Sembilan bulan di tengah pandemi menjadi saat yang sangat sulit bagi Purwanto. Ketua Paguyuban Kusir Andong Yogyakarta itu masih harus sabar menunggu wisatawan datang. Pendapatan harian rata-ratanya anjlok, hingga seperempat dari angka normal, yang biasanya mampu dia kumpulkan di kisaran Rp 150 ribu per hari.
“Kita sudah terapkan protokol kesehatan. Paguyuban sudah mengeluarkan aturan, andong yang beroperasi di Malioboro harus disekat plastik, tengahnya itu. Terus pakai masker, pakai hand sanitizer, bila perlu pakai face shield. Kita sudah komplit. Bisa dilihat, kalau enggak pakai itu bisa disuruh pulang, dan semua melaksanakan,” kata Purwanto pada VOA.
Purwanto sadar, pandemi membatasi gerak wisatawan, khususnya yang datang ke Yogyakarta. Dia sangat berharap, liburan Natal dan Tahun Baru pekan depan bisa membawa harapan baru dan Malioboro, ruas jalan di mana dia dan kawan-kawannya mangkal, dijejali penikmat liburan.
“Saya sangat, sangat, sangat berharap wisatawan datang,” ujarnya.
Sektor Pariwisata Tetap Buka
Selain pendidikan, Yogyakarta hidup dari pariwisata. Dua pukulan berat diterima bersamaan di tengah pandemi. Sektor pendidikan buyar karena penyelenggaraan pendidikan jarak jauh, sementara pariwisata anjlok seiring turunnya minat wisatawan dan kondisi ekonomi.
Karena itulah, berulangkali pemerintah Yogyakarta menegaskan bahwa mereka tidak pernah menutup sektor pariwisata, seperti dikatakan Sekretaris Daerah Kadarmanta Baskara Aji.
“Sampai dengan hari ini, Pemda atau gugus tugas DIY tidak melakukan pelarangan terhadap masyarakat untuk beraktivitas, tetapi tentu harus sesuai protokol kesehatan yang sudah kita sepakati dan sudah kita atur,” kata Baskara.
Baskara juga menegaskan, penyelenggara destinasi wisata maupun event harus bertanggung jawab menjaga protokol kesehatan.
“Kalau penyelenggara tidak mematuhi maka event-nya, atau destinasi wisata yang bersangkutan atau rumah makan atau hotel itu bisa jadi kita tutup,” tambahnya.
Satu pekan yang lalu, aparat gabungan baru saja membubarkan acara komunitas otomotif nasional karena dianggap tidak mampu melaksanakan protokol kesehatan. Namun di sisi lain, Yogyakarta juga tidak mampu berbuat banyak pada periode tertentu, pusat pariwisata penuh sesak tanpa ada upaya menjaga jarak.
Baskara mengatakan, setidaknya dalam dalam bulan terakhir mereka telah menindak hampir 36 ribu orang yang melanggar protokol kesehatan. Tetapi di sisi lain dia mengakui, disiplin masyarakat masih belum baik. Khusus di sektor pariwisata, Baskara juga mengakui ada beberapa destinasi wisata belum mematuhi protokol kesehatan.
“Sudah kita peringatkan, bahkan ada yang kita minta untuk berhenti menerima tamu, karena jumlahnya sudah cukup banyak. Selanjutnya, kita minta ada petugas khusus di destinasi wisata, di kendaraan pengantar wisata, di bandara, di stasiun untuk melakukan kontrol terhadap penegakan protokol kesehatan di masing-masing tempat di mana para wisatawan itu datang,”lanjut Baskara.
Bak Buah Simalakama
Yogyakarta termasuk wilayah dengan promosi wisata cukup gencar sepanjang pandemi ini. Dengan embel-embel penerapan protokol kesehatan, wisatawan diundang datang menikmati berbagai destinasi dan layanan baru.
Kebijakan membuka luas pintu sektor pariwisata bukan tanpa resiko. Meski tidak dikategorikan dengan jelas sebagai penyumbang lonjakan kasus, pariwisata tetap merupakan ajang interaksi beresiko tinggi.
Wakil Wali Kota Yogya, Heroe Poerwadi mengakui, ada kenaikan jumlah kasus setelah libur panjang akhir Oktober lalu. Pelaku perjalanan sering disebut sebagai salah satu faktor penentu kenaikan kasus itu. Kenaikan kasus itu mulai dirasakan pada minggu ketiga November, atau sekitar 20 hari setelah libur panjang.
Sementara Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Joko Hastaryo memiliki kekhawatiran, liburan panjang akhir tahun ini akan kembali berdampak pada lonjakan kasus positif Covid 19. Dalam perbincangan dengan wartawan Minggu (13/12), Joko mengusulkan ada pekan tenang setelah periode libur panjang.
“Pekan tenang ini masih kami matangkan. Rencananya, pekan tenang Covid-19 akan diberlakukan mulai 4 Januari 2021 hingga satu pekan ke depan,” kata Joko.
BACA JUGA: Laju Penularan Virus Corona Melonjak Jadi 18,1%Usulan ini disampaikan ke gugus tugas penanganan Covid 19 setempat. Belajar dari libur panjang sebelumnya, nampaknya pemerintah daerah tidak mau terkena getahnya kali ini.
Pekan tenang dilaksanakan dengan mendorong seluruh warga, pegawai swasta dan pegawai negeri untuk beraktivitas dan bekerja dari rumah. Hanya untuk kepentingan yang sangat mendesak saja, warga diperkenankan keluar. Namun, penerapannya masih menunggu kesepakatan seluruh pihak.
Yogyakarta memang mengalami lonjakan kasus positif sangat signifikan. Dalam perhitungan VOA, sesuai laporan harian Satgas Covid 19 DIY, periode 15 Oktober-14 November (31 hari) ada 1.340 kasus positif. Namun pada 15 November-15 Desember 2020 (31 hari), Yogyakarta mencatatkan kasus sebanyak 4.055. Kasus harian yang sebelumnya ada di kisaran 40-60, melonjak hingga sekitar 120-150, bahkan pernah beberapa kali lebih dari 200 kasus positif per hari.
Pada Kamis (16/12) pukul 16.00 WIB, Juru Bicara Tim Gugus Tugas Covid 19 DIY Berty Murtiningsih, melaporkan adanya 224 kasus baru. Dengan demikian, Yogyakarta mencatatkan total 8.860 kasus positif secara kumulatif, dengan 2.778 kasus aktif saat ini dan 177 kematian.
Liburan dan Lonjakan
Jika ditarik ke dugaan keterkaitan libur panjang dan lonjakan kasus, di Yogyakarta nampaknya sinyalemen itu menemukan jawaban.
Dr. Dewi Nur Aisyah, Ketua Bidang Data dan Teknologi Informasi Satgas Covid-19 BNPB menyebut, libur panjang selalu diakhiri dengan lonjakan kasus di Indonesia. Paparan itu dia sampaikan dalam perbincangan "Covid-19 Dalam Angka: Belajar Dari Pengalaman Libur Panjang", Rabu (16/12).
“Pada saat libur Idul Fitri bulan Mei 2020, kemudian kita melihat kenaikan kasus terjadi pada tanggal 6 Juni sampai akhir Juni, dari libur panjang, terjadi peningkatan kasus 70 persen sampai 90 persen dari sebelumnya 600 kasus per hari menjadi 1.100 kasus per hari rata-rata penambahan kasus hariannya,” kata Dewi.
Indonesia mengalami tiga periode libur panjang dan ketiga-tiganya memompa angka positif dalam periode dua minggu sampai empat minggu sesudahnya. Periode libur panjang pertama adalah 22-25 Mei, dalam kaitan Idul Fitri seperti dia paparkan di atas. Libur kedua ada di bulan Agustus, yang merupakan kombinasi libur Kemerdekaan dan hari libur lain, dalam rentang 17-23 Agustus.
“Kita melihat ada kenaikan kasus cukup signifikan pada pekan pertama sampai akhir September. Jumlah kasus bertambah secara signifikan, baik itu kasus harian maupun komulatif mingguan. Kasus mingguan ini dari 13 ribu per minggu, jadi 30 ribu per minggu,” kata Dewi.
Your browser doesn’t support HTML5
Periode liburan ketiga ada di bulan Oktober, seperti yang juga berdampak di Yogyakarta. Periode ini, menurut data Satgas, bahkan menaikkan positive rate, dari kisaran 13 persen merambat ke 13,83 persen kemudian 14,67 persen hingga menyentuh 17,31 persen antara awal November hingga akhir bulan itu. Pada pekan keempat setelah libur panjang, lanjut Dewi, Indonesia mencatatkan kematian mingguan hingga 900 orang dalam satu minggu, yang merupakan catatan tertinggi.
Pemerintah berupaya mencegah dampak buruk libur panjang yang sudah terjadi tiga kali. Antara lain dengan mewajibkan surat dengan hasil PCR atau rapid test antigen negatif bagi wisatawan di Jawa dan Bali. Upaya ini tentu baru akan terbaca hasilnya pada pekan ketiga atau keempat Januari nanti. Belum ada larangan tegas agar masyarakat tidak berwisata, terutama keluar daerah. Tentu, karena semua tahu, sektor ini adalah salah satu penggerak utama ekonomi di sejumlah daerah. [ns/ab]