Fajar merekah di kawasan Pantai Lovina, Buleleng, Bali, ketika ratusan wisatawan asing dan lokal berdiri di bibir pantai menanti jukung atau perahu motor yang akan membawa mereka menyaksikan lumba-lumba sekitar dua kilometer jauhnya dari pantai. Bau bahan bakar motor jukung berbaur air laut menerpa para penumpang yang dengan antusias menanti kehadiran lumba-lumba.
Kegiatan wisata mamalia langka ini berlangsung setiap hari, mulai dari pukul 06.00 hingga 10.00 pagi waktu setempat. Kegiatan itu berlangsung selama sekitar satu jam atau lebih jika wisatawan juga ingin menyaksikan hamparan terumbu karang tidak jauh dari perairan di mana lumba-lumba sering tampak. Ratusan jukung dari pantai Lovina dan pantai-pantai di dekatnya mulai mengejar lumba-lumba saat mamalia ini muncul satu-persatu atau bergerombol, dan sesekali mendekati jukung-jukung.
I Made Jaya Ratha, aktivis lingkungan yang pernah ikut dalam penelitian ilmiah kelautan di kawasan Lovina, mengatakan masih ada kekhawatiran wisata ini akan mengganggu habitat lumba-lumba.
"Lumba-lumba yang ada di sana residential (menetap). Mereka tetap akan ada di sana (dan) tidak akan berpindah. Cuma yang dikhawatirkan, kegiatan wisata itu akan mengganggu siklus reproduksi mereka. Cuma sampai saat ini belum ada bukti yang betul-betul valid terkait hal tersebut. Karena ketika mereka di kejar pas mereka cari makan akan terganggu. Kita tidak tahu apakah itu berimplikasi pada saat mereka melakukan reproduksi," paparnya.
Nelayan Made Pungkas, pengemudi jukung Lovina, membantah upaya jukung-jukung mengejar lumba-lumba itu mengganggu mamalia yang menjadi kebanggaan Kabupaten Buleleng.
Your browser doesn’t support HTML5
Berbicara dalam Bahasa Bali, Made Pungkas mengatakan jukung mempercepat lajunya hanya untuk mendekati lokasi dan memperlambat laju jika sudah di dekat lumba-lumba. Dia menganjurkan agar masyarakat menyaksikan langsung dan tidak begitu saja percaya bahwa habitat lumba-lumba terganggu.
Jaya Ratha mengatakan bahwa dalam penelitian sebelumnya, masyarakat setempat mengakui bahwa beberapa dekade lalu lumba-lumba bisa disaksikan dari tepi pantai. Namun, sekarang tidak lagi bisa disaksikan dari dekat.
DR. Windia Adnyana dari Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana yang meneliti lumba-lumba, mengatakan spesies lumba-lumba di Indonesia, termasuk di Bali, berukuran lebih kecil dari yang ditemukan di tempat lainnya di dunia. Ia mengakui terbatasnya penelitian ilmiah mengenai lumba-lumba Lovina menyulitkan analisa perilaku, jumlah dan habitatnya.
Ia menambahkan ilmuwan kini mengkhawatirkan sampah dan polusi di laut setelah meneliti sejumlah lumba-lumba yang terdampar.
"Karena dari beberapa lumba-lumba yang terdampar, banyak yang perutnya kosong. Ini tidak hanya lumba-lumba, tetapi mega fauna laut lain yang terdampar, perutnya kosong. Salah satu yang kita pikirkan adalah, memang ada scarcity (kelangkaan) dalam pakan. Ketika mereka berhadapan dengan situasi stresfull (stress) di laut dan perubahan cuaca sehingga gampang mati atau terdampar," ujarnya.
Agus Widya, Kepala Bagian (Kabag) Pemasaran Dinas Pariwisata Kabupaten Buleleng, mengakui sampah menjadi masalah di Pantai Lovina pada saat penyelenggaraan hiburan untuk mendukung pariwisata daerah ini. Penyelenggaraan Festival Lovina pada 21-23 Juli 2023 telah mendapat kecaman padas masyarakat di media sosial berkaitan dengan serakan sampah penonton di bibir pantai.
Menanggapi kekhawatiran dampak kegiatan pariwisata terhadap lumba-lumba, Agus Widya, mengatakan Dinas Pariwisata sudah memperkenalkan “Kode Perilaku Wisata Lumba-Lumba.”
"Kelompok nelayan kita kumpulkan kita beri sosialisasi. Ini lho, Code of Conduct menonton Dolphin. Jadi ada batasan-batasan yang harus kita lakukan agar tidak mengancam lumba-lumba itu sendiri nantinya." ujar Agus.
Matahari mulai meninggi di Lovina ketika para wisatawan kembali tiba di pantai setelah menyaksikan lumba-lumba. Satu keluarga asal Inggris yang menunjukkan wajah-wajah gembira melompat dari jukung.
"Kami menyaksikan banyak lumba-lumba, kami berenang dengan lumba-lumba. Semua pengemudi perahu sangat baik dan sangat berpengalaman dengan lumba-lumba. Tahu persis ke mana harus pergi, tahu mengikuti lumba-lumba dan menghargai lumba-lumba," kata Morgan.
Kelompok Masyarakat Pantai Pesisir di kawasan Lovina ditetapkan sebagai wisata bahari oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan kegiatan konservasi terumbu karang. Sementara keinginan pemerhati lingkungan dan fauna laut agar perairan di mana lumba-lumba berada juga ditetapkan sebagai daerah konservasi belum terwujud. [my/ft]