Seruan untuk segera mengambil tindakan terkait fenomena La Nina disampaikan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB Doni Monardo saat berbicara pada hari puncak peringatan bulan Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Selasa lalu (13/10). La Nina ditengarai akan menimbulkan curah hujan 20-40 persen di atas normal.
“Mulai dari tempat untuk pengungsian sementara, alat perlengkapan dapur lapangan, kebutuhan logistik selimut, makanan bayi, popok dan juga kebutuhan-kebutuhan dasar lainnya, kemudian menyiapkan alat-alat untuk evakuasi,” kata Doni Monardo.
Selain membersihkan saluran air yang tersumbat, warga dinilai dapat melakukan kegiatan susur sungai untuk memantau keberadaan bendungan kecil yang terbentuk oleh tumpukan sampah maupun batang-batang pohon. Bendungan kecil itu dapat jebol saat intensitas arus sungai sehingga terjadi banjir bandang.
“Kemudian juga mengingatkan masyarakat kita yang berada di wilayah dataran rendah atau di daerah-daerah yang relatif berada pada kemiringan lahan diatas 30 derajat, perkampungan-perkampungan dimana diatasnya terdapat bukit dengan kemiringan lebih dari 30 derajat ini harus waspada,” tambahnya.
Dia juga mengingatkan pentingnya menjaga ekosistem dengan mencegah terjadinya alih fungsi hutan.
BMKG Pastikan Fenomena La Nina pada Oktober-November
BMKG dan beberapa pusat layanan cuaca dunia telah memastikan terjadinya fenomena La Nina pada level moderat seiring dengan dimulainya awal musim hujan pada bulan Oktober - November. Hal ini berpotensi menyebabkan peningkatan curah hujan di sebagian besar wilayah Indonesia.
Merujuk catatan sejarah, BMKG menilai La Nina dapat meningkatkan akumulasi curah hujan bulanan di Indonesia 20-40 persen di atas normal, bahkan bisa lebih. Namun demikian, dampak La Nina tidak seragam di seluruh Indonesia. Pada bulan Oktober-November 2020, diprediksikan peningkatan curah hujan bulanan dapat terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia kecuali Sumatra. Selanjutnya, pada Desember hingga Februari 2021, peningkatan curah hujan akibat La Nina dapat terjadi di Kalimantan bagian timur, Sulawesi, Maluku-Maluku Utara dan Papua.
Daerah-Daerah Berbagi Pengalaman
Peringatan Bulan Pengurangan Risiko Bencana juga diikuti sejumlah kepala daerah yang berbagi informasi mengenai upaya pengurangan risiko bencana di wilayah mereka.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, menjelaskan sosialisasi bahaya bencana akibat fenomena La Nina itu cuaca itu telah tersosialisasi kepada masyarakat di wilayahnya sehingga langkah-langkah antisipasi dapat dilakukan segera dilakukan.
“Maka antisipasinya itu sudah ngerti kok, ayo bersihkan selokan, ayo kita edukasi tidak buang sampah sembarangan, ayo kita perbaiki sungai-sungai kita, terus kita tanami terus menerus. Sebenarnya ini upaya yang siklusnya akan berjalan terus-menerus. Bahkan sekarang La Nina sudah diramalkan akan terjadi dan cukup panjang curah hujan ini akan ada di Jawa Tengah,” paparnya.
Berdasarkan indeks Risiko Bencana Indonesia (IRBI) 2018, provinsi Jawa Tengah berada di urutan 17 nasional provinsi yang memiliki indeks risiko tinggi bencana alam. Hal itu dikarenakan latar belakang Jawa Tengah yang memiliki lima gunung aktif dengan beberapa sesar aktif. Pada selatan Jawa Tengah terdapat zona megathrust Jawa dengan segmen Jawa Tengah.
Jawa Tengah Gagas Ide Kreatif Penanggulangan Bencana
Ganjar menjelaskan upaya pengurangan risiko bencana di daerah itu juga melahirkan ide-ide kreatif masyarakat dengan konsep desa dan keluarga kembar sehingga ketika ada bencana, warga terdampak akan mendapatkan tempat untuk mengungsi ke rumah warga di desa terdekat yang tidak terkena bencana.
BACA JUGA: Saat Pandemi, Pilih Hukuman atau Hadiah?“Agar mereka dari desa satu, kalau terjadi sesuatu, pindah ke desa yang lain atau yang kedua mereka membuat keluarga kembar jadi dari keluarga satu kalau terjadi bencana lari ke keluarga berikutnya tapi sudah janjian dulu.”
Ganjar menambahkan melalui forum pengurangan risiko bencana maka masyarakat dan para relawan dapat membuat latihan simulasi penanggulangan bencana berdasarkan potensi bencana di wilayah desa masing-masing.
Ambon Gunakan Pendekatan Budaya
Sementara Walikota Ambon, Richard Louhenapessy menjelaskan tentang edukasi yang diberikan pada masyarakat lewat pendekatan kultural budaya. Berdasarkan Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI), Ambon merupakan kota rawan bencana terutama bencana hidrometerologi seperti gelombong ekstrim, tanah longsor, banjir dan banjir bandang. Ambon juga sudah berulangkali dilanda gempa serta tsunami yang tercatat terakhir kali terjadi pada 1950.
“Kearifan lokal ini dimanfaatkan betul. Lomba cipta lagu bencana kemudian lomba nyanyi. Pesan-pesan itu yang disampaikan kepada publik lewat kegiatan kultural. Ini membantu. Sehingga ada kebijakan bencana yang kita hadapi tidak terlalu mengalami resistensi sosial,” ujarnya.
BACA JUGA: Satgas Covid-19 Diminta Prioritaskan Penanganan di 12 Kabupaten/KotaDitambahkannya, pihaknya juga terus bekerja keras menanggulangi penyebaran wabah virus corona di antara keterbatasan rumah sakit di kota Ambon. Hingga 15 Oktober 2020, masih terdapat 798 orang yang dirawat, 1963 pulih sedangkan 30 meninggal dunia.
“Untuk menangani para korban corona ini, pemerintah kota harus membuka hotel-hotel bintang tiga untuk menangani para pasien corona ini. Kurang lebih ada tiga hotel bintang tiga ditambah dengan dua gedung diklat yang kita gunakan untuk memberikan penanganan kepada pasien,” jelas Richard.
Kendala yang dihadapi daerah itu adalah terbatasanya fasilitas laboratorium untuk pemeriksaan sampel swab test. Ambon baru miliki dua laboratorium untuk melayani pemeriksaan sampel swab test atau tes usap di seluruh provinsi Maluku. Warga yang melakukan uji ini harus menunggu 5-7 hari untuk mengetahui hasilnya. [yl/em]