Menlu RI Desak Myanmar Mulai Repatriasi Pengungsi Muslim-Rohingya

Pengungsi Rohingya beristirahat di Lhokseumawe, provinsi Aceh, Indonesia, 7 September 2020. (Foto: Antara Foto / Rahmad / via Reuters).

Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi Rabu malam (9/9) menyerukan kepada pemerintah Myanmar untuk segera memulai proses repatriasi para pengungsi Muslim-Rohinya, yang menurutnya merupakan “core issue” terus berlarut-larutnya isu ini.

“Indonesia kembali mendesak pemerintah Myanmar, dengan bantuan negara-negara ASEAN, dapat menyelesaikan core issue dengan tujuan agar repatriasi dilakukan secara sukarela, aman dan bermanfaat,” ujarnya dalam konferensi pers di sela-sela ASEAN Ministerial Meeting yang dilangsungkan secara virtual hari Rabu (9/9).

Retno menggarisbawahi bahwa “bagi Indonesia, Myanmar adalah rumah bagi saudara-saudara kita Rohingya, dan mereka harus terus dilindungi.”

Sembilan puluh sembilan pengungsi Muslim-Rohingya tiba di Aceh tanggal 24 Juni lalu, disusul 297 lainnya pada 7 September lalu.

Seorang pengungsi perempuan yang tiba di perairan Aceh, tepatnya di Desa Ujung Blang, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe, Aceh Utara, Senin lalu (7/9) meninggal dunia sehari kemudian setelah kondisi kesehatannya terus memburuk.

BACA JUGA: Satu Pengungsi Rohingya yang Tiba di Aceh Meninggal Dunia

Dalam pertemuan virtual para menteri ASEAN itu, Indonesia juga menekankan pentingnya kerjasama untuk melawan kejahatan lintas batas, termasuk penyelundupan manusia. “... ini karena diduga saudara-saudara kita ini [warga Muslim-Rohingya.red] juga merupakan korban dari kejahatan lintas batas.

UNHCR Puji Indonesia

Dalam konferensi pers di Jenewa hari Selasa (8/9), Badan PBB Urusan Pengungsi UNHCR memuji sikap warga lokal dan pemerintah Indonesia yang membantu menampung ratusan warga Muslim-Rohingya yang tiba dengan perahu reot di Aceh Senin lalu (7/9), setelah terapung-apung di laut selama tujuh bulan dalam kondisi mengerikan.

Penduduk setempat memeriksa kapal yang membawa ratusan etnis Rohingya yang mendarat di pantai di Lhokseumawe, provinsi Aceh, Senin, 7 September 2020.

Juru bicara UNHCR Babar Baloch mengatakan berdasarkan informasi awal yang didapatnya dari para pengungsi yang kini dirawat warga lokal di sebuah balai latihan kerja di Lhokseumawe, Aceh Utara, mereka telah dipindahkan dari satu kapal ke kapal lainnya.

“Ingat ketika pada tanggal 24 dan 25 Juni ratusan pengungsi tiba di tempat yang sama di Indonesia, dan ketika itu mereka melaporkan bahwa kapal mereka berada di tengah laut. Mereka telah dipindahkan dari satu kapal ke kapal lain,” jelasnya.

IOM : Sulit Membayangkan Orang Tak Menyadari Keberadaan Ratusan Pengungsi di Tengah Laut Selama Berbulan-Bulan

Sementara juru bicara Organisasi Migrasi Internasional IOM Paul Dillon mengatakan “kapal-kapal ini telah berada di Laut Andaman, di ujung Selat Malaka, selama berbulan-bulan. Sungguh sulit membayangkan bahwa orang-orang tidak menyadari keberadaan mereka. Kami memahami ada yang memasok makanan dan lain-lain. Para pengungsi menyampaikan hal ini. Ini bukan sebuah kapal hantu yang tiba-tiba muncul.” Dillon menyitir adanya kelompok yang mengatur perjalanan para pengungsi ini.

Dalam ASEAN Ministerial Meeting yang dilangsungkan secara virtual hari Rabu, Indonesia secara khusus menggarisbawahi pentingnya perhatian ASEAN terhadap isu pengungsi Muslim-Rohingya ini. [em/es]