Ratusan demonstran hari Jumat ini (16/12) kembali berunjuk rasa di ibukota Zahedan, provinsi di bagian tenggara Iran, menandai tiga bulan sejak meninggalnya Mahsa Amini, perempuan Kurdi berusia 22 tahun, di tahanan polisi, yang memicu demonstrasi anti-pemerintah.
Beberapa video yang diperoleh VOA, juga video serupa yang dipasang di media sosial, menunjukkan kerumunan massa menggelar unjuk rasa sambil meneriakkan slogan-slogan anti-pemerintah.
Kantor berita PNN melaporkan, mereka juga mengejek aparat keamanan Iran, termasuk Garda Revolusioner Iran, dan membandingkan mereka dengan kelompok teroris ISIS. Dalam salah satu video, demonstran yang memadati jalan-jalan terdengar berteriak, “Bangsa ini ingin kebebasan, bangsa ini ingin penyelesaian!”
Pemerintah menanggapi aksi demonstrasi itu dengan mengambil tindakan tegas. Ratusan orang telah meninggal dunia, sementara ribuan lainnya ditangkap. Hal ini memicu kecaman internasional dan sanksi.
BACA JUGA: PBB: Eksekusi terhadap Pemrotes Iran Sangat MeresahkanPNN juga mengutip Imam Zahedan yang beraliran Sunni, Maulvi Abdul Hamid yang mengkritisi pemerintah karena tidak bersedia mendengar suara rakyat, dengan bersikeras bahwa demonstrasi itu dipicu oleh agen-agen Amerika dan negara-negara Barat lainnya.
Mahsa Amini meninggal 16 September lalu, tiga hari setelah ditangkap polisi moral karena tidak mengenakan jilbab secara benar. Sejak itu Iran telah dilanda gelombang demonstrasi di seluruh negeri.
PBB, lewat satu resolusi yang disponsori Amerika, Rabu lalu (15/12) mengeluarkan Iran dari Komisi Status Perempuan, satu badan PBB yang fokus mengurus HAM khusus perempuan. Kementerian Luar Negeri Iran menolak resolusi itu sebagai suatu yang “tidak sah.” [em/pp]