Jumlah korban tewas akibat banjir di Myanmar meningkat menjadi sedikitnya 113 per Sabtu (14/9) malam, kata pemerintah militer negara itu hari Minggu, menyusul hujan lebat yang dibawa Topan Yagi yang telah menimbulkan kerusakan di berbagai wilayah di Asia Tenggara.
Sedikitnya 320 ribu orang mengungsi dan 64 lainnya belum ditemukan, kata juru bicara pemerintah Zaw Min Tun, menurut berita malam yang ditayangkan stasiun televisi pemerintah MRTV.
“Pemerintah sedang melakukan misi pencarian dan rehabilitasi,” lanjutnya.
Cuaca buruk akibat Topan Yagi, badai terkuat yang melanda Asia tahun ini, telah menewaskan ratusan orang di Vietnam dan Thailand, dan air yang meluap dari sungai-sungai telah menggenangi kota-kota di kedua negara itu.
Banjir di Myanmar dimulai pada Senin lalu, dengan sedikitnya 74 orang tewas hingga hari Jumat, berdasarkan laporan media pemerintah.
Myanmar dalam situasi bergejolak sejak kudeta militer pada Februari 2021 dan kekerasan telah melanda sebagian besar wilayah negara itu.
BACA JUGA: Junta Myanmar Minta Bantuan Asing Atasi Bencana BanjirKantor Koordinasi Kemanusiaan PBB (OCHA) mengatakan hujan akibat badai itu terutama berdampak pada ibu kota, Naypyitaw, serta di wilayah Mandalay, Magway, dan Bago, serta di negara bagian-negara bagian di timur dan selatan, Shan, Mon, Kayah dan Kayin.
"Myanmar Tengah sekarang ini yang paling parah terpukul, dengan banyak sungai dan anak-anak sungai yang mengalir turun dari perbukitan Shan,” kata OCHA.
Laporan mengenai lebih banyak kematian dan tanah longsor juga telah muncul, tetapi pengumpulan informasi menghadapi kesulitan karena rusaknya infrastruktur dan putusnya saluran telepon serta internet.
Media pemerintah juga melaporkan bahwa lima bendungan, empat pagoda, dan lebih dari 65 ribu rumah rusak akibat banjir.
Sekitar sepertiga dari 55 juta warga Myanmar memerlukan bantuan kemanusiaan tetapi banyak organisasi bantuan, seperti Komite Palang Merah Internasional, tidak dapat beroperasi di banyak daerah karena pembatasan akses dan risiko keamanan. [uh/ab]