Menlu AS John Kerry hari Selasa (19/11) mengatakan bahwa kekhawatiran PM Israel Benjamin Netanyahu atas kemungkinan persetujuan nuklir negara-negara kuat dunia dengan Iran tidak berdasar.
WASHINGTON DC —
Menteri Luar Negeri Amerika John Kerry mengatakan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berhak menyuarakan keberatannya terhadap kemungkinan kesepakatan nuklir dengan Iran, tetapi kekhawatirannya itu, menurut Kerry, tidak berdasar.
Netanyahu memimpin kampanye yang sangat terbuka menentang negosiasi internasional yang sedang berlangsung dengan Iran, menyebut kesepakatan itu buruk bagi Israel dan hadiah bagi Iran.
"Jelas bahwa kesepakatan ini hanya baik bagi Iran, dan benar-benar buruk bagi seluruh dunia. Kesepakatan yang diimpikan Iran adalah mimpi buruk bagi dunia," kata Netanyahu.
Dalam jumpa pers bersama di Washington dengan Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu yang sedang berkunjung, Kerry mengatakan, ia menaruh "rasa hormat yang besar" akan kekhawatiran pemimpin Israel bahwa kesepakatan dengan Iran akan meningkatkan risiko terhadap negara Yahudi itu dan menjadikan negara itu rentan.
"Saya bisa meyakinkan teman-teman dan siapa saja yang mengikuti perkembangan ini bahwa tidak ada yang kami lakukan di sini, dalam penilaian saya, yang akan menambah risiko bagi Israel. Malah, saya tegaskan, kami percaya itu justru akan mengurangi risiko," tegas Kerry.
Enam negara kuat dunia – Amerika, Rusia, Inggris, Perancis, China dan Jerman – akan turut dalam pembicaraan babak kedua dengan Iran di Jenewa hari Rabu (20/11), dalam usaha untuk memastikan bahwa Iran tidak berusaha membuat senjata nuklir.
Netanyahu menginginkan sanksi-sanksi terhadap Iran diperketat sampai negara itu membongkar program senjata nuklirnya. Tetapi Iran membantah sedang membuat bom nuklir.
Di situlah masalahnya, menurut Efraim Asculai, analis pada Institut Kajian Keamanan Nasional. Ia mengatakan, "Dunia terpecah menjadi dua: satu bagian, mempercayai Iran, dan bagian lain, yang tidak mempercayai Iran."
Perunding Barat sedang mengupayakan kesepakatan sementara yang membekukan program Iran, sementara membangun rasa saling percaya untuk membahas penghapusan program itu. Asculai mengatakan kesepakatan semacam itu dibutuhkan segera.
"Karena jika kita gagal kali ini dan Iran mengulur waktu, program senjata nuklir itu tidak akan dihentikan karena mereka akan tiba pada situasi di mana mereka akan punya kemampuan itu, dan akan menyatakan kepada dunia, ‘lihat, kami bisa melakukan hal ini ini, jadi silakan terima atau tidak. Kami sudah melakukannya," urai Ephraim.
Analis Israel mengatakan tekanan terhadap Iran harus cukup kuat untuk menghasilkan kesepakatan yang bisa diterima Israel. Karena itu, kata mereka, serangan militer terhadap Iran harus tetap bisa dilakukan.
Netanyahu memimpin kampanye yang sangat terbuka menentang negosiasi internasional yang sedang berlangsung dengan Iran, menyebut kesepakatan itu buruk bagi Israel dan hadiah bagi Iran.
"Jelas bahwa kesepakatan ini hanya baik bagi Iran, dan benar-benar buruk bagi seluruh dunia. Kesepakatan yang diimpikan Iran adalah mimpi buruk bagi dunia," kata Netanyahu.
Dalam jumpa pers bersama di Washington dengan Menteri Luar Negeri Turki Ahmet Davutoglu yang sedang berkunjung, Kerry mengatakan, ia menaruh "rasa hormat yang besar" akan kekhawatiran pemimpin Israel bahwa kesepakatan dengan Iran akan meningkatkan risiko terhadap negara Yahudi itu dan menjadikan negara itu rentan.
"Saya bisa meyakinkan teman-teman dan siapa saja yang mengikuti perkembangan ini bahwa tidak ada yang kami lakukan di sini, dalam penilaian saya, yang akan menambah risiko bagi Israel. Malah, saya tegaskan, kami percaya itu justru akan mengurangi risiko," tegas Kerry.
Enam negara kuat dunia – Amerika, Rusia, Inggris, Perancis, China dan Jerman – akan turut dalam pembicaraan babak kedua dengan Iran di Jenewa hari Rabu (20/11), dalam usaha untuk memastikan bahwa Iran tidak berusaha membuat senjata nuklir.
Netanyahu menginginkan sanksi-sanksi terhadap Iran diperketat sampai negara itu membongkar program senjata nuklirnya. Tetapi Iran membantah sedang membuat bom nuklir.
Di situlah masalahnya, menurut Efraim Asculai, analis pada Institut Kajian Keamanan Nasional. Ia mengatakan, "Dunia terpecah menjadi dua: satu bagian, mempercayai Iran, dan bagian lain, yang tidak mempercayai Iran."
Perunding Barat sedang mengupayakan kesepakatan sementara yang membekukan program Iran, sementara membangun rasa saling percaya untuk membahas penghapusan program itu. Asculai mengatakan kesepakatan semacam itu dibutuhkan segera.
"Karena jika kita gagal kali ini dan Iran mengulur waktu, program senjata nuklir itu tidak akan dihentikan karena mereka akan tiba pada situasi di mana mereka akan punya kemampuan itu, dan akan menyatakan kepada dunia, ‘lihat, kami bisa melakukan hal ini ini, jadi silakan terima atau tidak. Kami sudah melakukannya," urai Ephraim.
Analis Israel mengatakan tekanan terhadap Iran harus cukup kuat untuk menghasilkan kesepakatan yang bisa diterima Israel. Karena itu, kata mereka, serangan militer terhadap Iran harus tetap bisa dilakukan.