Menteri Luar Negeri Prancis, Stephane Sejourne tiba di Kairo, Rabu (1/5), sebagai bagian dari upaya mendorong tercapainya kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas.
Sejourne dijadwalkan bertemu dengan para pejabat Mesir di persinggahan terakhir dalam lawatannya yang juga mencakup kunjungan ke Lebanon, Arab Saudi dan Israel.
Kairo telah menjadi tuan rumah pembicaraan antara para mediator AS, Mesir dan Qatar yang telah menghasilkan proposal gencatan senjata terbaru. Proposal itu menyerukan penghentian pertempuan selama beberapa pekan, pembebasan sandera yang ditawan Hamas, pembebasan orang-orang Palestina dari penjara Israel dan peningkatan bantuan kemanusiaan untuk orang-orang di Gaza.
Seusai pembicaraan pada Selasa dengan PM Israel Benjamin Netanyahu, Sejourne mengatakan bahwa kebijakan Prancis tidak berubah, yakni para sandera harus dibebaskan, gencatan senjata harus ditandatangani dan deeskalasi harus berlangsung di Lebanon.
BACA JUGA: Menlu Prancis Desak Israel dan Hizbullah Tidak Lakukan EskalasiMenteri Luar Negeri AS, Antony Blinken juga dalam misi yang sama di kawasan. Ia mengadakan pembicaraan dengan para pejabat di Israel pada hari Rabu.
Militer Israel pada Rabu mengatakan bahwa mereka melancarkan serangan udara pada malam sebelumnya terhadap target-target Hizbullah di Lebanon Selatan. Ini adalah serangan lintas batas terbaru dalam serangkain serangan selama berbulan-bulan antara kedua pihak.
Kementerian Kesehatan Gaza pada Rabu menyatakan sedikitnya 33 orang tewas sehari sebelumnya. Serangan balasan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 34.500 orang, sekitar dua per tiganya adalah perempuan dan anak-anak, menurut kementerian tersebut.
Israel melancarkan kampanyenya untuk melenyapkan Hamas setelah kelompok militan itu menyerang Israel pada bulan Oktober yang menewaskan 1.200 orang.
Hamas juga menyandera sekitar 250 orang dalam serangan tersebut. Mereka diduga masih menawan sekitar 100 orang selain menahan jasad sekitar 30 orang yang terbunuh atau meninggal dalam bulan-bulan berikutnya.
Para pejabat PBB menegaskan keprihatinan mereka pada hari Selasa mengenai rencana ofensif Israel di Rafah, kota di bagian selatan Gaza, di mana lebih dari setengah populasi Gaza berlindung.
Netanyahu mengatakan ofensif itu perlu untuk memenuhi target Israel, dan serangan itu akan terjadi dengan atau tanpa kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera dengan Hamas.
“Serangan militer terhadap Rafah akan menjadi eskalasi yang tak tertahankan, menewaskan ribuan lagi warga sipil dan memaksa ratusan ribu orang untuk mengungsi,” kata Sekjen PBB Antonio Guterres kepada wartawan, Selasa.
“Saya mengimbau semua yang memiliki pengaruh atas Israel agar melakukan upaya apa pun untuk mencegahnya,” lanjut Guterres.
BACA JUGA: Netanyahu Bertekad Tetap Gempur RafahKepala badan bantuan PBB, Martin Griffith juga mengeluarkan imbauannya.
“Dunia telah mengimbau kepada pihak berwenang di Israel selama berpekan-pekan untuk menyelamatkan Rafah, namun operasi darat di sana akan segera dilakukan,” katanya dalam sebuah pernyataan.
“Kenyataannya,” kata Griffiths, “serangan darat di Rafah akan menjadi tragedi yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.”
Guterres juga mengatakan peningkatan bantuan untuk Gaza merupakan hal mendesak, terutama di bagian utara di mana sebagian orang, termasuk anak-anak, mulai meninggal karena kelaparan dan penyakit. [uh/ns]