Para menteri luar negeri ASEAN membahas isu Myanmar secara terbuka, mendalam, dan jujur. Dalam pertemuannya dengan para menteri tersebut, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyampaikan posisi Indonesia sebagai ketua ASEAN tahun ini dalam menangani krisis politik di Myanmar.
Bagi Indonesia, konsensus lima poin merupakan mekanisme utama untuk membantu menyelesaikan krisis di Myanmar. Dalam konteks ini, Indonesia akan mengambil tiga pendekatan.
"Pertama, melibatkan semua pemangku kepentingan sebagai langkah pertama untuk memfasilitasi kemungkinan dialog nasional yang inklusif. Kedua, membangun kondisi yang kondusif untuk memuluskan jalan bagi dialog inklusif," kata Retno.
Retno menambahkan terdapat dua syarat penting untuk menciptakan situasi yang kondusif bagi terwujudnya dialog inklusif, yakni mengurangi kekerasan dan memberi akses ke bantuan kemanusiaan yang berlanjut bagi semua pihak yang membutuhkan. Kedua syarat ini penting untuk membangun rasa saling percaya dan kepercayaan diri semua pemangku kepentingan, katanya.
Pendekatan ketiga adalah mensinergikan upaya ASEAN dengan negara-negara tetangga ASEAN yang memiliki keprihatinan terhadap isu Myanmar dan utusan-utusan khusus PBB dan negara-negara lainnya.
Menurut Retno, semua negara anggota ASEAN mendukung ketiga pendekatan yang diambil Indonesia itu.
Sebagai upaya membantu menyelesaikan persoalan di Myanmar, Presiden Joko Widodo berencana mengutus seorang jenderal senior untuk berbicara dengan para pemimpin junta militer. Melalui langkah itu, Indonesia berharap bisa menunjukan kepada militer yang berkuasa di Myanmar tentang bagaimana Indonesia berhasil melakukan transisi menuju demokrasi.
Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan belum dapat menjelaskan lebih rinci rencana pengiriman jenderal senior ke Myanmar.
Pengamat ASEAN dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Pandu Prayoga mengusulkan agar Indonesia sebagai ketua ASEAN dapat menggabungkan kalangan sipil dan kalangan militer dalam komposisi tim utusan khusus soal Myanmar. Menurutnya kalangan sipil dan kalangan militer dapat bekerjasama untuk memperkuat demokrasi.
Komposisi sipil dan militer dalam tim utusan khusus Myanmar ini, kata Pandu, dapat dicoba karena - utusan khusus yang dikirim sebelumnya hanya berasal dari kalangan sipil dan tidak membuahkan kemajuan.
“Jangan hanya militer saja karena nanti signalnya bahwa kalau kita mengirim militer saja seolah-olah kita melegitimasi junta di Myanmar dengan mengirimkan militer. Special envoy yang terdiri dari sipil dan militer ini patut dicoba karena kita menggunakan pendekatan yang berbeda dari dua tahun sebelumnya,” ujar Pandu.
Pandu mengingatkan, dalam membantu menyelesaikan persoalan di Myanmar, ASEAN sebaiknya mempertimbangkan China, negara yang sangat dekat dengan negara seribu pagoda itu. China dapat diminta mendorong Myanmar melaksanakan konsensus lima poin k yang mencakup penyelenggaraan dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan dan pengiriman delegasi ASEAN ke Myanmar. Konsensus itu dibuat oleh para pemimpin negara-negara anggota blok Asia Tenggara pada April 2021.
Myanmar dilanda krisis kemanusiaan akibat kemelut politik sejak junta militer menggulingkan pemerintah sipil terpilih yang dipimpin oleh peraih Nobel Perdamaian Aung San Suu Kyi pada Februari 2021. Junta Myanmar baru saja memperpanjang keadaan darurat di negara itu selama enam bulan ke depan. [fw/ab]