Menlu Inggris akan Bertemu dengan Wapres China

Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly di Kazakhstan, 18 Maret 2023. Ia berharap dapat bertemu dengan Wakil Presiden China Han Zheng saat menghadiri penobatan Raja Charles. (Foto: REUTERS/Turar Kazangapov)

Menteri Luar Negeri Inggris James Cleverly berharap untuk bertemu dengan Wakil Presiden China Han Zheng ketika para pemimpin asing mengunjungi London untuk menghadiri penobatan Raja Charles, pertemuan langka antara pejabat senior pemerintah selama titik terendah dalam hubungan Inggris-China.

“Saya kira saya akan melakukannya,” kata Cleverly kepada Radio BBC pada hari Selasa ketika ditanya apakah dia akan bertemu dengan Han. Dia mengatakan akan membahas berbagai topik termasuk bidang-bidang di mana Inggris memiliki “poin-poin kecaman.”

Sejumlah pejabat asing dan kepala negara mengunjungi London minggu ini menjelang penobatan Charles pada 6 Mei, dan para menteri kemungkinan akan menggunakan kesempatan itu untuk mengadakan pertemuan dengan para pemimpin asing.

Hubungan Inggris-China berada pada kondisi terburuk dalam beberapa dekade setelah London membatasi investasi China karena kekhawatiran akan adanya ancaman terhadap keamanan nasional dan negara itu menyatakan keprihatinan atas meningkatnya perilaku agresif Beijing dalam bidang militer dan ekonomi.

BACA JUGA: China Kutuk Anggota Parlemen Inggris yang Abaikan Permintaan Beijing untuk Tak Kunjungi Taiwan

Cleverly, yang berharap untuk mengunjungi China tahun ini, mengisyaratkan ingin berbicara dengan Han tentang berbagai keprihatinan tersebut.

Sementara para pemimpin dari Prancis, Jerman, dan Spanyol telah mengunjungi China dalam beberapa bulan terakhir dan menyerukan keterlibatan dengan negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia itu, AS dan Inggris mengambil pendekatan yang lebih keras terhadap apa yang dianggap sebagai ancaman yang semakin besar dari Beijing terhadap kepentingan dan nilai-nilai kedua negara itu.

Dalam pidatonya di London pekan lalu, Cleverly mendesak China untuk lebih terbuka tentang apa yang disebutnya sebagai pembangunan militer terbesar dalam sejarah masa damai, dan mengatakan Inggris harus terlibat secara konstruktif dengan China meskipun “muak” atas perlakuan Beijing terhadap etnis Uyghur di Xinjiang.

Pendekatan itu menghadapi tentangan dari sebagian orang dalam Partai Konservatif yang berkuasa di Inggris yang telah memperdebatkan sikap yang lebih keras terhadap China, termasuk dengan mengklasifikasi ulang negara itu sebagai “ancaman” daripada “pesaing sistemik.” [lt/uh]