Pilihan rakyat di Myanmar untuk mengakses berita-berita makin terbatas setelah koran San Taw Chain atau Standard Times, mengumumkan percetakan dan penerbitan daring akan dihentikan untuk sementara akibat gangguan terhadap komunikasi dan distribusi menyusul terjadinya kudeta.
Harian itu adalah media swasta terbaru yang menghentikan operasinya. Empat media swasta lainnya termasuk harian berbahasa Inggris, Myanmar Times mengumumkan penghentian penerbitan sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021. Pada 8 Maret lalu, pihak militer membatalkan izin penerbitan lima organisasi media termasuk Myanmar Now, Khit Thit Media, Mizzima, dan Democratic Voice of Burma.
Kelima media itu melaporkan situasi terakhir di Myanmar setelah militer menggulingkan pemerintahan sipil dengan alasan tidak terbukti adanya kecurangan pemilihan, serta menahan para pemimpin senior dari Liga Nasional untuk Demokrasi, termasuk Aung San Suu Kyi.
Analis media Sithu Aung Myint mengatakan kepada VOA layanan bahasa Burma bahwa media independen di negara itu menghadapi tantangan. Mereka sadar dengan kebutuhan publik pada pemberitaan yang bebas dan seimbang serta adanya ancaman pada sensor, kata analis tersebut. Dua harian milik pemerintah termasuk Radio dan Televisi Myanmar yang dioperasikan negara serta Myawaddy TV milik militer masih beroperasi.
Sejumlah kelompok HAM internasional mengecam keputusan militer yang membatalkan izin penerbitan dan penyiaran media pemberitaan.
Reporter Tanpa Tapal Batas (Reporters Without Borders/RSF) telah menyerukan agar PBB mengambil tindakan.
“Dewan Keamanan PBB jangan membuang waktu untuk mencapai persetujuan menjatuhkan sanksi terhadap panglima junta yang berkuasa dan menghentikan eskalasi mereka terhadap pemberangusan total kebebasan pers,” kata Daniel Bastard, kepala urusan Asia Pasifik RSF dalam sebuah pernyataan. [jm/mg]