Pertemuan para pemimpin ASEAN untuk membahas krisis politik di Myanmar akan berlangsung di Jakarta, Sabtu siang (24/4). Dalam jumpa pers dari Istana Bogor, Jumat sore (23/4), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan Presiden Filipina Rodrigo Duterte, Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha, dan Perdana Menteri Laos Thongloun Sisoulith tidak akan menghadiri acara ini.
"Per saat ini tiga pemimpin menyatakan tidak dapat hadir, yaitu Thailand, Laos, dan Filipina," kata Retno.
Retno menjelaskan Presiden Joko Widodo Kamis (22/4) telah berbicara dengan Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-o-cha untuk membahas persiapan pertemuan para pemimpin ASEAN. Prayut minta maaf tidak dapat hadir karena sedang menangani wabah COVID-19 di negaranya.
BACA JUGA: KTT ASEAN Siap Digelar, 3 Pemimpin Tak HadirMenurut Retno, persiapan untuk pertemuan para pemimpin ASEAN terus dilakukan pada tingkat pejabat senior dan para menteri luar negeri. Retno juga sudah mengadakan pertemuan pendahuluan dengan Menteri Luar Negeri Brunei Darussalam Sultan Hassanal Bolkiah dan Menteri Luar Negeri Malaysia Hishammudin Hussein.
Selaku tuan rumah, Retno Marsudi, Jumat malam (23/4) melangsungkan jamuan makan malam dengan semua menteri luar negeri ASEAN yang sudah hadir di Jakarta.
"Kita tentunya berharap agar ALM (pertemuan para pemimpin ASEAN) besok akan mencapai kesepakatan mengenai langkah-langkah yang baik bagi rakyat Myanmar dan membantu Myanmar keluar dari situasi yang pelik ini," ujar Retno.
Peneliti tentang ASEAN di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Lidya Christin Sinaga mengaku terkejut dengan ketidakhadiran pemimpin dari Filipina, Thailand, dan Laos. Dia menekankan krisis politik Myanmar merupakan isu yang sangat penting, karena itu semua pemimpin ASEAN mestinya harus hadir secara fisik dalam pertemuan besok di Jakarta.
Lidya tidak mau berspekulasi tentang tidak efektifnya pertemuan besok dengan ketidakhadiran pemimpin dari Filipina, Thailand, dan Laos. Namun dia menyayangkan ketidakhadiran mereka.
Menurut Lidya, tidak ada jaminan bahwa hasil pertemuan para pemimpin ASEAN akan membantu menyelesaikan krisis politik di Myanmar. Namun tetap penting untuk menunjukkan keseriusan ASEAN dalam merespons apa yang sedang terjadi di Myanmar merupakan masalah darurat.
"Tapi tidak serta merta ini akan menjamin setelah pertemuan esok akan ada perubahan yang signifikan atau langsung terjadi penyelesaian. Saya rasa tidak serta merta menjamin hal itu," tutur Lidya.
Pertemuan para pemimpin ASEAN, tambah Lidya, dapat mempertahankan pamor dan kredibilitas ASEAN. Dia menambahkan mengundang pemimpin junta Myanmar dalam pertemuan besok sesuai dengan prinsip dasar ASEAN, yakni konsultasi dan dialog dalam menghadapi krisis di kawasannya.
BACA JUGA: Amnesty International Minta Indonesia Adili atau Ekstradisi Pemimpin Junta MyanmarMengenai kemungkinan sanksi pembekuan Myanmar sebagai anggota ASEAN, menurut Lidya, hal semacam itu tidak terdapat dalam klausul Piagam ASEAN. Sanksi ekonomi terhadap Myanmar juga dinilainya tidak akan efektif untuk menekan Myanmar.
Lidya mengusulkan ASEAN untuk menggandeng negara mitra utama Myanmar, seperti Cina dan Rusia, untuk bisa satu suara dengan upaya-upaya ASEAN buat menyelesaikan krisis politik di Myanmar dalam prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.
Pertemuan para pemimpin ASEAN, yang digagas Indonesia, dilakukan sebagai upaya membantu menyelesaikan krisis politik yang terjadi sejak kudeta militer pada 1 Februari lalu. Lebih dari 700 demonstran telah tewas akibat tindakan kekerasan aparat keamanan. [fw/em]