Amerika dan Vatikan berkonsultasi mengenai cara-cara membawa perdamaian ke Suriah dan mengatasi konflik Israel-Palestina. Paus Fransiskus dijadwalkan mengunjungi Timur Tengah bulan Mei mendatang.
VATIKAN —
Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry, Selasa (14/1) bertemu dengan Menteri Luar Negeri Tahta Suci Pietro Parolin.
Kalangan pejabat Amerika mengatakan Paus Fransiskus mencanangkan kebijakan luar negeri yang lebih aktif bagi Vatikan, mendukung berbagai upaya untuk mempertemukan faksi-faksi yang saling bermusuhan di Suriah dalam perundingan damai minggu depan serta mendukung upaya Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry untuk menemukan solusi dua-negara bagi konflik Israel - Palestina.
“Dimulainya kembali pembicaraan damai antara Israel dan Palestina merupakan isyarat positif, dan saya berdoa agar kedua belah pihak akan mampu, dengan dukungan komunitas internasional, mengambil keputusan berani yang bertujuan untuk mencari solusi yang adil dan abadi bagi konflik yang sangat perlu berakhir,” kata Paus Fransiskus.
Menteri Luar Negeri Kerry dan Uskup Agung Pietro Parolin, Menteri Luar Negeri Tahta Suci Vatikan, membahas masalah Timur Tengah hari Selasa (14/1), sebelum rencana lawatan Sri Paus ke Yordania, Israel, dan Palestina bulan Mei. Menteri Kerry mengatakan ia menyampaikan kepada mitranya dari Vatikan itu tentang status perundingan damai Israel-Palestina.
“Ada isu-isu yang menjadi keprihatinan besar bagi Takhta Suci, bukan hanya tentang perdamaian, tetapi juga tentang kebebasan akses beribadah di Yerusalem bagi semua agama dan resolusi yang sesuai berkenaan dengan Yerusalem yang menghormati akses beribadah itu,” kata Menlu AS John Kerry.
Pembicaraan yang dipimpin oleh Amerika itu berusaha keras untuk mengatasi isu-isu keamanan di negara Palestina kelak. Israel juga ingin melindungi diri dari serangan-serangan roket di kemudian hari.
Permukiman Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat dan bagaimana permukiman itu akan mempengaruhi batas-batas negara Palestina merupakan sumber perbedaan pendapat antara kedua belah pihak.
“Saya kira kedua pihak menginginkan perjanjian, tetapi mereka tidak menginginkan perjanjian dengan syarat-syarat yang dapat diterima oleh pihak lain. Israel menginginkan negara Palestina yang dikebiri di mana Israel memiliki kehadiran keamanan dan negara Palestina yang tidak memiliki akses ke Yerusalem Timur. Rakyat Palestina menginginkan negara yang dapat dengan bangga mereka sebut sebagai negara mereka sendiri,” demikian ujar Adam Ereli, mantan Dubes Amerika.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas berada di bawah tekanan untuk memenuhi perundingan tersebut, terutama karena kegiatan pemukiman Israel terus berlanjut.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu selama ini mempertanyakan komitmen Palestina bagi perundingan itu, sehingga semakin memperdalam apa yang oleh profesor Hillary Mann Leverett dari American University dikatakan sebagai mentalitas benteng yang dimungkinkan oleh dukungan Amerika yang tidak tergoyahkan.
Konsultasi di Vatikan menjelang kunjungan Paus Fransiskus ke Timur Tengah itu merupakan bagian dari upaya Menteri Luar Negeri John Kerry untuk menyatukan tekanan diplomatik bagi pemimpin Israel dan pemimpin Palestina terutama karena lawatan Sri Paus itu akan berlangsung mendekati akhir sembilan bulan pembicaraan yang dijadwalkan tentang solusi dua negara.
Kalangan pejabat Amerika mengatakan Paus Fransiskus mencanangkan kebijakan luar negeri yang lebih aktif bagi Vatikan, mendukung berbagai upaya untuk mempertemukan faksi-faksi yang saling bermusuhan di Suriah dalam perundingan damai minggu depan serta mendukung upaya Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry untuk menemukan solusi dua-negara bagi konflik Israel - Palestina.
“Dimulainya kembali pembicaraan damai antara Israel dan Palestina merupakan isyarat positif, dan saya berdoa agar kedua belah pihak akan mampu, dengan dukungan komunitas internasional, mengambil keputusan berani yang bertujuan untuk mencari solusi yang adil dan abadi bagi konflik yang sangat perlu berakhir,” kata Paus Fransiskus.
Menteri Luar Negeri Kerry dan Uskup Agung Pietro Parolin, Menteri Luar Negeri Tahta Suci Vatikan, membahas masalah Timur Tengah hari Selasa (14/1), sebelum rencana lawatan Sri Paus ke Yordania, Israel, dan Palestina bulan Mei. Menteri Kerry mengatakan ia menyampaikan kepada mitranya dari Vatikan itu tentang status perundingan damai Israel-Palestina.
“Ada isu-isu yang menjadi keprihatinan besar bagi Takhta Suci, bukan hanya tentang perdamaian, tetapi juga tentang kebebasan akses beribadah di Yerusalem bagi semua agama dan resolusi yang sesuai berkenaan dengan Yerusalem yang menghormati akses beribadah itu,” kata Menlu AS John Kerry.
Pembicaraan yang dipimpin oleh Amerika itu berusaha keras untuk mengatasi isu-isu keamanan di negara Palestina kelak. Israel juga ingin melindungi diri dari serangan-serangan roket di kemudian hari.
Permukiman Israel di wilayah pendudukan Tepi Barat dan bagaimana permukiman itu akan mempengaruhi batas-batas negara Palestina merupakan sumber perbedaan pendapat antara kedua belah pihak.
“Saya kira kedua pihak menginginkan perjanjian, tetapi mereka tidak menginginkan perjanjian dengan syarat-syarat yang dapat diterima oleh pihak lain. Israel menginginkan negara Palestina yang dikebiri di mana Israel memiliki kehadiran keamanan dan negara Palestina yang tidak memiliki akses ke Yerusalem Timur. Rakyat Palestina menginginkan negara yang dapat dengan bangga mereka sebut sebagai negara mereka sendiri,” demikian ujar Adam Ereli, mantan Dubes Amerika.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas berada di bawah tekanan untuk memenuhi perundingan tersebut, terutama karena kegiatan pemukiman Israel terus berlanjut.
Sementara itu, Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu selama ini mempertanyakan komitmen Palestina bagi perundingan itu, sehingga semakin memperdalam apa yang oleh profesor Hillary Mann Leverett dari American University dikatakan sebagai mentalitas benteng yang dimungkinkan oleh dukungan Amerika yang tidak tergoyahkan.
Konsultasi di Vatikan menjelang kunjungan Paus Fransiskus ke Timur Tengah itu merupakan bagian dari upaya Menteri Luar Negeri John Kerry untuk menyatukan tekanan diplomatik bagi pemimpin Israel dan pemimpin Palestina terutama karena lawatan Sri Paus itu akan berlangsung mendekati akhir sembilan bulan pembicaraan yang dijadwalkan tentang solusi dua negara.