Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Luar Negeri Ukraina Dmytro Kuleba mendesak Dewan Perwakilan Rakyat AS untuk menyetujui bantuan militer ke Ukraina, dalam pertemuan Menteri Luar Negeri G7 di Capri, Italia.
Sebelumnya, Presiden AS Joe Biden pada Rabu (18/4) menyatakan mendukung kuat RUU yang diajukan Ketua DPR AS dari Partai Republik, Mike Johnson, untuk memberikan bantuan kepada Ukraina, Israel, dan Taiwan, sebuah sinyal dukungan bipartisan yang penting dalam upaya mendesak untuk menyetujui pendanaan $95 miliar (sekitar Rp1.584 triliun) kepada sekutu-sekutu AS tersebut minggu ini.
Sebelum pemungutan suara DPR AS digelar akhir pekan ini, Johnson dihadapkan pada dua pilihan: ia terancam kehilangan pekerjaannya atau membantu Ukraina. Ia memberitahu para anggota Kongres AS pada Rabu (17/4) bahwa ia akan terus maju meskipun mendapat kecaman dari koalisi sayap kanannya. Tak lama setelah Johnson mengumumkan RUU tersebut, Biden menyatakan dukungan kuatnya.
“DPR (AS) harus meloloskan (RUU) paket bantuan ini minggu ini, dan Senat harus segera meloloskannya juga,” ujar Biden. “Saya akan segera menandatanganinya menjadi undang-undang, demi mengirim pesan kepada dunia: Kami mendukung teman-teman kami, dan kami tidak akan membiarkan Iran atau Rusia berhasil.”
BACA JUGA: Ukraina Khawatir Dukungan AS Memudar di Tengah Gencarnya Serangan RusiaPascakemelut yang dihadapinya selama berhari-hari soal bagaimana menindaklanjuti paket bantuan tersebut, Johnson mengajukan rencana untuk menggelar pemungutan suara atas tiga paket pendanaan, yaitu pengiriman dana $61 miliar (Rp 986 triliun) untuk Ukraina, $26 miliar (Rp 420 triliun) untuk Israel, dan $8 miliar ($129 triliun) untuk para sekutu di Indo-Pasifik, serta beberapa proposal kebijakan luar negeri lainnya dalam RUU keempat.
Sebagian besar dana untuk Ukraina akan digunakan untuk membeli senjata dan amunisi dari perusahaan pertahanan AS. Johnson juga mengusulkan bantuan ekonomi $9 miliar (Rp145 triliun) untuk Kyiv diperuntukkan sebagai pinjaman yang dapat dihapus, serta pengawasan yang lebih ketat terhadap bantuan militer.
Namun, keputusan untuk mendukung Ukraina telah membuat marah kaum konservatif populis di DPR AS, dan memberikan tekanan baru untuk mencopot Johnson dari jabatan ketua DPR.
“Sangatlah penting bagi semua teman dan pendukung Ukraina untuk memaksimalkan upaya mereka dalam menyediakan segala sesuatu yang dibutuhkan Ukraina agar dapat secara efektif mempertahankan diri dari agresi Rusia ini, dan (mempertahankan diri) untuk AS. Itu berarti meloloskan paket bantuan tambahan,” kata Blinken pada Kamis (18/4) di Capri, Italia.
Your browser doesn’t support HTML5
Menteri Luar Negeri Dmytro Kuleba juga menambahkan, “Saya juga ingin meminta para anggota DPR (AS) untuk mendukung paket bantuan tambahan yang secara harfiah, tanpa melebih-lebihkan, akan membantu menyelamatkan warga Ukraina dari serbuan rudal Rusia.”
Kremlin: Bantuan AS untuk Ukraina Tak Pengaruhi Situasi Medan Perang
Juru bicara Kremlin Dmitry Peskov pada Kamis (18/4) menyatakan bahwa bantuan AS untuk Ukraina “sama sekali tidak akan mempengaruhi situasi” di medan perang, dan “tidak akan membantu pihak Ukraina.”
Dalam sebuah panggilan konferensi hariannya dengan wartawan, Peskov menekankan, “Bagaimanapun juga, kami melihat segala bentuk pemberian bantuan apapun, secara de facto, sebagai (upaya) untuk memprovokasi Ukraina ke dalam perseteruan yang lebih sengit, hingga rakyat Ukraina yang terakhir bertahan dapat menjamin keuntungan bagi AS.”
Rusia menguasai sekitar 18% wilayah Ukraina, dan para pemimpin negara serta kepala intelijen Barat mengatakan bahwa perang ini berada di titik persimpangan yang dapat mengarah pada kemenangan Rusia dan menjadi bentuk penghinaan terhadap Barat, kecuali jika Ukraina segera memperoleh lebih banyak dukungan.
Perang Rusia melawan Ukraina telah memicu krisis terburuk dalam hubungan antara Moskow dan Barat sejak Krisis Rudal Kuba 1962, menurut para diplomat Rusia dan AS. [br/ka]