Menegakkan Benang Basah Protokol Kesehatan Covid-19 di Pilkada Serentak

  • Yudha Satriawan

Iring-iringan bakal pasangan calon dari jalur partai politik, Gibran Rakabuming Raka ( depan memakai masker- baju lurik bergaris) didampingi ketua DPC PDIP Solo, Hadi Rudyatmo (4 dari kiri- depan berjas merah- masker) dan diikuti kandidat Wakil Walikota,

Penggalangan massa masih terjadi di masa tahapan Pilkada. Pemerintah berharap komitmen peserta pilkada dalam pengetatan protokol kesehatan akan menjadi pedoman bagi pemilih berpartisipasi di pesta demokrasi ini. 

Diiringi oleh 300-an pendukungnya, Gibran Rakabuming Raka dan Teguh Prakosa bersepeda dari kantor DPC PDIP Solo menuju Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Solo untuk mendaftar sebagai bakal calon wali kota dan wakil wali kota Solo dalam pilkada Desember.

Hampir semua peserta memakai masker, tetapi tidak semuanya dalam posisi memakai yang benar. Hidung tampak tidak tertutup masker. Saat konvoi, jaga jarak pun terabaikan.

Pemandangan yang sama terjadi ketika Bagyo Wahyono dan FX Supardjo atau ‘Bajo’, pasangan bakal calon wali kota Solo dari jalur independen mendaftarkan diri di KPUD Solo, Minggu (6/9). Pasangan Bajo berkuda menuju KPUD Solo diikuti lebih dari 700 orang pendukung mereka. Bahkan ada pendukung yang datang sambil menggendong dan menggandeng balita maupun anak-anak.

Selama tiga hari masa pendaftaran calon Pilkada pekan lau, penggalangan massa pendukung bakal pasangan calon di sejumlah daerah, termasuk di Solo, tetap terjadi. Ratusan hingga ribuan orang pendukung ikut mengantar bakal calon masing-masing ke KPUD di berbagai daerah.

Dalam pertemuan skala besar seperti itu, protokol kesehatan hampir pasti tidak berlaku ketat. Masker tidak terpasang dengan benar dan kerumunan massa berjejal, tanpa jarak sosial. Polisi melalui mobil pengeras suara, berulang kali mengingatkan massa pendukung mematuhi protokol kesehatan.

Kampanye Jelang Pilkada, Protokol Kesehatan Terlupakan

Menjaga protokol kesehatan selama masa kampanye dan saat pelaksanaan pilkada serentak pada 9 Desember menjadi kekhawatiran utama banyak pihak. Meski banyak seruan agar pilkada ditunda hingga tahun depan sembari menunggu sampai Covid-19 mereda, pemerintah dan DPR bergeming.

Padahal banyak daerah/kota yang akan menggelar pilkada memiliki jumlah kasus positif Covid-19 yang tinggi. Misalnya saja, hingga 7 September 2020 jumlah kasus positif Covid-19 di Solo mencapai hampir 490, dengan jumlah kematian 22. Sedangkan kasus suspek ada 1.100-an di mana angka kematian 52 kasus.

Arak-arakan bakal pasangan dari jalur independen, Bagyo Wahyono dan FX Supardjo, menaiki kuda didampingi para pendukungnya saat tiba di kantor KPUD Solo, Minggu (6/9) mendaftar pencalonan di Pilkada Solo. Foto : VOA/ Yudha Satriawan

Ketua KPUD Solo, Nurul Sutarti, Jumat (4/9), menegaskan KPUD sudah memberikan surat edaran tentang pembatasan jumlah massa pendukung kepada seluruh bakal calon walkot. Namun, Nurul mengaku, pihaknya tak bisa berbuat banyak. “Lha bagaimana ya, kami sudah berupaya bagaimana di dalam ruang atau gedung KPUD pembatasan jumlah orang. Luar biasa responsnya. Sanksi bagi pelanggaran protokol kesehatan ya kembali ke aturan undang-undang terkait pandemi ini," ungkap Nurul.

Namun Nurul sendiri tidak menjelaskan apa sanksi bagi partai politik pelanggar aturan protokol kesehatan.

Pilkada Sehat

Calon wakil wali kota Solo dari jalur independen, Supardjo, mengatakan pihaknya sudah mengetahui aturan pembatasan massa pendukung. "Awalnya kita agendakan ada 1.000 orang, tapi setelah ada aturan itu belum tahu pastinya nanti berapa jumlah pendukung yang mengiringi. Kami akan patuhi aturan KPUD,” ujarnya. Namun tetap saja setidaknya ada 700-an pendukung datang saat Bajo mendaftar ke KPUD, Minggu (6/9).

BACA JUGA: Persiapan Pilkada Solo Patuhi Protokol Kesehatan

Sementara itu Tim dari Gibran dan Teguh, yang diusung oleh PDI Perjuangan dan 7 Parpol mengaku tahu soal edaran pembatasan massa pendukung. Gibran berkomitmen menjaga pilkada yang sehat di masa pandemi. "Kami juga berjanji untuk menciptakan pilkada yang damai, sekaligus mentaati protokol kesehatan selama berlangsungnya Pilkada di masa pandemi ini", tegasnya saat mendaftar di KPUD Solo, Jumat (4/9).

Butuh Ketegasan

Aturan PKPU Nomor 6 Tahun 2020 tentang pelaksanaan pilkada dalam kondisi bencana non alam Covid-19 mengatur penerapan protokol kesehatan pada setiap tahapan Pilkada. Aturan itu termasuk pembatasan jumlah massa yang mendampingi bakal pasangan calon ke KPUD, masa kampanye, hingga pelaksanaan rekapitulasi hasil pemungutan suara.

Pasal 11 ayat 1-3 aturan PKPU menetapkan jika terjadi pelanggaran protokol kesehatan akan diberi teguran hingga sanksi.

Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dalam tayangan video di akun media sosial Kemendagri, kembali menegaskan pentingnya protokol kesehatan di setiap tahapan Pilkada.

"Pasangan calon agar tidak mengajak massa pendukung dalam jumlah yang besar, tidak menciptakan kerumunan atau arak-arakan massa,” tegas Tito dalam video yang diunggah Kemendagri, Jumat (4/9).

Meski sudah ada aturan dan imbauan pemerintah, di sejumlah daerah konvoi, arak-arakan, dan iring-iringan massa pendukung bakal pasangan calon tetap berlangsung seperti biasa. Mulai dari berjalan kaki, bersepeda, naik kereta kuda, kendaraan bermotor hingga mobil hias mewarnai proses pendaftaran calon ke KPUD.

Badan Pengawas Pemilu Bawaslu di hari pertama pendaftaran calon mencatat ada 243 bakal pasangan calon (paslon) yang membawa massa melebihi batas yang tercantum di aturan KPU saat mendaftar sebagai peserta Pilkada 2020. Jumlah ini hampir separuh dari 687 bakal pasangan calon yang mendaftarkan diri ke KPUD di berbagai daerah. Dari jumlah yang mendaftar, dilaporkan ada 37 bakal calon kepala daerah yang positif virus Corona (COVID-19) tersebar di 21 provinsi.

Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Karantina Kesehatan dan pasal 14 UU Nomor 4 tahun 1984 soal wabah penyakit menular . Ayat (1) pasal tersebut mengatakan bahwa "Siapapun yang dengan sengaja menghalangi pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana penjara selama-lamanya 1 tahun dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 1.000.000."

Your browser doesn’t support HTML5

Menegakkan Benang Basah Protokol Kesehatan Covid-19 di Pilkada Serentak

Kemudian Ayat (2) pasal yang sama menyebutkan, "Siapapun yang karena kealpaannya mengakibatkan terhalangnya pelaksanaan penanggulangan wabah diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya enam bulan dan/atau denda setinggi-tingginya Rp 500.000."

Selanjutnya, Pasal 93 UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan mengatur bahwa setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan sehingga menyebabkan kedaruratan kesehatan masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.

Risiko/Dampak Kesehatan

Pakar Ilmu Kesehatan Masyarakat Dari Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Profesor Bhisma Murti, saat dihubungi VOA, Senin (7/9) mengatakan perlunya faktor ketokohan mempengaruhi massa pendukung dalam menerapkan protokol kesehatan saat Pilkada sebagai tanggung jawab sosial.

Menurut Bhisma yang juga menjabat ketua pasca sarjana program studi Ilmu Kesehatan Masyarakat ini, penegakan protokol kesehatan saat Pilkada tetap harus dilakukan berupa sanksi bagi pelanggarnya. Hal itu, imbuh Bhisma, menjadi tanggung jawab sosial para tokoh politik.

Pakar Ilmu Kesehatan Masyarakat dari Universitas Sebelas Maret UNS Solo, Profesor Bhisma Murti. Foto : Humas UNS Solo.

"Selain tanggung jawab sosial, ini bisa jadi bentuk cara merebut simpati masyarakat, lho. Harus ada sistem kontrol penerapan protokol kesehatan," ujar Bhisma.

Dia menambahkan dalam Ilmu Kesehatan Masyarakat itu, sistem pengendalian atau pencegahan penyakit yang terbaik adalah pemberdayaan masyarakat.

Yang lebih penting, kata Bhisma, pada saat pandemi seperti sekarang, perlu penegakan hukum agar semua mematuhi protokol kesehatan.

"Kalau ada pelonggaran protokol kesehatan, akan membuat lainnya tidak patuh. Perlu ada ketegasan," ujarnya.

Data terbaru kasus Covid-19 di Indonesia per 7 September 2020 menunjukkan hampir 197 ribu orang terjangkit virus mematikan ini, dengan jumlah angka kesembuhan sekitar 140 ribu orang dan jumlah meninggal dunia 8.130 orang.
[ys/ft/em]