawai telah kembali bekerja, maskapai penerbangan itu masih menghadapi masa depan yang tidak menentu.
Izin terbang Kingfisher ditangguhkan oleh badan pengatur penerbangan setelah gagal mengatasi bagaimana maskapai penerbangan itu menyediakan layanan yang aman, dapat diandalkan, dan efisien dengan adanya masalah keuangan yang dihadapi perusahaan penerbangan itu. Dalam setahun belakangan, Kingfisher Airlines terus mengalami kerugian sekitar 1,5 miliar dolar dan terpaksa mengurangi operasinya.
Krisis di perusahaan Kingfisher mencerminkan masalah lebih besar yang dihadapi sektor penerbangan India. Para analis mengatakan biaya operasi yang tinggi di India menyulitkan banyak maskapai penerbangan untuk mendapat keuntungan.
Amber Dubey, direktur kedirgantaraan pada kelompok konsultan KPMG India, mengatakan bahwa bahan bakar pesawat di India adalah di antara yang termahal di dunia karena tingginya pajak lokal.
“Tidak ada di mana pun di dunia, hal seperti ini terjadi. Harga bahan bakar 55 sampai 60 persen lebih mahal daripada di bandara-bandara seperti Dubai dan Singapura. Sektor penerbangan kami tidak mungkin melakukannya. Jika hal-hal seperti itu dipajaki sangat tinggi, bisa dibayangkan dampaknya pada produk akhir, yaitu harga tiket,” ujar Dubey.
Para analis mengatakan naiknya harga tiket pesawat mengurangi tingkat permintaan. Hanya satu dari enam maskapai penerbangan India yang mencatat laba dalam tahun-tahun belakangan.
Pemerintah baru-baru ini melonggarkan kebijakan-kebijakan investasi dan mengizinkan maskapai-maskapai penerbangan asing membeli saham maskapai penerbangan domestik sampai 49 persen. Ini mungkin bisa menolong industri yang sedang mencari sumber pendanaan.
Dubey mengatakan, investor-investor, khususnya dari Timur Tengah dan Asia Timur, tertarik akan potensi pasar industri penerbangan jangka panjang India.
Di antara maskapai penerbangan yang sedang mencari kemitraan asing untuk menyelamatkan nasibnya adalah Kingfisher. Namun, para analis mengatakan sulit bagi maskapai penerbangan yang sedang terpuruk itu mencari mitra untuk mendapatkan modal.