Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida, Jumat (11/11), menunda keberangkatannya ke tiga KTT di Asia Tenggara mendatang. Ia mencari pengganti menteri kehakiman yang mundur terkait pernyataannya tentang hukuman mati yang dikritik sebagai tidak pantas.
Menteri Kehakiman Yasuhiro Hanashi mengatakan kepada wartawan bahwa ia mengajukan pengunduran dirinya, Jumat, ke Kishida, dua hari setelah ia membuat komentar pada pertemuan partai bahwa pekerjaannya hanya menjadi sorotan berita siang hari bila ia menyetujui eksekusi hukuman mati pada pagi harinya.
Pernyataan itu dengan cepat memicu kecaman dari oposisi dan bahkan dari dalam partai pemerintahan Kishida sendiri. Pernyataan itu juga mengguncang pemerintahan Kishida, yang sudah terperosok dalam kontroversi atas hubungannya selama puluhan tahun dengan Gereja Unifikasi, sebuah sekte agama yang berbasis di Korea Selatan yang dituduh di Jepang melakukan perekrutan bermasalah dan pencucian otak para pengikutnya agar memberikan sumbangan besar.
“Saya sembarangan menggunakan istilah eksekusi sebagai contoh” dan membuat masyarakat dan pejabat kementerian “merasa tidak nyaman,” kata Hanashi. “Saya memutuskan mundur (sebagai menteri kehakiman) sebagai bentuk permintaan maaf kepada rakyat dan tekad saya untuk membangun kembali karir politik saya.”
Hanashi mengatakan ia telah berkonsultasi dengan Kishida selama dua hari terakhir tentang kemungkinan pengunduran dirinya tetapi disarankan untuk meminta maaf dan menjelaskan. Hanashi telah meminta maaf setelah dikecam karena memberi kesan bahwa ia menganggap ringan eksekusi, pada saat Jepang telah menghadapi kritik internasional karena mempertahankan hukuman mati.
''Saya minta maaf dan menarik kembali pernyataan saya yang seolah memandang remeh tanggung jawab,'' katanya Kamis. Tetapi laporan-laporan media kemudian mengungkapkan bahwa ia telah membuat pernyataan serupa pada pertemuan-pertemuan lain dalam tiga bulan ini.
Kishida kemudian mengatakan kepada wartawan bahwa ia menerima pengunduran diri Hanashi karena "pernyataannya yang ceroboh" merusak kepercayaan publik terhadap kebijakan peradilan dan dapat menghambat kemajuan diskusi parlemen tentang isu-isu kunci, termasuk langkah-langkah dukungan untuk orang-orang dengan masalah keuangan dan keluarga karena gereja.
Kishida terpaksa segera menangani masalah itu dengan Kabinetnya sebelum berangkat untuk perjalanan sembilan harinya. Ia mengatakan berencana meninggalkan Tokyo Sabtu dini hari untuk menghadiri semua pertemuan yang dijadwalkan pada KTT ASEAN, serta pertemuan Kelompok 20 di Indonesia dan forum Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik di Bangkok. [ab/ka]