Kita biasa menyaksikan badut dalam sirkus atau perayaan lainnya. Apa yang ada di balik penampilan badut dengan rambut palsu berwarna-warni, sepatu besar dan hidung merah?
Badut sebagai bentuk hiburan sudah ada sejak berabad-abad lalu dalam banyak kebudayaan. Kita biasa menyaksikan badut dalam sirkus, di atas panggung, atau pesta-pesta ulang tahun. Badut menghadirkan tawa dan kegembiraan bagi orang muda maupun tua. Kita cari tahu apa yang ada di balik penampilan badut dengan rambut palsu berwarna-warni, sepatu besar dan hidung merah.
Konsep dasar di balik badut sekarang ini adalah sama seperti pada zaman kuno.
"Badut biasanya tidak menyampaikan banyak lelucon. Mereka-lah lelucon itu," ujar Elena Day, direktur dan produser kedua untuk acara panggung multi-media yang disebut “On the Nose”, di mana badut Mark Jaster dan Sabrina Mandell berperan sebagai profesor dan asistennya yang kikuk.
Penampilan badut mencakup sepotong cuplikan dari film dokumenter tentang badut.
Di luar panggung pertunjukan, Jaster dan Mandell adalah suami istri. Mereka mengelola bisnis pertunjukkan, Happenstance Theater. Menurut Mandell, kehidupan mereka di atas dan di luar panggung sering bersinggungan.
"Selalu begitu. Misalnya, setelah menghapus make-up dan kami sedang berjalan-jalan, kami tetap saja membadut. Jadi, saya senang," tutur Mandell.
Badut dan aktor Matthew Pauli mengatakan make-up merupakan bagian penting identitas badut. Baginya, cat wajah bukanlah topeng, melainkan kaca pembesar.
"Cat putih, misalnya, sangat dekat dengan menempatkan lampu sorot pada bagian wajah kita. Saya beri sedikit cat putih di sekitar mulut saya sehingga gerakan dan ekspresi mulut saya mudah dilihat dari kejauhan. Tetapi, saya tidak akan pernah melukiskan senyum atau cemberut, atau ekspresi wajah tertentu karena dengan begitu ekspresi saya terbatas," papar Pauli.
Berinteraksi dengan penonton adalah hal yang membuat membadut menjadi pengalaman unik di atas panggung, kata Elena Day. Ia menegaskan, membadut adalah bisnis yang serius, yang menuntut pelatihan dan pendidikan.
Menurut Day, badut masa kini mungkin tidak selalu tampak seperti penghibur kuno, melainkan penerus tradisi besar.
"Badut mungkin tidak memakai riasan wajah putih, rambut palsu yang konyol, mereka bahkan mungkin tidak memakai hidung merah, tetapi semua kualitas lain badut tetap ada," ujarnya.
Mark Jaster mengatakan kualitas-kualitas itu mencakup kemampuan untuk berinteraksi dengan penonton melalui ekspresi wajah dan keterampilan fisik, serta, tentu saja, rasa humor.
Konsep dasar di balik badut sekarang ini adalah sama seperti pada zaman kuno.
"Badut biasanya tidak menyampaikan banyak lelucon. Mereka-lah lelucon itu," ujar Elena Day, direktur dan produser kedua untuk acara panggung multi-media yang disebut “On the Nose”, di mana badut Mark Jaster dan Sabrina Mandell berperan sebagai profesor dan asistennya yang kikuk.
Penampilan badut mencakup sepotong cuplikan dari film dokumenter tentang badut.
Di luar panggung pertunjukan, Jaster dan Mandell adalah suami istri. Mereka mengelola bisnis pertunjukkan, Happenstance Theater. Menurut Mandell, kehidupan mereka di atas dan di luar panggung sering bersinggungan.
"Selalu begitu. Misalnya, setelah menghapus make-up dan kami sedang berjalan-jalan, kami tetap saja membadut. Jadi, saya senang," tutur Mandell.
Badut dan aktor Matthew Pauli mengatakan make-up merupakan bagian penting identitas badut. Baginya, cat wajah bukanlah topeng, melainkan kaca pembesar.
"Cat putih, misalnya, sangat dekat dengan menempatkan lampu sorot pada bagian wajah kita. Saya beri sedikit cat putih di sekitar mulut saya sehingga gerakan dan ekspresi mulut saya mudah dilihat dari kejauhan. Tetapi, saya tidak akan pernah melukiskan senyum atau cemberut, atau ekspresi wajah tertentu karena dengan begitu ekspresi saya terbatas," papar Pauli.
Berinteraksi dengan penonton adalah hal yang membuat membadut menjadi pengalaman unik di atas panggung, kata Elena Day. Ia menegaskan, membadut adalah bisnis yang serius, yang menuntut pelatihan dan pendidikan.
Menurut Day, badut masa kini mungkin tidak selalu tampak seperti penghibur kuno, melainkan penerus tradisi besar.
"Badut mungkin tidak memakai riasan wajah putih, rambut palsu yang konyol, mereka bahkan mungkin tidak memakai hidung merah, tetapi semua kualitas lain badut tetap ada," ujarnya.
Mark Jaster mengatakan kualitas-kualitas itu mencakup kemampuan untuk berinteraksi dengan penonton melalui ekspresi wajah dan keterampilan fisik, serta, tentu saja, rasa humor.