Menkeu Sedang Susun Daftar Barang Mewah yang akan Dikenakan PPN 12%

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Rabu (11/12). (Ghita Intan/VOA)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan pihaknya sedang memfinalisasi daftar barang mewah yang akan dikenakan kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) 12 persen per 1 Januari 2025.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan pengumuman tersebut akan disampaikan dalam waktu dekat bersama Menko Perekonomian.

“Beberapa arahan dan juga dalam hal ini diskusi sedang terus kita lakukan. Ini dalam tahap finalisasi nanti kami akan segera mengumumkan bersama Menko Perekonomian mengenai keseluruhan paket tidak hanya mengenai PPN 12 persen,” ungkapnya dalam konferensi pers APBN Kita di Jakarta, Rabu (11/12).

Menkeu Sri menegaskan pemerintah dalam menjalankan UU termasuk untuk penerapan PPN terus memberikan pemihakan kepada masyarakat luas dan menegakkan asas keadilan. Selain itu, katanya, pemerintah di saat yang bersamaan juga akan tetap menjaga kebijakan fiskal yang ada.

Dalam kesempatan ini, Menkeu Sri juga menekankan bahwa barang kebutuhan pokok dan berbagai jasa seperti seperti beras, daging, ikan, telur, sayur, susu segar, gula konsumsi, jasa pendidikan, jasa kesehatan, jasa angkutan umum, jasa tenaga kerja, jasa keuangan, jasa asuransi, penjualan buku, vaksinasi, rumah sederhana dan rusunami, pemakaian listrik dan air minum akan tetap bebas dari PPN.

Ia menuturkan potensi penerimaan negara dari barang dan jasa yang tidak dipungut PPN pada tahun ini diperkirakan mencapai Rp231 triliun dan untuk tahun depan potensinya bisa mencapai Rp265,6 triliun.

“Karena sekarang juga ada wacana untuk PPN kenaikan yang 12 persen hanya untuk barang mewah, kami sedang menghitung dan menyiapkan. Barang-barang yang tidak terkena PPN tadi tetap akan dipertahankan namun sekarang juga ada wacana dan aspirasi adalah PPN naik ke 12 persen hanya untuk barang-barang yang dianggap mewah, yang dikonsumsi oleh mereka yang mampu. Kami akan konsisten untuk asas keadilan itu akan diterapkan, karena ini menyangkut pelaksanaan UU di satu sisi. Tapi juga dari sisi asas keadilan aspirasi masyarakat tapi juga keadaan ekonomi dan kesehatan APBN kami harus mempersiapkan secara teliti dan hati-hati,” tegasnya.

BACA JUGA: Pengamat: PPN 12 Persen untuk Barang Mewah Tidak Berdampak Signifikan terhadap Penerimaan Negara

Ekonom dari Universitas Brawijaya Prof Chandra Prananda mengungkapkan pemerintah harus secepatnya menjelaskan kepada publik kategori barang mewah apa saja yang akan dikenakan PPN 12 persen. Menurutnya, ini penting agar tidak menimbulkan kebingungan di masyarakat terutama di kalangan pengusaha.

“Mungkin berikutnya seharusnya di dalam perjalanannya harus dijelaskan yang disebut dengan barang mewah itu apa? Ini sebenarnya yang berbahaya adalah mindset bahwa ini akan dikenakan sehingga kecenderungan berkonsumsi menjadi dalam tanda petik menurun. Sementara konsumsi menjadi andalan ekonomi kita. Secepatnya pemerintah harus menjelaskan produk-produk apa saja yang memang akan dikenakan 12 persen sementara yang lain tidak,” ungkap Chandra.

Chandra juga menilai bahwa kebijakan tersebut tidak akan berdampak signifikan terhadap kalangan masyarakat menengah dan bawah, karena barang mewah yang jumlah dan konsumsinya terbatas oleh kalangan tertentu tidak akan meningkatkan inflasi. Selain itu, katanya, karena kebanyakan barang mewah itu adalah impor maka menurutnya hal ini juga akan berdampak cukup baik terhadap penerimaan negara dari sisi bea cukai.

BACA JUGA: Pengamat: Tarif PPN Naik Jadi 12 Persen, Masyarakat Kelas Menengah Semakin Terjepit

Senada dengan Chandra, ekonom Bank Permata Josua Pardede menilai pemerintah perlu menjabarkan lebih detil terkait barang-barang mewah yang akan dikenakan kenaikan PPN 12 persen. Hal ini, ujarnya, untuk meminimalisasi dampak kekacauan yang akan terjadi di masyarakat.

“Namun, kategori 'barang mewah' yang belum final perlu diawasi agar tidak terjadi pergeseran dampak yang merugikan kelompok menengah atas (misalnya, barang semi-premium yang dibeli kalangan menengah),” ungkap Josua.

Meski begitu ia menilai kebijakan tersebut sudah mencerminkan asas keadilan, karena nantinya masyarakat dengan daya beli tinggi (konsumen barang mewah) akan membayar pajak lebih besar sesuai dengan kemampuan mereka.

“Masyarakat kelas menengah dan bawah, diperkirakan tidak akan terdampak karena barang kebutuhan dasar seperti beras, listrik, pendidikan, dan layanan kesehatan tetap bebas PPN 12 persen. Kebijakan PPN 12 persen juga diarahkan pada barang konsumsi yang lebih relevan untuk golongan kaya. Namun, ada beberapa catatan yakni jika inflasi meningkat akibat mekanisme pasar, dampak tidak langsung bisa dirasakan oleh semua golongan, termasuk kelas bawah dan menengah. Transparansi dalam menetapkan kategori barang mewah sangat penting untuk memastikan perlindungan terhadap daya beli masyarakat umum,” tegasnya.