Menko Polhukam Perintahkan Penyelidikan Mendalam atas Insiden di Bima, NTB

Menkopolkam,Marsekal Tni Purn. Djoko Suyanto (foto: dok).

Menteri Koordinator Politik – Hukum dan Keamanan Indonesia Marsekal TNI Purnawirawan Djoko Suyanto perintahkan penyelidikan mendalam atas insiden bentrokan polisi dan pengunjukrasa di Bima, Nusa Tenggara Barat yang menewaskan tiga orang dan melukai puluhan lainnya.

Sudah sepekan terakhir Pelabuhan Sape di Bima – Nusa Tenggara Barat tidak berfungsi karena diduduki sekitar 300an warga setempat, yang berunjukrasa menuntut Bupati Bima Ferry Zulkarnaen untuk mencabut ijin operasi dua perusahaan penambang emas – PT. Indo Mineral Persada dan PT. Sumber Mineral Nusantara.

Warga yang mengatasnamakan “Front Reformasi Anti Tambang” menilai aktivitas penambangan emas yang dilakukan kedua perusahaan itu telah merusak sumber daya air satu-satunya bagi irigasi di tiga kecamatan, yaitu Lambu, Langgudu dan Sape. Upaya polisi dan sejumlah tokoh adat membujuk warga untuk menyudahi unjukrasa tidak membuahkan hasil. Upaya ini berakhir dengan bentrokan antara polisi dan warga Sabtu pagi, yang menewaskan tiga orang dan melukai puluhan lainnya.

Menteri Koordinator Politik – Hukum dan Keamanan Indonesia (Menkopolhukam) Marsekal TNI Purnawirawan Djoko Suyanto yang dihubungi VOA melalui saluran telfon mengatakan telah memerintahkan penyelidikan atas insiden berdarah ini.

“Saya tidak ingin menjustifikasi apakah ini kecelakaan atau telah terjadi kesalahan prosedur karena hal ini sedang diselidiki pihak kepolisian. Tapi yang disesalkan sampai ada korban yang meninggal dunia. Ini sedang diusut. Saya tidak ingin berandai-andai siapa yang salah dsbnya. Tapi yang pasti sudah jatuh korban dan kami menyesalkan hal itu. Tapi mestinya kepolisian dalam menerapkan apa yang jadi prosedurnya, pasti ada penyebabnya. Ini yang sedang didalami. Dimana letak masalahnya. Karena menurut laporan yang saya terima, di lokasi juga ditemukan sejumlah senjata tajam. Sejauh mana senjata ini mengancam nyawa petugas dll sedang didalami”.

Insiden ini hanya berselang dua pekan dari insiden serupa di Mesuji – Lampung yang juga menewaskan sejumlah warga. Institusi kepolisian pun menuai kritik tajam. Namun Menkopolhukam Djoko Suyanto meminta semua pihak menahan diri dan menunggu hasil penyelidikan yang sedang dilakukan. Termasuk pihak-pihak yang menilai sedang ada yang ‘bermain api’ dengan mengorbankan warga.

Djoko Suyanto mengatakan, “Saya tidak ingin berandai-andai. Mari kita tunggu hasil penyelidikan bersama. Memang ini masalah perijinan dsbnya selalu timbul. Apalagi setelah era otonomi daerah, memberi keleluasaan sedemikian luas kepada masyarakat dan pemerintah daerah. Tinggal bagaimana pimpinan2 daerah memanfaatkan peluang itu untuk mensejahterakan warga, sehingga ekses seperti ini tidak terjadi. Saya tidak ingin berandai-andai, apakah ada yang bermain di air keruh atau tidak. Selalu ada itu tapi saya belum bisa menentukan siapa atau apa."

Saat laporan ini diudarakan, Pelabuhan Sape di Bima – Nusa Tenggara Barat sudah mulai berfungsi. Ratusan truk yang mengangkut bahan kebutuhan pokok dan BBM sudah mulai bisa menggunakan pelabuhan. Penumpukan massa pun sudah tidak terjadi lagi.

Namun sekitar 45 warga yang ditahan belum dibebaskan dan masih dimintai keterangan di kantor polisi resor Bima. Belum juga ada kejelasan apakah ijin operasi pertambangan dua perusahaan yang mendapat konsesi lahan seluas 24.800 hektar itu akan ditarik atau tidak, karena pihak pemerintah daerah setempat belum memberi keterangan apapun terkait hal ini.

Wawancara Menkopolkam,Marsekal Tni Purn. Djoko Suyanto – beberapa jam setelah bentrokan polisi dan warga di pelabuhan Sape, Bima, NTB.

25 Desember 2011

Menduduki fasilitas publik memang tidak bisa dibenarkan, tapi penanganan koersif juga tidak bisa diamini bukan?. Apa yang sebenarnya terjadi di Bima Pak?)…

“Kita harus mulai dari protes penduduk kepada bupati atas ijin yang dikeluarkan terkait usaha pertambangan. Protes ini sudah dilakukan cukup lama, puncaknya seminggu lalu karena berbagai upaya penduduk kepada pemda setempat tidak berhasil, mereka pun menduduki pelabuhan – jalur utama untuk menuju dan keluar Bima. Sudah disarankan oleh polisi, tokoh adat setempat dan pemda agar tidak berunjukrasa di tempat yang menjadi akses utama publik, yang menjadi arus lalu lintas barang-manusia-bahan pokok-BBM dsbnya. Tetapi mereka berkeras tidak meninggalkan tempat itu. Tuntutannya adalah pencabutan ijin usaha itu. Kepolisian – yang saya dengar – sudah menawarkan unjukrasa di tempat lain, ada di depan kantor bupati, DPRD atau perusahaan itu. Dimana pun saya kira perlakuannya sama. Unjukrasa sebagai wujud demokratisasi itu merupakan hak. Tapi yang tidak boleh adalah jika mengganggu kepentingan masyarakat lain. Apalagi ini pelabuhan tidak hanya digunakan pengunjukrasa tapi juga warga setempat”.

Ini murni “kecelakaan” di lapangan?

“Saya tidak ingin menjustifikasi apakah ini kecelakaan atau telah terjadi kesalahan prosedur karena hal ini sedang diselidiki pihak kepolisian. Tapi yang disesalkan sampai ada korban yang meninggal dunia. Ini sedang diusut. Saya tidak ingin berandai-andai siapa yang salah dsbnya. Tapi yang pasti sudah jatuh korban dan kami menyesalkan hal itu. Tapi mestinya kepolisian dalam menerapkan apa yang jadi prosedurnya, pasti ada penyebabnya. Ini yang sedang didalami. Dimana letak masalahnya. Karena menurut laporan yang saya terima, di lokasi juga ditemukan sejumlah senjata tajam. Sejauh mana senjata ini mengancam nyawa petugas dll sedang didalami”.

Kasus ini menimbulkan kecaman tajam kepada Pemerintah pasca Mesuji, Sodong dan kini Bima. Apa langkah antisipatif Pemerintah agar tidak terjadi lagi?

“Kapolri pasti sudah memberikan petunjuk dan saya juga sudah beri instruksi apa yang harus dilakukan menghadapi aksi ini. Saya tidak membela sisi kiri atau kanan, tapi perlu diingat bahwa pengunjukrasa ini juga membawa senjata tajam – tombak, panah dan parang – yang dari sisi petugas mungkin dilihat “hal ini mengancam saya!”. Kedua sisi ini tentu perlu kita lihat. Baru kita kaji soal perlengkapan apa yang sebaiknya dibawa petugas jika menghadapi hal-hal seperti itu. Kemarin sempat dibawa peluru hampa, peluru karet dsbnya. Ini perlu jadi kajian polisi. Tapi yang pasti begini…. Demonstrasi dan unjukrasa di Indonesia mendapat ruang yang seluas-luasnya, tapi jangan menganggu kepentingan masyarakat lain yang lebih luas. Apalagi ini dilakukan di pelabuhan dimana semua arus lalu lintas barang, orang dan kebutuhan pokok terjadi. Tapi ini sudah terjadi… ya sudah lah! Ini jadi pelajaran untuk kita. Tapi himbauan saya kepada para demonstran yang ingin berunjukrasa, tolong pertimbangkan hal ini”.

Adakah yang sedang bermain di air keruh sekarang?

Saya tidak ingin berandai-andai disitu. Mari kita selidiki bersama. Memang ini masalah perijinan dsbnya selalu timbul. Apalagi setelah era otonomi daerah, memberi keleluasaan sedemikian luas kepada masyarakat dan pemerintah daerah. Tinggal bagaimana pimpinan2 daerah memanfaatkan peluang itu untuk mensejahterakan warga, sehingga ekses seperti ini tidak terjadi. Saya tidak ingin berandai-andai, apakah ada yang bermain di air keruh atau tidak. Selalu ada itu tapi saya belum bisa menentukan siapa atau apa.

Yang pasti polisi sedang menyelidiki kasus ini ya?

“Iya!”